Psikolinguistik bertujuan untuk menguraikan proses-proses psikologis pada kondisi di mana seseorang menghasilkan atau menyimak kalimat dan memahami bagaimana proses pembentukan kemampuan berbahasanya (Suhartono & Sodiq, 2016: 1.4-1.8)
Teori Psikolinguistik
Studi psikolinguistik diperkirakan muncul pada tahun 1952, yaitu pada konferensi interdisipliner para linguis dan psikolog di Amerika Serikat, yaitu Social Science Research Council. Sementara, istilah psikolinguistik sendiri diperkenalkan secara resmi oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok melalui karyanya yang berjudul Psycholinguistics, A Survey of Theory and Research Problems pada tahun 1954. Sejak buku tersebut terbit, psikolinguistik pun telah disepakati sebagai kajian ilmu interdisipliner antara psikologi dan linguistik (Natsir dalam Suharti, 2021:1).
Secara etimologis, psikologi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu psychology. Menurut histori, psychology sendiri berasal dari Bahasa Yunanti, yaitu psycho yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Berdasarkan hal tersebut Moris dan Maisto (dalam Martini, 2012: 1.4) menyatakan:
Psychology is the scientific study of behaviour and mental process
Artinya, psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Sarwono (1976) juga mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Sementara itu, Morgan dkk (1979) menyimpulkan psikologi sebagai studi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan, termasuk juga penerapan ilmu tersebut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi manusia.Â
Studi interdisipliner selanjutnya yakni linguistik. Istilah linguistik merupakan kata serapan dari Bahasa Latin, yaitu lingua yang berarti bahasa. Langacker (1973) berpendapat bahwa linguistik merupakan ilmu yang mengkaji sistem kebahasaan manusia. Selanjutnya, Harimurti (1993) menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa yang juga menyelidiki bahasa secara ilmiah. Martinet (1987) juga berpendapat bahwa linguistik adalah ilmu yang menelaah bahasa manusia secara ilmiah.Â
Melalui penelusuran definisi ilmu interdisipliner psikologi dan linguistik sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
Psikolinguistik merupakan disiplin ilmu yang merupakan kombinasi keduanya yang berorientasi untuk mengkaji unsur psikologis pada orang yang berbahasa.Â
Untuk lebih jelasnya, Simanjuntak (1987) menyatakan bahwa psikolinguistik bertujuan untuk menguraikan proses-proses psikologis pada kondisi di mana seseorang menghasilkan atau menyimak kalimat dan memahami bagaimana proses pembentukan kemampuan berbahasanya (Suhartono & Sodiq, 2016: 1.4-1.8).Â
Selain itu, Chaer (2003: 15) dalam bukunya yang berjudul Psikologis: Kajian Teoretik juga memiliki pendapat yang tak jauh berbeda dengan menerangkan bahwa psikolinguistik menjadi sebuah disiplin ilmu yang menerangkan perihal hakikat, pemerolehan, dan pengunaan struktur kebahasaan melalui penerapan pengetahuan linguistik, psikologi, dan aspek sosial yang berkenaan dengan bahasa.Â
Dalam proses pengkajian aspek psikologis pada fenomena kebahasaan, psikologis memiliki beberapa acuan dalam mengamati objek kajian, antara lain (1) pemerolehan bahasa, (2) hubungan pengetahuan dan penggunaan bahasa, (3) produksi dan resepsi bahasa (Aichitson, 1984).Â
Selanjutnya, Dardjowidjojo (2005) menyatakan bahwa objek kajian psikolinguistik dapat dilihat dari: (1) produksi, yaitu proses mental pada orang yang melakukan kegiatan berbahasa, (2) komperehensif, yaitu proses mental saat seseorang memahami maksud orang lain, (3) landasan neurologis dan biologis yang mempengaruhi kemampuan berbahasa pada manusia, dan (4) pemerolehan bahasa (Suhartono & Sodiq, 2016: 1.9).Â
Selain sebagai ilmu interdisipliner, psikolinguistik juga merupakan ilmu otonom atau mandiri. Suharti et al., (2021: 10-11) memaparkan bahwa terdapat tujuh aspek yang terkandung dalam ruang lingkup kajian psikolinguistik. (1) Kompetensi, yaitu proses bahasa dalam komunikasi dan proses mental pada manusia. Dalam hal ini, psikolinguistik bertujuan untuk mendalami kemampuan dasar individu dalam memperoleh pengetahuan berbahasa.Â
Misalnya, seperti ketatabahasaan, kosa kata, atau bagaimana seseorang menciptakan tuturan yang utuh. (2) Akuisisi, yaitu pemerolehan bahasa. Psikolinguistik mampu memahami proses yang berlangsung dalam otak dari seorang anak yang memperoleh bahasa pertamanya dari lingkungan terdekatnya. (3) Performansi, yaitu pola tingkah laku berbahasa. Performansi dalam studi psikolinguistik berorientasi pada sistem penggunaan bahasa dalam situasi tertentu. performansi dapat dilihat melalui kegiatan komunikasi, yaitu hasil dari pergerakan organ suara dalam tubuh manusia.Â
Selanjutnya, (4) Asosiasi verbal dan pemerolehan makna. Saat berkomunikasi, setiap penutur selalu berupaya mengekspresikan lambang-lambang bahasa (semantik) pada mitra tuturnya. Hal tersebut dapat dikaji oleh psikolinguistik yang membahas bagaimana makna tersebut diperoleh. (5) Proses bahasa pada orang abnormal. Psikolinguistik mengkaji penyebab dan penyembuhan dari gangguan berbahasa pada manusia. (6) Persepsi ujaran dan kognisi. Berkenaan dengan hal ini, psikolinguistik akan mempelajari penafsiran proses ujaran yang melibatkan tiga proses, yaitu pendengaran, penafsiran, dan pemahaman pada suara yang dihasilkan. (7) Pembelajaran bahasa. Tingkat kemampuan berbahasa dapat nilai melalui bagaimana seseorang menguasai pembelajaran bahasa tersebut. Psikolinguistik mampu menjadi "pisau" kajian dalam menilai bagaimana pembelajaran bahasa dimaknai oleh setiap pembelajarnya.
Psikolinguistik menjadi pengetahuan dengan jangkauan ilmu yang sangat luas, bersifat kompleks, dan melahirkan beberapa subdisplin psikolinguistik, antara lain (Damayanti & Suryandari, 2017: 36-37):Â
- Psikolinguistik teoritis, yaitu psikolinguistik yang berorientasi pada proses-proses mental manusia dalam melakukan kegiatan berbahasa, seperti rancangan fonetik, pemilihan kata, sistem sintaksis, wacana, dan penggunaan intonasi. b. Psikolinguistik perkembangan, yaitu psikolinguistik yang berkeenaan dengan pemerolehan bahasa, baik yang pertama mau pun kedua. Objek kajiannya seperti pemerolehan fonologi, semantik, dan sintaksis.Â
- Psikolinguistik sosial, yaitu psikolinguistik yang mengkaji beragam aspek sosial yang bekaitan dengan bahasa. Hal ini bertujuan agar bahasa tidak hanya dipahami sebagai alat berkomunikasi, namun juga sebagai gejala, identitas suatu kelompok sosial, dan bahkan bukti ikatan batin yang telah dijalani dari waktu ke waktu.Â
- Psikolinguistik pendidikan, yaitu psikolinguistik yang mengkaji proses pendidikan yang terjadi pada sebuah sekolah. Misalnya, perihal pengajaran bahasa dan kemampuan berbahasa.Â
- Psikolinguistik neurologi (neuropsikolinguistik), yaitu psikolinguistik yang berfokus pada hubungan yang terjalin antara bahasa, berbahasa, dan seperangkat otak manusia. Melalui subdisiplin ini, banyak pakar yang telah berhasil memberi nama pada bagian struktur biologis otak yang baru diketahui. Bisa dikatakan, neuropsikolinguistik menjadi disiplin ilmu yang berfokus pada perkembangan otak melalui eksperimen yang melibatkan psikologi dan linguistik.Â
- Psikolinguistik eksperimen, yaitu psikolinguistik yang berfokus pada observasi dan eksperiman pada sebab-akibat dalam kegiatan berbahasa, baik yang melibatkan satu pembicara maupun lebih.Â
- Psikolinguistik terapan, yaitu subdisiplin yang bertugas menjembatani penerapan dari enam subdisiplin sebelumnya, seperti implementasi pada psikologi, linguistik, pembelajaran bahasa, komunikasi, sastra, dan lainnya. Â
Peran Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa
Psikolinguistik sebagai Pendekatan
Pembelajaran merupakan sebuah kesatuan dari berbagai sistem yang terdiri dari beragam komponen yang saling bergantung dan menunjang (Damayanti & Suryandari, 2017: 34). Menurut (Abidin, 2015: 3), pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan guru untuk menciptakan kondisi belajar pada siswa. Sejalan dengan dua pendapat di atas, (Kristiantari, 2010: 18) juga menjelaskan bahwa pembelajaran dianggap sebagai proses yang berisi kegiatan penyampaian informasi dan rancangan aktivitas untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Setiap pembelajaran bersubstansi pada penyampaian informasi dan materi pada keilmuan tertentu, tak terkecuali pada ilmu kebahasaan.
Pembelajaran bahasa dimaknai sebagai pembelajaran yang berupaya memberikan pengetahuan kepada siswa perihal kaidah-kaidah kebahasaan (Suwarno dalam Natsir, 2017: 27). Dalam pembelajaran bahasa, cakupan materinya melibatkan dua sasaran kemampuan berbahasa. Pertama, keterampilan berbahasa menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Kedua, kompetensi kebahasaan yang diukur melalui kemampuan menggunakan komponen bahasa seperti bunyi bahasa, kosakata, pemilihan kata frasa, kata, dan kalimat, serta penggunaan tata bahasa (Djiwandono dalam Tajuddin, 2017: 202). Apabila dikaitkan dengan tujuan instruksional dalam pembelajaran, maka guru seharusnya mengajarkan bahasa, bukan mengajarkan teori bahasa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk menguasai materi dan menentuk model pembelajaran apa yang tepat untuk diterapkan. Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat menjadi opsi sebagai salah satu acuan sistematika proses pembelanjaran, diantaranya (Tajuddin, 2017: 204):
- Model Spolsky, yaitu pengajaran bahasa yang berorientasi pada teori belajar bahasa, deskripsi bahasa, dan teori penggunaan bahasa.
- Model Imigram, yaitu pembelajaran bahasa yang melibatkan wawasan keilmuan secara teori dan praktik, seperti ilmu dasar, prinsip pembelajaran bahasa, dan metodologi yang berkaitan.Â
- Model Mackey, yaitu pembelajaran yang berfokus pada lima variabel, yaitu metode dan materi, kegiatan apa yang dilakukan oleh guru dan siswa, apa yang diperoleh oleh siswa, dan aspek sosiokultural dan sosiolinguistik (Pringgawidagda, 2002: 25).Â
- Model Steven, yaitu proses pembelajaran yang melibatkan kebijakan dan tujuan, administrasi dan organisasi yang menjalankan proses pendidikan, profesionalisme tenaga pendidik, pembelajar, hingga evaluasi pembelajaran. Â
Keberhasilan pembelajaran diukur dari peran guru, peran siswa, materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, evaluasi pembelajaran, serta sarana yang mendukung proses pembelajaran. Selain berlangsung secara mekanistik, pembelajaran juga berlangsung secara mentalistik atau melibatkan kegiatan mental. Seperti yang kita ketahui, siswa tidak hanya dipahami sebagai subjek pembelajaran, melainkan juga sebagai organisme yang memiliki aktivitas dalam mencapai ranah psikologi. Demikian pula pada pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, psikolinguistik menjadi pendekatan yang tepat dalam memahami aspek psikologis yang terlibat pada kegiatan berbahasa dalam pembelajaran bahasa.Â
Harley (dalam Kadir, 2017: 2) memaparkan bahwa psikolinguistik merupakan sebuah studi yang mampu mengungkap proses mental dalam penggunaan bahasa. Artinya, studi ini juga bisa diterapkan dalam pembelajaran bahasa di kelas melalui proses reduksi pembelajaran. Psikolinguistik menuntut guru untuk lebih mengenal kondisi psikologis yang dimiliki oleh setiap siswa. Hal tersebut bisa diketahui melalui kegiatan pendekatan guru terhadap siswa-siswanya demi terciptanya suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan.Â
Pendekatan dalam konsep psikolinguistik ini didefinisikan sebagai salah satu cara yang efektif dan baik dalam mengoptimalkan pembelajaran bahasa. Lebih rincinya, pendekatan dianggap sebagai asumsi perihal hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan pembelajaran bahasa itu sendiri (Kadir, 2017: 3). Richard dan Rodgen (dalam Abidin, 2012: 21) berpendapat pendekatan merupakan landasan yang bersifat teoretis sekaligus sebagai asumsi pada ilmu pengetahuan dan pembelajarannya, serta impelementasinya pada pendidikan. Oleh karena itu, karakteristik dari pendekatan pembelajaran antara lain: (1) bersifat aksiomatik, (2) asumsi menjadi sumber utama dari lahirnya pendekatan dalam pembelajaran, (3) pendekatan akan menghasilkan sejumlah metode, dan (4) dijadikan sebaai acuan penerapan metode dalam sebuah pembelajaran.Â
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas, terkait pendekatan psikolinguistik bisa dimaknai sebagai sebuah landasan teoritikal dan asumsi perihal kebahasaan, khususnya cara pengajaran dan penerapannya yang dilandaskan pada teori psikolinguistik. Melalui pendekatan psikolinguistik, guru harus mampu mencari strategi yang baik dan beragam materi yang relevan dalam proses pembelajaran (Titone, 1985: 120). Selain itu, guru juga dituntut untuk mengetahui beragam kondisi psikologis dari siswa supaya proses pembelajaran dimaknai dengan baik oleh siswa, baik dari materi pembelajaran maupun suasanya kelasnya.Â
Sebagai subjek dalam pembelajaran bahasa, siswa dituntut memiliki kemampuan menggunakan bahasa dengan baik dan benar, baik secara produktif (berbicara dan penulis) mau pun reseptif (menyimak dan membaca). Dalam banyak kasus kesalahan yang dilakukan pembelajar bahasa, kesaratan beban (overloading) menjadi satu penyebab yang paling banyak ditemui. Kesaratan beban adalah perasaan waspada terhadap orang atau pertemuan dengan orang yang disegani atau karena tidak terlalu memahami materi. Ketidakpahaman tersebut juga bisa dipengaruhi oleh perasaan yang tidak stabil, sukar dalam menghafal, atau kurang menguasai topik. Kasus yang sedemikian rupa semakin membuktikan bahwa pembelajaran bahasa membutuhan ‘sosok’ psikolinguistik demi mencapai tujuan pembelajaran.Â
Tujuan pembelajaran bisa dilihat melalui kawasan taksonomi yang dibentuk oleh Benyamin, yaitu: (1) kognitif, yaitu pembelajaran yang berkaitan dengan teknik mental yang berasal dari tahap pengetahuan dan diakhiri dengan tahap evaluasi, (2) afektif, yaitu pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari sikap-sikap yang terkandung dalam pembelajaran, (3) psikomotorik, yaitu pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan (Magdalena et al., 2020: 133). Oleh karena itu, kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya diukur melalui aspek kognitif atau pemahaman bahasa saja, namun juga kesiapan psikologisnya yaitu afektif (mampu percaya diri dan mengatasi kegugupan), kognitif (penguasaan materi), dan psikomotorik (keterampilan dalam mengolah diksi dan memilih kosakata). Penilaian tersebut dapat diukur melalui kacamata linguistik, sedangkan aspek psikologis yang terlibat didalamnya bisa dilihat melalui psikologi.
Sementara itu, konsep psikolinguistik juga bisa diimplementasikan pada pengajaran bahasa atau berorientasi pada guru yang terkait. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang pakar linguistik, Otto Jappersen (1982), ternyata bahasa memiliki sisi psikologis yang bersifat behavioristik. Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa dapat dilihat apabila diposisikan sebagai acuan keberhasilan pengajaran yang berlandaskan pada pendidikan karakter. Lebih jelasnya, apabila implikasi tersebut bisa dipahami secara optimal, guru bisa lebih profesional dalam menciptakan kondisi kelas yang beradab dan bijaksana. Dengan kata lain, guru lebih memahami kondisi psikologis bersifat heterogen yang ada di kelas. Sejalan dengan hal tersebut, (Kridalaksana, 1982: 140) juga menyatakan bahwa psikolinguistik menjadi ilmu yang membahas tentang hubungan antara kebahasaan, perilaku bahasa, dan kemampuan berbahasa itu sendiri.Â
Psikolinguistik sebagai Strategi
Strategi pembelajaran adalah perencaan yang mengandung sistematika kegiatan yang direncanakan sedemikian rupa demi mencapai tujuan pembelajaran. Upaya tersebut diterapkan pada beragam rencana yang tersusun dalam kegiatan langsung, yang mana lebih dikenal dengan istilah strategi (Firmansyah, 2015: 37). Selanjutnya, Kemp (dalam Sanjaya, 2011: 294) menyatakan bahwa strategi pembelajaran dilakukan untuk menciptakan kondisi pembelajaran secara efektif dan efisien. Dalam proses pembelajaran, guru akan menentukan teknik-teknik pembelajaran yang bersifat relevan dengan proses pembelajaran. Teknik dianggap sebagai implementasi dari strategi pembelajaran yang berbentuk pola dan sistematik aktivitas guru-murid
Dalam strategi pembelajaran, komponen yang terkandung dalam suatu perangkat material pembelajaran dan pengembangan materi secara prosedural harus disesuaikan dengan keberagaman karakter siswa. Hal ini disebabkan oleh keberadaan material yang mempengaruhi kemudahan siswa dalam belajar. Selanjutnya, Dick dan Carey (dalam Hamzah, 2008: 16) menyatakan bahwa terdapat tiga tahap dalam menyusun unit pembelajaran, yaitu (1) mengurutkan dan mengklasifikasikan tujuan pembelajaran, 92) menyusun rencana terkait pra-pembelajaran, uji kemampuan, dan evaluasi, dan (3) menentukan alokasi waktu yang relevan dengan strategi pembelajaran. Oleh karenanya, strategi dimaknai sebagai sebuah kegiatan yang mengandung langkah-langkah, metode, dan teknik yang memiliki kesesuaian dengan strategi untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif. Sederhananya, tujuan intruksional dalam pembelajaran pun lebih mudah dicapai.Â
Dalam konsep psikolinguistik, strategi pembelajaran bahasa juga harus diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang meliputi strategi metakognitif (koordinasi pembelajaran), strategi afektif (emosional), dan strategi sosial (hubungan dengan orang lain). 11 Strategi ini dapat diimplementasikan melalui tiga konsep kegiatan yang melibatkan psikologis, yaitu:
- Mengurangi kecemasan dengan kegiatan bersantai dan relaksasi. Harmison (dalam Jannah et al., 2022: 95) menyatakan bahwa kecemasan kognitif yang dirasakan oleh setiap orang dipengaruhi oleh faktor individual (internal) dan faktor situasional (eksternal). Kecemasan tersebut akan berdampak pada kondisi fisik, fisiologi, dan psikologisnya sehingga pembelajaran akan lebih susah untuk dimaknai oleh siswa. Kegiatan bersantai dan relaksasi menjadi salah satu cara untuk menghilangkan pikiran negatif, kekhawatiran perihal pembelajaran, meningkatkan konsentrasi, hingga mengontrol kendali diri.Â
