Ketika sedang menunggu pesanan makanan di resto di sebuah mal, seorang ayah ditanya oleh anaknya, laki-laki 8 tahun,
”Ayah, apa yang sebaiknya saya lakukan bila saya dapat uang Rp 500 ribu dari kakek ? ’.
“Lho, apakah kakekmu memberi uang sebesar itu ? Kapan ?”
“Ah enggak...belum...yah.... tapi seandainya dapat “
Sedetik dua detik berpikir dan kemudian menarik nafas, sang ayah menjawab :
”Jika diberi Rp 500 ribu, dapat kau belanjakan Rp 250 ribu untuk keperluan dirimu sendiri, Rp 150 ribu kau simpan, Rp 50 ribu untuk traktir kawan-kawanmu di sekolah. Sedangkan Rp 50 ribu lagi untuk anak-anak sebayamu yang benar-benar miskin yang berada dekat rumah atau di di sekitar sekolahmu. Begitu kira-kira baiknya. Nah, ayah juga punya pertanyaan untukmu. Gantian !”
“Apa itu yah”
“Begini, dari uang yang kau bagi-bagi itu, mana yang sesungguhya untuk dirimu sendiri ?”
”Berapa ya ? “ tanya sang anak kepada dirinya sendiri. Dan setelah sejenak berpikir dia menjawab , “ Oh yah, uang untuk saya sendiri Rp 400 ribu, yaitu Rp 250 ribu untuk belanja dan Rp 150 ribu untuk disimpan”.
“Oh itu jawabmu ? Sebenarnya bukan nak.... karena bagaimanapun juga Rp 400 ribu yang kau sebut uangmu itu akan habis juga..... Justru Rp 100 ribu itulah yang untuk dirimu dan tak akan hilang sampai kapanpun. “
“Mengapa bisa demikian, yah ?”
“Dengan Rp 50 ribu untuk mentraktir kawan-kawanmu, engkau akan dikenang mereka. Kenangan baik itulah yang akan muncul kelak saat engkau bertemu mereka kembali dan akan mereka ingat sampai mereka pikun atau mati.. Apalagi kalau saat mentraktir, engkau tidak sombong, tidak tengil dan tidak sok kaya.”
“Lho itu kan cuman kenangan bagi mereka. Apa untungnya buat saya, ayah ?”
“Dengan kamu punya kawan yang terkenang oleh kebaikanmu, suatu saat engkau akan mendapat rezeki jika kawanmu mendapat rezeki. Bisa saja salah seorang kawanmu kelak menjadi presiden bukan ? Bayangkan kalau dia jadi presiden dan kamu orang pintar, tentu kamu bisa diangkatnya jadi menteri...”
“Boleh jadi ayah demikian, yah. Lantas tentang yang Rp 50 ribu satunya lagi, apa hubungannya dengan saya ?”
“Rp 50 ribu yang kau berikan kepada anak miskin sebayamu itu sesungguhnya merupakan sumbanganmu untuk melembutkan hati anak-anak miskin yang biasanya cenderung keras atau sangar karena kemiskinannya. Apalagi kalau uang itu kau belikan makanan bergizi untuk mereka, tentu akan mengurangi kebodohan mereka. “
“Bayangkan, “lanjut sang ayah, “betapa engkau telah menyumbang sebagian manusia miskin sebayamu agar kelak besar tidak sangar dan tidak bodoh. Merekalah yang akan bersamamu di negeri ini kelak kalau sudah besar. Selain menjadi bawahan, boleh jadi di antara mereka ada yang jadi atasan. Bayangkan saja kalau dia yang bodoh dan sangar itu jadi anak buah. Tentu pimpinannya akan kerepotan. Kalau jadi atasan, tentu anak buahnya akan kesusahan. ”
“Ya..benar, yah. Kalau begitu saya akan lakukan jika saya diberi kakek uang berapapun besarnya. “
“Tanpa diberi uang oleh kakekmupun kamu bisa melakukan hal yang sama.”
“Uangnya dari mana ?”
“Bukan uang yang kau berikan kepada mereka. Tetapi tenagamu. “
“Maksudnya bagaimana, yah ?”
“Kau kan tidur sekitar 8 jam. Dikurangi 8 jam, engkau melek 16 jam. Nah dari 16 jam itu nak, yang untuk kamu sendiri sekitar 2 jam. Dengan 2 jam itulah kau punya waktu untuk menyenangkan kawan-kawanmu tanpa pakai uang. Dengan 2 jam itu pula kau usahakan bisa mengajak atau merayu temanmu yang kaya agar mau membelikan makanan yang sehat untuk temanmu yang miskin. Kedua hal itu tak perlu uang. Modalmu hanya akal, mulut dan tidak malu mengajak. Mengerti ? ”
“Mengerti, yah...Tapi apakah 2 jam itu angka pasti ?”
“Tidak nak. Yang jelas pasti bisa dilakukan adalah membuat senang hati teman serta mengajak teman yang kaya agar peduli teman miskin. Baik dalam keadaan engkau punya atau tidak punya uang...Mengerti ?”.
“Mengerti, yah.....terima kasih. Tuh pesanan cwimienya sudah datang !”
“Oke, ayo kita santap !”
Sastrawan Batangan, 27-3-2015 / Kompasiana / Cermin
Catatan : (1) Sebagai pengejawantahan Qs 107:1-7, 89:15-20, dll; (2) Sumber foto : beritagrosirkripik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H