Sangata bukanlah sebuah akronim. Akan tetapi nama sebuah kota di Kalimantan Timur, namun jika diutak-atik nama kota di Kaltim tersebut dapat menjadi akronim. Ia bisa menjadi kependekan dari Sangat menderiTA. Berlebihan, boleh juga. Tentu tidak sedikit orang yang akan mengatakan berlebihan, apabila Sangata merupakan kependekan dari "sangat menderita". Padahal daerah di Kaltim ini dikenal sebagai penghasil batu bara terbaik di dunia yang di kelola PT. Kaltim Prima Coal (KPC), sejak tahun 1991, yang tentu saja membikin perusahaan asing itu kaya raya. Kontras dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar tambang.
Jadi, bukan tanpa alasan jika Sangata menjadi akronim dari sangat menderita dalam arti yang sesungguhnya. Pengalaman menjadi bagian dari ratusan pekerja tambang batubara sekaligus menjadi perjalaan hidup yang penuh kenangan. Menuju Sangata bukanlah perjalanan yang nyaman, justru sebaliknya. Dari Kota Banjarmasin ke Sangata dengan jarak sekitar 280 kilometer ditempuh dalam waktu 12 jam melalaui perjalanan darat yang melelahkan, menggunakan bus umum yang lebih pas disebut mikrolet tua.
Perjalanan penuh 'kenangan' dimulai Bontang  melewati hutan lindung Taman Nasional Kutai (TNK) melalui jalur jalan yang lebih mirip sungai kering. Di dalam bus yang penuh sesak, sopir tidak hanya hafal dengan kondisi jalan yang super buruk akan tetapi sudah sangat akrab. Ia sangat piawai  menghindari lubang dan batu-batu yang berserakan. Ia tidak peduli lagi dengan kondisi jalan yang berlubang-lubang. Jalanan berlubang dan permukaan batu-batuan diembat. Bus tetap melaju kencang kendati harus meliak-liuk.  Sopir cuek dengan keadaan para penumpang yang diam tetapi sebenarnya ketakutan, bibir terlihat  komat-komit.... berdzikir. Saya termasuk diantara penumpang bus yang berdzikir dan berdoa agar sampai  tujuan dengan selamat.
Saat seluruh penumpang diam, tiba-tiba terdengar suara keras..... "bruaak-bruaak-braaak!" Bus tergoncang hebat, miring ke kiri, lantas terhenti mendadak. Dengan gerakan reflek penumpang mencari pegangan, sebagian menutup wajah sambil menyuarakan takbir. Saya yang duduk di baris kedua di belakang sopir melihat sebuah ban mobil meluncur kencang menyalip bus.
Bus terhenti dipinggir tebing, semua penumpang berhamburan turun. Ternyata, ban depan kiri lepas. As roda menancap di jalan tanah liat. Alhamdulillah, semua penumpang selamat. Hanya beberapa penumpang yang luka ringan, benjol-benjol wajahnya dan ada yang rontok giginya. Hampir dua jam, dengan peralatan seadanya awak bus memperbaiki kembali kerusakan. Bus tiba di Sangata menjelang maghrib.
"Wah ini sih bukan kota tapi desa, dipelosok lagi. Sama dengan desa di daerah asalku, Banyumas," ujarku dalam hati. Sangata amat kontras dengan daerah tetangganya, Bontang. Sangata panas, kumuh, berdebu, jalan tanah liat di urug pecahan batu merah. Lalulintas didominasi motor, kalau pun ada mobil kebanyakan kendaraan perusahaan. Suasana hutan semak masih dominan, pukul 08.30 WITA, seperti kota mati, senyap.
Esok paginya, saya meluncur ke kantor naik bus karyawan. Letak kantor di dalam tambang batubara, terbuat dari kontainer-kontainer yang di sekat-sekat, tentu full AC. Bila tidak seperti masuk oven, bisa matang. Sejauh mata memandang, lingkungan  gersang, panas, berdebu, gundukan-gundukan tanah berbatu bekas galian/urugan dan tumpukan batubara.
Setelah saling berkenalan dengan rekan kerja, bertemu bule-bule yang berwajah kepiting rebus, saking panasnya udara di luar. Siang harinya saya diantar sopir menuju kantor KPC. Setelah itu ke Bea Cukai, Polsek dan Koramil. melalui perumahan karyawan lingkungannya banyak pohon jadi teduh dan Asri, untuk memperkenalkan diri terkait dengan pekerjaan.
Sekilas tentang perusahaan tambang batubara Kaltim Prima Coal (KPC), awalnya dioperasionalkan oleh kongsi dua raksasa tambang internasional, British Petroleum dan Rio Tinto. Mulai operasi tahun 1991. Area penambangannya sangat luas dan merupakan tambang batubara terbuka dan produknya salah satu terbaik di dunia. Tahun 2007, sahamnya di beli grup Bakrie. Â Lebih lanjut silahkan tanya Mbah Google.
Aktivitas di tambang KPC berlangsung duapuluh empat jam. Berbagai jenis truk-truk gajah (dump truck) hilir mudik dan alat-alat berat berbagai jenis eskavator, shovel, beckhoe tidak kenal lelah menggali, mengeruk, dan memuat batubara. Tanah dan batuan digunakan untuk reklamasi, bukit yang sudah ditambang akan dikembalikan seperti semula dengan ditanami tanaman hutan.
Operation Flow Chart, PT. Kaltim Prima Coal (KPC) Sumber : http://www.kpc.co.id/mining.html
Namun disisi lain, ada bagian tambang yang di gali sampai kedalaman puluhan meter dengan diameter ratusan meter, akan tetap menganga. Bagaimanapun, ribuan ton batubara ditambang tentu akan berakibat ada bagian sisi lain yang tidak mungkin direklamasi dan akhirnya akan menjadi danau.
Pembongkaran/pengupasan bukit dan batubara, tidak melulu menggunakan alat berat. Adakalanya dengan dinamit (blasting) dan gara-gara blasting, saya pernah jadi bahan tertawaan teman kantor ketika awal kerja. Ceritanya, saya lagi di ruang kantor sendirian, mendengar suara ledakan diikuti getaran dan goncangan, spontan ke luar. Saat keluar berpapasan teman kantor, lantas saya bilang ada gempa. Lhah mereka malah tertawa? Lantas mereka cerita, sedang ada blasting! Akhirnya ada kesempatan, saya ngintip detik-detik peledakkan, tentu dengan cara ngumpet-ngumpet. Ledakkanya luar biasa, diikuti bola api, asap membumbung tinggi, batu, tanah berhamburan, bumi bergoyang dan bergetar cukup keras, menurut teman mekanik, suara, goyangan dan getaran tergantung kedalaman saat memasang peledak, semakin dalam semakin kuat getaran dan goyangannya.
Komplek penambangan PT. KPC, luar biasa fasilitasnya, lengkap, mewah, dan modern. Perkantoran, perumahan, fasilitas olahraga, klinik kesehatan taraf internatioan (AEA Singapura), pendidikan, tempat ibadah ada di sana. Di bagian lain komplek pertambangan terdapat sebuah lokasi yang mirip sebuah kota kecil (Town Hall), dengan fasilitas olahraganya sangat lengkap, meliputi lapangan tenis, badminton, bola voli, lapangan bola, kolam renang, lapangan golf, ada Bandara Tanjung Bara, pelabuhan bebas bea khusus KPC dan memuat batubara. Namun semua itu, diprioritaskan aktifitas KPC dan kontraktornya yang besar.
Fasilitas yang begitu lengkap dan modern sangat kontras dibanding dengan kondisi Sangata. Menyedihkan memang. Sarana prasarana di Sangata Sangat minim, kumuh Jaringan infrastruktur amburadul. Ketimpangan antara komplek pertambangan dan kota bernama Sangata yang sulit dipercaya.
Tinggal di rumah kontrakkan di lingkungan perumahan karyawan KPC, Bukit Tanjung Bara membuat interaksi dengan karyawan KPC semakin intens. Menurut mereka, perusahaan tambang asing sudah memberikan dana sosial/CSR, perawatan jalan, hibah/bantuan sarana prasarana kantor-kantor pemerintahan dilingkungan tambang seperti Kecamatan, Kelurahan, Puskesmas, Polsek, Koramil dan lain-lain.
Ironisnya pejabat setempat dengan bangga menceritakan bahwa semua sarana dan prasarana di Sangata memproleh dana hibah/bantuan dari KPC. Peralatan kantor seperti komputer, printer, mesin ketik, kendaraan operasional roda empat dan lain-lain berasal dari 'hibah'Â KPC. Lalu untuk apa dan kemana dana pemerintah yang sudah dikucurkan ke Sangata?
Tentang perawatan jalan, seperti perawatan jalan utama (Jl. Yos Sudarso) bisa dilihat langsung, bila musim kemarau truk tangki air dengan rajin menyiram jalan, setiap hari supaya tidak berdebu. Musim hujan, sering terlihat dam truk hilir mudik menumpahkan batu split merah menutup lobang-lobang jalan dan bila banjir lagi-lagi pihak KPC yang turun tangan membantu meringankan penderitaanya. Kata penduduk, bila KPC tidak turun tangan mengatasi itu semua, infrastruktur jalan sudah hancur lebur. Muncul  pertanyaan di benak "Kemana anggaran pemerintah yang sudah dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur di Sangata?"
Demo? Selama saya bekerja hampir setiap dua bulan sekali saya lihat dan dengar KPC di demo oleh masyarakat sekitarnya dengan berbagai tuntutan, seperti menuntut supaya lebih memprioritaskan pekerja penduduk Sangata, klaim dan ganti rugi eh... untung tanah ulayat/adat. Sedang dari karyawan KPC atau kontraktor pada umumnya tentang kenaikkan gaji, kenaikkan tunjungan hidup dan tuntutan menjadi karyawan tetap bagi karyawan kontrak. Termasuk perusahaan ku, karyawannya menuntut kenaikkan gaji dan menolak kontrak kerja.
Penderitaan ketika tinggal di luar komplek KPC boleh dikatakan sepanjang musim, bila musim kemarau, panas menyengat, berdebu, terkadang berasap pekat dampak dari hutan terbakar. Bila jelang sore dan malam hari nyamuknya...bro. air untuk mandi berasa payau, minum air kemasan. Masuk musim hujan bila bersamaan dengan laut sedang pasang, jadi danau tiban antri menunggu laut surut.
Sedang perkampungannya, pada umumnya rumah tinggal biasa dan rumah bedeng panggung terbuat dari papan kayu beratap seng dan berlantai papan. Posisinya di bawah jalan raya, jadi bila musim hujan lingkunganya tergenang air. Penduduknya didominasi pendatang dari Sulawesi, Jawa, Menado, Nusatenggara, Sumatera. Mayoritas bekerja pada kontraktor-kontraktor KPC. Tentu mereka lebih fokus bekerja, jadi kurang peduli pada lingkungannya. Disini lah peran pemerintahlah dengan anggaran dan dana CSR seharusnya mengatasinya, namun entah menguap kemana?
Begitulah, kenangan saya dekat dengan tambang batubara KPC, antara tahun 1997-1999. Ketika itu Sangata kota Kecamatan, Kabupaten Kutai Kertanegara. Bagaimana kondisi setelah  pemekaran jadi Ibu Kota Kabupaten, apakah seperti tersebut di atas? Semoga tidak?
Sekedar urun rembug, guna antisipasi habisnya batubara, pemerintah setempat beserta masyarakat dan investor atau perusahaan-perusahaan di dalamnya, harus segera membuat terobosan kebijakan berbagai usaha jangka pendek dan panjang. Entah itu industri manufaktur padat modal dan padat teknologi. pengembangan bidang pertanian, perkebunan, perikanan dengan orientasi pasar ekspor, maupun wisata.
Kenapa tidak? Untuk bidang teknologi, seingat saya didalam salah satu klausal perjanjian kontrak karya maupun perusahaan-perusahaan asing, berkewajiban melakukan alih teknologi. Sedang area-area reklamasi yang ribuan hektar, alih fungsikan guna pengembangkan pertanian, perkebunan khusus buah-buahan seperti Durian, Manggis, Mangga, buah naga atau buah-buahan khas setempat. Dan danau-danau buatan guna perikanan dan pariwisata. Bila tidak melakukan terobosan visioner, bisa jadi Sangata kota mati!
.........
Saya ketika itu bekerja dibagian adminitrasi internal dan eksternal. Di salah satu perusahaan yang bergerak penjualan dan maintenant support product alat-alat berat tambang seperti Excavator, Dumptruck merk Liebherr antara tahun 1997-1999. Perusahaan ini melayani maintenant contract dengan PT. KPC. Sekarang, masih eksis. Kantor modern di area tambang dekat Pit Bintang, dengan kantor pusatnya di Manggar, Balikpapan.
Tahun 2000, saya kembali ke Jawa. Setiba di Bandara Adi Sucipto, satu tas berisi buku catatan, foto-foto, hardisk dan lain-lain, hilang!. Diduga ketlingsut, ketika transit dan ganti pesawat di Bandara Juanda, Surabaya. Semoga pihak yang tidak sengaja membawanya dengan membaca ini sudi mengembalikannya. Ah ini sih... ngarep.com
........
Selamat Hari Natal & Tahun baru 2014 bagi yang merayakan
Salam kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H