Mohon tunggu...
An.Sastra
An.Sastra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pada Antahbrantah

7 Oktober 2024   22:29 Diperbarui: 8 Oktober 2024   04:03 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Di hamparan sunyi tanpa batas, aku melangkah di antara bayang-bayang yang tak punya asal. Di sana, di antara jejak-jejak tak kasat mata, terhampar dunia yang tak pernah benar-benar ada, Antahbrantah.

Di tempat ini, kesepian bukanlah sekadar ketiadaan suara, melainkan langit luas yang tak mampu disentuh. Segala ada, namun tak pernah utuh, sebuah irama tanpa nada, sebuah sajak tanpa kata.

Aku mencari, melangkah dalam kekosongan, meraba angin sepi yang bergulung tanpa akhir. Kutatap mereka, jiwa-jiwa lain yang juga berjalan di antara kabut yang tak pernah mencair. Kulihat bayang-bayang yang melintas, mereka seperti aku, namun bukan aku.

Mereka menyimpan kehampaan mereka sendiri, terselubung dalam dinding yang tak tertembus. Aku mencoba mengerti, meresapi kehampaan yang melingkupi mereka, berharap bisa menyeberangi jurang yang tak terlihat itu.

Baca juga: Asmara Renjana

Tapi Antahbrantah bukanlah dunia yang membiarkan sentuhan terjadi. Aku hanya bisa mendekati, tanpa pernah benar-benar tiba. Setiap kali kukira sudah menyentuh dasar kekosongan mereka, hanya ada bayangan yang kabur, terserap kembali ke dalam kabut yang melingkari. Mereka seperti pantulan dalam cermin yang retak, pecahan-pecahan yang kutatap, namun tak pernah benar-benar kurasakan.

Aku mendengar suara mereka, serupa bisikan lembut yang tertelan angin, sebuah lagu yang kehilangan nada, hanya gema yang jauh. Kutahu ada kehampaan di sana, kesepian yang tak terucap, tapi tak ada yang bisa kudengar kecuali sunyi yang semakin dalam.

Dan ketika aku berharap sebaliknya bahwa mereka akan melihat kehampaan dalam diriku, mereka hanya menemukan keheningan yang asing, seperti lembaran kosong yang tak terbaca.

Antahbrantah adalah tempat di mana kita semua berjalan dalam lingkaran kesunyian masing-masing, terikat oleh takdir yang sama, namun terpisah oleh tembok yang tak terlihat. Setiap langkah yang kuambil terasa berat, bukan karena lelah, tapi karena jarak yang tak pernah terjembatani.

Aku melihat mereka, mereka melihatku, tapi di sini, di Antahbrantah, pandangan hanya memantulkan kekosongan diri sendiri.

Aku ingin memahami kekosongan mereka, tapi semakin aku mendekat, semakin jauh mereka terasa. Seperti mencoba menggenggam asap, kehampaan mereka meloloskan diri dari genggamanku, terpecah menjadi serpihan-serpihan tak bermakna.

Dan aku bertanya-tanya, apakah mereka juga mencoba memahami kehampaan dalam diriku? Ataukah kita hanya aktor dalam drama sunyi ini, berpura-pura saling peduli, tapi sebenarnya terjebak dalam labirin kesendirian masing-masing?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun