Adanya proses komunikasi dan interaksi antar narapidana dalam durasi waktu yang cukup lama dan intensitas yang cukup sering di dalam Lapas juga memungkinkan terjadi proses pembelajaran kejahatan yang oleh Sutherland disebut dengan differentiational association.
Dikaitkan dengan issue kerusuhan dan kebakaran beberapa waktu yang lalu, maka kondisi idleness seperti di atas tentu sangat mengerikan. Kondisi idleness jelas akan menjadikan Lapas sebagai penyumbang lampu kuning terhadap indikator keamanan nasional.
Hal ini didasarkan pada kenyataan yang dijelaskan oleh Frank J. Culiffo, bahwa penjara diyakini sebagai inkubator ide-ide ekstrem, di mana berbagai varian gerakan milisi dibentuk dan merekrut.
Senada dengan hal tersebut, Jess Maghan, seorang Praktisi Senior Intelijen Pemasyarakatan Canada menjelaskan bahwa tipikal-tipikal kejahatan yang terorganisir memang sangat canggih dalam menggunakan lingkungan penjara untuk keuntungan mereka.
Mereka selalu mampu menempatkan penjara menjadi bagian dari permainan, penjara dipersepsikan sebagai waktu untuk beristirahat, menghitung, dan merekrut. Mereka bergerilya dalam menggalang kekuatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan penjara.
Tentunya ini perlu menjadi perhatian khusus otoritas penjara dalam menciptakan sebuah terobosan kebijakan dalam mengatasi idleness tersebut.
Dalam konteks ini, populasi Lapas yang saat ini hampir seluruhnya mengalami overcrowded, maka pembinaan yang bersifat massive sehingga menyerap banyak tenaga kerja dianggap lebih efektif daripada pembinaan segmented yang belum tentu dapat dilakukan atau diminati oleh masing-masing narapidana. Bagaimana sebisa mungkin narapidana terserap dalam pembinaan yang berorientasi kerja dan memiliki keberlanjutan yang pasti seperti sebuah kegiatan industri yang berada di dalam Lapas.
Praktik kegiatan industri di Lapas selain sebagai manifestasi dari pemberian bekal hidup, juga dirasakan selaras dengan kebutuhan Lapas dalam mengatasi idleness yang sangat berpotensi terhadap berbagai gangguan keamanan.
Dengan suasana kerja yang diciptakan melalui industri di Lapas, maka proses-proses interaksi antar narapidana secara konstruktif dimasukan dalam sebuah kanal yang salurannya dapat dengan mudah diarahkan dan bahkan dibatasi agar sesuai dengan tujuan.
Proses interaksi yang begitu acak dalam kondisi idleness, akhirnya dapat dipolakan dengan penempatan narapidana dalam pos-pos kerja pada industri di Lapas.
Berdasarkan kaidah organisasi dalam sebuah kegiatan indusri maka departementalisasi pekerjaan menjadi alasan yang tepat bagi otoritas Lapas untuk secara ketat melakukan pengawasan melalui puzzling komposisi narapidana yang dilokalisir dalam menciptakan lingkungan kerja.