Mohon tunggu...
Sastyo Aji Darmawan
Sastyo Aji Darmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Penyuluh Antikorupsi

Menulis supaya gak lupa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal Metode Pemilihan Vendor Pemerintah Terkini, E-Purchasing

2 Oktober 2024   00:12 Diperbarui: 2 Oktober 2024   02:05 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyikapi hal tersebut, LKPP tentu tidak dapat bekerja sendiri. Perlu 'duduk bareng' dengan K/L lain untuk memperjelas norma standar tersebut dengan durasi yang cukup panjang.

Selagi menghadapi kekosongan hukum, agen Pemerintah hanya perlu menyikapinya dengan bijak. Jika memang keputusan membeli jenis dan spesifikasi barang/jasa didasarkan pada kebutuhan. Maka, seharusnya kebutuhan dasar setiap instansi pemerintah adalah sama atau standar. Dan kebutuhan barang/jasa itulah yang layak ditayangkan di katalog elektronik.

Sementara itu, untuk barang/jasa yang bersifat unik atau kebutuhan batang/jasa khusus dari setiap instansi pemerintah dapat 'distandarkan' secara terbatas untuk lingkup tertentu dan ditayangkan pada katalog elektronik sektoral/lokal. Akses pengelolaan katalog sektoral/lokal telah diberikan oleh LKPP ke  masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Misal, Kementerian ESDM mungkin membutuhkan barang/jasa yang khusus untuk keperluan pertambangan yang akan digunakan oleh semua satuan kerja di bawahnya. Maka, barang/jasa tersebut dapat ditayangkan di katalog sektoral Kementerian ESDM. Produk unik tersebut menjadi 'standar' dalam ruang lingkup yang terbatas.

Teknologi Baru, Budaya Masih Yang Dulu

Perihal barang/jasa yang bersifat standar belum dipahami secara seragam oleh setiap instansi Pemerintah. Akibatnya, banyak produk-produk custom bermunculan di katalog elektronik.

Harus diakui, respon pelapak dalam memenuhi kebutuhan konsumen cukup proaktif. Tidak ubahnya pasar konvensional, pelapak seolah menangkap peluang bisnis yang prospektif dengan dibukanya 'pasar bebas' katalog elektronik. Saking bebasnya, baik penjual atau pembeli lalai dalam membatasi perilakunya dengan norma yang berlaku.

Produk-produk custom tersebut jelas tidak sejalan dengan gagasan bahwa katalog elektronik hanya diperuntukan bagi barang/jasa yang bersifat standar. Kustomisasi/diversifikasi barang/jasa di katalog elektronik dapat tetap dilakukan, namun bukan berdasarkan permintaan satu-dua pihak. Melainkan sebagai strategi bisnis, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berada pada kemampuan anggaran, kemampuan pengoperasian dan pertimbangan objektif lainnya yang dihitung secara agregat.

Yang lebih memprihatinkan adalah-meski e-purchasing dan katalog elektronik digadang-gadang sebagai wujud pemanfaatan teknologi informasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah-sebagian besar pelapak masih menerapkan cara pemasaran konvensional door to door. Fenomena yang tidak akan anda temukan pada pelapak shopee, tokopedia, dan marketplace lainnya.

Para pelapak akan mendatangi satu persatu kantor instansi pemerintah untuk memperkenalkan produk dagangannya. Berbekal pertemuan itu-lah, kustomisasi produk pada katalog elektronik akan terjadi. Sehingga, kita akan mudah menemukan produk tertentu di katalog elektronik yang hanya dikhususkan untuk satu pihak saja. 

Dari fenomena ini pun kita dapat berasumsi: bukan hanya sifat standarnya yang tidak diterapkan, tapi iklim persaingannya sangat diragukan. Padahal, tujuan awal membuka katalog elektronik sebebas-bebasnya bukan sekedar untuk menciptakan lonjakan transaksi dan jumlah penayangan produk, melainkan demi terciptanya 'pasar persaingan sempurna' dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah. Jika iklim persaingan tidak mampu dijaga, jangan bermimpi belanja Pemerintah memberikan multiplier effect bagi perekonomian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun