"Jelek-jelek begini, telur busuk kecil lebih mendingan daripada telur busuk tua !"
Dia ingin membuat Podang Selasih tertawa, ingin menyaksikan gadis itu terpingkal-pingkal karena geli. Â Tapi Podang Selasih tidak tertawa, untaian kalung permata yang terlempar ke luar jendela itu telah melayang kembali.
"Craat...!"Â
Sebatang anak panah  menyambar masuk ke ruangan dan menancap pada tiang. Batang anak panah itu berwarna perak, bulu peraknya masih bergetar keras ketika sebatang panah yang lebih pendek kembali menyambar masuk dan membelah anak panah yang pertama menjadi dua bagian.
Podang Selasih tertegun, belum pernah ia saksikan permainan panah sehebat ini.
Senyuman yang menghiasi bibir Kidang Bintulu seketika berubah menjadi senyuman getir, dia menghela napas. "Ooooh...para debt collector telah datang!"
"Mau apa mereka kemari?" tanya Podang Selasih dengan paras muka berubah.
"Julukannya saja debt collector, tentu saja datang untuk menagih hutang, apakah kau tidak tahu kalau hari ini orang itu akan menagih hutang?"***
Di luar sana, di depan sebuah loteng kecil, terdapat sebuah taman. Bunga beraneka warna tumbuh dengan suburnya di sekeliling loteng kecil, ada yang berwarna merah, ada yang berwarna hijau dan ada pula yang berwarna kuning telur. Dua orang manusia berbaju hitam berdiri di tengah bunga yang indah, mereka adalah seorang pria dan seorang wanita.Â
Seorang lelaki masih muda dan seorang wanita sudah lanjut usia. Yang muda adalah seorang laki-laki kekar tinggi semampai, sedang yang lainnya seorang nenek bongkok yang memiliki sepasang mata yang tajam, setajam bintang fajar di pagi hari. Ke dua orang itu sama sama menggembol busur, busur emas dengan sarung kulit hitam, yang satu panjang dan yang lain pendek.
Waktu itu Podang Selasih berdiri di tepi jendela di atas loteng kecil, menyaksikan dua orang itu, dia lantas bertanya keheranan: "Siapakah mereka berdua?"