Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Konspirasi [2]

5 Mei 2019   11:38 Diperbarui: 5 Mei 2019   11:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

2. Debt Collector  

'Tanggal 27 bulan ke tiga. 

Hari ini cocok untuk melakukan pekerjaan apapun! Kidang Bintulu berbaring di atas pembaringan. 

Yaa, pembaringan yang empuk, lembut dan harum. Pembaringan ini milik Podang Selasih,  seorang gadis yang halus, lembut dan harum. Dia setiap kali bertemu dengan Kidang Bintulu, sekulum senyuman yang akan menghiasi bibirnya.

Agak termangu Kidang Bintulu memandang langit nan biru di luar jendela, akhirnya ia menghembuskan napas panjang seraya bergumam:"Ooo...hari ini memang hari baik!"

Podang Selasih tidak tertawa, ia menyambung dengan nada hambar: "Aaa, betul! Hari ini memang hari baik, termasuk hari baik untuk membunuh seseorang...!"

"Kau ingin membunuh orang?" Kidang Bintulu memegang dagunya dan mengangkat wajahnya.

"Yaa, aku ingin membunuh orang..."

"Siapa yang ingin kau bunuh?"

"Kau!"

Kidang Bintulu sama sekali tidak terkejut, dia malah tertawa.  Tertawa lebar dengan penuh kehangatan.

"Sebenarnya aku sungguh sungguh ingin membunuhmu" kata Podang Selasih sambil menggigit bibir. "Tapi setelah kupikir kembali, apalagi setelah kau datang menjengukku...niat itu terpaksa kuurungkan"

"Kenapa kau urungkan?"

"Tentu saja. Karena hari ini tuan muda Kidang Bintulu, akan melangsungkan perkawinan"

Matanya yang jeli mulai berkaca kaca, lanjutnya:"Akupun tahu hari ini tuan muda Kidang Bintulu datang hanya ingin mengatakan, bahwa sejak hari ini hubungan kita putus sampai di sini,  iya bukan?"

Kidang Bintulu tak dapat menyangkal, dia pun sedikit merasa sedih. "Aku membawa sesuatu untukmu" bisiknya.

Sambil mengeluarkan seuntai kalung permata yang indah, ia menambahkan: "Aku pernah menyanggupi permintaanmu, dan sampai sekarang aku belum melupakannya"

Podang Selasih menerima hadiah itu, membelainya penuh kasih sayang, lalu bergumam:"Aku tahu, suatu ketika kau pasti membawakan benda ini untukku, sebab kau adalah seorang laki laki yang pegang janji..."

Air mata tak sampai meleleh keluar, tapi tangannya sudah gemetar keras, seluruh tubuhnya hampir saja ikut menggetar keras. Tiba tiba ia melompat bangun, mencampakkan untaian kalung permata tersebut ke wajah Kidang Bintulu, lalu berteriak penuh emosi:"Kau anggap aku sudi menerima untaian kalung busuk ini? Apalagi pemberian dari  telur busuk kecil"

Untung kalung permata tersebut tak sampai mengena di wajah Kidang Bintulu, benda itu melayang ke luar  jendela dan jatuh ke halaman depan sana. 

Kidang Bintulu kembali tertawa. "Masih mendingan kalau cuma telur busuk kecil" katanya,"sebab sedikit banyak toh ada kebaikannya juga!"

"Kebaikan apa? Katakan!" Podang Selasih mencak mencak semakin marah.

"Jelek-jelek begini, telur busuk kecil lebih mendingan daripada telur busuk tua !"

Dia ingin membuat Podang Selasih tertawa, ingin menyaksikan gadis itu terpingkal-pingkal karena geli.  Tapi Podang Selasih tidak tertawa, untaian kalung permata yang terlempar ke luar jendela itu telah melayang kembali.

"Craat...!" 

Sebatang anak panah  menyambar masuk ke ruangan dan menancap pada tiang. Batang anak panah itu berwarna perak, bulu peraknya masih bergetar keras ketika sebatang panah yang lebih pendek kembali menyambar masuk dan membelah anak panah yang pertama menjadi dua bagian.

Podang Selasih tertegun, belum pernah ia saksikan permainan panah sehebat ini.

Senyuman yang menghiasi bibir Kidang Bintulu seketika berubah menjadi senyuman getir, dia menghela napas. "Ooooh...para debt collector telah datang!"

"Mau apa mereka kemari?" tanya Podang Selasih dengan paras muka berubah.

"Julukannya saja debt collector, tentu saja datang untuk menagih hutang, apakah kau tidak tahu kalau hari ini orang itu akan menagih hutang?"***

Di luar sana, di depan sebuah loteng kecil, terdapat sebuah taman. Bunga beraneka warna tumbuh dengan suburnya di sekeliling loteng kecil, ada yang berwarna merah, ada yang berwarna hijau dan ada pula yang berwarna kuning telur. Dua orang manusia berbaju hitam berdiri di tengah bunga yang indah, mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. 

Seorang lelaki masih muda dan seorang wanita sudah lanjut usia. Yang muda adalah seorang laki-laki kekar tinggi semampai, sedang yang lainnya seorang nenek bongkok yang memiliki sepasang mata yang tajam, setajam bintang fajar di pagi hari. Ke dua orang itu sama sama menggembol busur, busur emas dengan sarung kulit hitam, yang satu panjang dan yang lain pendek.

Waktu itu Podang Selasih berdiri di tepi jendela di atas loteng kecil, menyaksikan dua orang itu, dia lantas bertanya keheranan: "Siapakah mereka berdua?"

"Nenek Bongok dengan putranya!" jawab Kidang Bintulu.

"Manusia macam apakah Nenek Bongok itu?"

"Seorang jago silat yang sanggup membidik sepasang mata lalat dari jarak sepuluh kaki dengan anak panahnya!"

"Oooh, begitu hebatkah nenek bungkuk itu..." keluh Podang Selasih dengan paras berubah.

"Meski putranya tidak sehebat ibunya, namun dia memiliki tenaga dalam yang dahsyat, bila dia sedang gembira setiap saat anak panahnya dapat menembusi dada dua orang yang berdiri beriring"

Ia menghela napas lalu menambahkan:" Busur emas panah perak, ibu anak terbang bersama, siapa yang bertemu dengan mereka siapa pula yang tertimpa sial"

"Tapi justru kau telah berhutang kepada mereka"

Kidang Bintulu tertawa getir."Memang selamanya aku selalu sial!"

"Kau hutang apa dengan mereka?"

"Hutang dua orang manusia!"

"Haaaah, hutang dua manusia? Apakah maksudmu?" Tentu saja Podang Selasih tidak akan mengerti.

"Suatu ketika, aku pulang dari minum kopi di Telaga Belirang di malam sepi kusaksikan ada dua gadis kecil sedang melarikan diri dikejar oleh putra Nenek Bongok, salah seorang nona kecil itu sudah terbidik panahnya dan berteriak minta tolong!"

Ia menghela napas, terusnya:"Tentu aku  turun tangan untuk memberi bantuan setelah menyaksikan seorang laki-laki mengejar dua gadis kecil, kubantu mereka menahan pengejaran tersebut dan memberi kesempatan gadis kecil untuk menyelamatkan diri"

"Lantas"

"Sesudah kejadian itu, aku baru tahu kalau dua gadis cilik yang kutolong sebenarnya bukan gadis kecil"

"Kalau bukan gadis cilik lantas apa?' Tanya Podang Selasih semakin tidak mengerti.

"Rupanya mereka adalah laki laki yang menyaru sebagai gadis cilik...!"

Podang Selasih tertegun, ia berdiri tertegun, dan semakin tidak mengerti.

Pelan-pelan Kidang Bintulu menarik napas, tuturnya:"Rupanya dalam dunia persilatan terdapat organisasi yang bernama Sarang Tawon Mas perkumpulan itu adalah kelompok organisasi bawah tanah dari para Mucikari, untuk memperlancar usaha mereka sering kali anggotanya menyaru sebagai gadis cilik"

"Kalau begitu, ke dua orang gadis yang kau tolong juga para Mucikari?"

Sambil tertawa getir Kidang Bintulu mengangguk. "Untung mereka ibu dan anak tidak menuduh aku sebagai komplotan Penjahat Pemetik Bunga, coba kalau tidak, wah....rusak nama baikku!"

"Meskipun begitu, tentu saja mereka tak akan membebaskan kau dengan begitu saja, bukan?"

"Benar, mereka memberi batas waktu tiga bulan kepadaku, dalam waktu yang disediakan itu aku harus dapat menangkap kembali ke dua orang Mucikari tersebut dan diserahkan kepada mereka"

"Dan kini batas waktunya sudah habis?"

"Belum! Cuma sudah hampir..."

"Sudah berhasil kau tangkap kembali ke dua orang itu?"

"Belum!"

Podang Selasih mencoba menatap wajahnya, lalu sambil gelengkan kepalanya ia menghela napas. "Aku lihat tampaknya di dunia ini masih terdapat manusia yang suka menangkap kutu untuk dilepaskan kembali diatas rambut sendiri, mengapa kau menjadi manusia semacam itu?"

"Mendingan kalau cuma satu dua ekor kutu rambut saja!"

"Lalu masih ada apa lagi di rambutmu?"

"Agaknya masih ada lima atau enam ekor kalajengking serta tujuh atau delapan ekor ular beracun!"

Podang Selasih tidak bertanya lagi, dia terbisu untuk beberapa saat. Sekarang, ia telah melihat beberapa ekor ular beracun yang betul-betul masih hidup. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun