Mencari Cara Atasi Defisit
Pemerintah tengah mencari cara untuk mengatasi defisit APBN 2025 yang membengkak. Di Dalam APBN Tahun Anggaran 2025, alokasi belanja negara telah ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya sebesar Rp3.005,1 triliun atau terdapat defisit anggaran sebesar Rp616,2 triliun. Salah satu penyebab terjadinya pembengkakan anggaran itu adalah beban anggaran program prioritas pemerintah, yakni makan bergizi gratis.Â
Menurut Kepala Badan Gizi Nasional---Dadan Hindayana---anggaran program makan bergizi gratis yang sudah ditetapkan pemerintah dinilai tak akan cukup hingga akhir 2025. Oleh karena itu, dirinya merekomendasi tambahan anggaran sebesar Rp 100 triliun untuk bisa memenuhi target penerima manfaat yang telah dipatok pemerintah. Untuk menjalankan program tersebut, Badan Gizi Nasional memakan dana Rp 800 miliar per hari atau sekitar 75 persen dari total belanja harian Badan Gizi Nasional sebesar Rp 1,2 triliun.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan---Zulkifli Hasan---mengatakan bahwa anggaran yang tersisa untuk program makan bergizi gratis adalah sebesar Rp 71 triliun atau hanya cukup membiayai program hingga Juni 2025. Zulhas juga mengatakan untuk menjalankan program makan bergizi gratis satu tahun penuh diperlukan anggaran mencapai Rp 420 triliun.
Imbas dari defisit anggaran untuk program unggulan pemerintah ini dirasakan pada kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Seluruh kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah---terutama untuk belanja barang dan belanja modal---diminta untuk ditunda pelaksanaannya. Permintaan tersebut tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan  Nomor: S-27/PB/2025 tanggal 20 Januari 2025. Selain itu, setiap instansi pemerintah pusat juga diminta untuk melakukan identifikasi ulang terhadap kegiatan dan alokasi anggaran prioritas/non prioritas untuk mendukung kebijakan pemerintah.
Sebenarnya, dua permintaan tersebut telah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto saat menyerahkan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran dan Buku Daftar Alokasi Transfer Ke Daerah Tahun Anggaran 2025 kepada Menteri Negara/Pimpinan Lembaga dan Gubernur yang dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 2024. Selain beberapa arahan terkait pengelolaan APBN lainnya---pada kesempatan itu---beliau menyampaikan bahwa instansi pemerintah harus mengurangi pengeluaran non-prioritas yang bersifat seremonial, kajian dan seminar serta fokus untuk mengatasi permasalahan secara langsung dan meningkatkan sinergi dan harmonisasi kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat, serta menekankan agar mengoptimalkan anggaran dan mendukung program prioritas pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, ihwal defisit APBN akibat program makan bergizi gratis ini juga sudah diprediksi jauh hari oleh sebagian kalangan. Salah satunya oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pada November 2024.Â
Bhima telah memperkirakan bahwa defisit APBN akan mencapai 3,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB) jika program tersebut terus berjalan hingga mencapai target 100% di 2029. Angka ini melebihi ambang batas aman defisit APBN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 3% dari PDB Indonesia dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%.
Sayangnya, prediksi ekonom tidak bisa direspon cepat oleh jajaran kabinet merah putih. Program yang telah digaungkan sejak masa kampanye pemilihan presiden ini pun tidak cukup menjadi dasar penyusunan APBN Tahun Anggaran 2025, meski Prabowo-Gibran telah diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden sejak 21 Maret 2024. Birokrasi perencanaan anggaran tidak sepenuhnya memuluskan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih.
Jalan Terjal Kabinet Merah Putih
Di sisi lain, masalah pengelolaan anggaran negara---yang menjadi fokus perhatian Presiden Prabowo Subianto dalam arahannya---sebenarnya telah cukup lama mengemuka. Kebocoran dalam anggaran negara sudah terjadi sejak 10 tahun sejak Indonesia merdeka. Prof. Soemitro Djojohadikusumo yang menjabat sebagai Menteri Keuangan di masa itu kerap menghadapi kebocoran 30-40 persen akibat banyak penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Sejak era kemerdekaan hingga saat ini, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kebocoran anggaran tersebut. Pada sektor pengadaan barang/jasa, pemerintah telah berupaya mengubah struktur organisasi pengadaan, melaksanakan sistem pengadaan berbasis elektronik, meningkatkan keamanan pembayaran APBN dengan sistem digital, dan lain sebagainya. Sayangnya, berbagai upaya tersebut masih terus mendapat tantangan yang besar.Â