- Meningkatkan motivasi diri. Smith dan Sarason (1982: 324) menyatakan bahwa kata motivasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu move yang berarti dorongan atau perpindahan. Motivasi dimaknai sebagai daya pergerakan diri dalam setiap invidu untuk melakukan aktivitas dalam rangka mewujudkan tujuan tertentu. Motivasi diri akan bisa diperoleh melalui bentuk kesadaran diri berikut. (1) Motivasi akan menciptakan energi yang positif dalam diri setiap manusia. Dalam pembelajaran bahasa, hal ini akan berdampak pada sistem neurofisiologis dan kegiatan fisik, baik pada guru mau pun siswa. (2) Motivasi akan menentukan tingkah laku partisipan pembelajaran. (3) Motivasi merupakan langkah awal dalam mewujudkan tujuan pembelajaran dengan sebaik mungkin. Dalam pembelajaran bahasa, aspek motivasi sudah seharusnya diperhatikan oleh guru sebagai penggerak pembelajaran.Â
- Mengontrol emosi diri. Salah satu cara untuk mengatur emosional dalam pembelajaran adalah mendengarkan suara tubuh. Dalam pembelajaran bahasa, hal ini dapat diterapkan melalui komunikasi yang baik dari hubungan guru-siswa maupun siswa-siswa. Misalnya, melaui kegiatan mengajukan pertanyaan atau permintaan, kolaborasi dengan teman sebaya, dan meningkatkan rasa empati pada siswa. Melalui komunikasi yang baik, tingkat emosi dari setiap siswa lebih mudah dideteksi dan dipahami oleh guru.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, strategi pembelajaran bahasa dalam konsep linguistik dimaknai sebagai berikut: (1) secara langsung dapat berkontribusi pada tujuan utama pembelajaran bahasa, yaitu tujuan komunikatif, (2) sebagai konsep acuan bagi guru untuk memahami kondisi siswa, baik secara fisik dan psikologis, (3) berorientasi pada sistem pemecahan masalah pada bahasa yang diupayakan melalui metode dan teknik yang relevan, (4) melibatkan aspek kognisi, afektif, dan psikomotorik, (4) sebagai rencana proses pembelajaran yang sudah diatur sedemikian rupa dengan sadar dan terencana, dan (5) sebagai kegiatan yang dapat dipratikkan dalam proses pembelajaran di kelas
Referensi
Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Berkarakter. Refika Aditama.Â
Abidin, Yunus. (2015). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Refika Aditama.Â
Arnawa, N. (2008). Wawasan Linguistik & Pengajaran Bahasa. Pelawa Sari.
Chaer, Abdul. (2003). Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Rineka Cipta.Â
Damayanti, R., & Suryandari, S. (2017). Psikolinguistik Tinjauan Bahasa Alay Cyber Bullying. Kresna Bina Insan Prima: Anggota IKAPI.Â
Field, J. (2003). Psycholinguistics. Routledge.Â
Firmansyah, D. (2015). Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan UNSIKA, 3(1).Â
Hamzah, B. U. (2008). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Bumi Aksara.Â
Jannah, M., Rahmasari, D., Dewi, D. K., & Izzati, U. A. (2022). Dampak Latihan Relaksasi Otogenik terhadap Kecemasan Kognitif Atlet Mahasiswa Cabang Olahraga Menembak. Jurnal Psikologi Teori Dan Terapan, 13(1), 93–101.Â
Kadir, H. (2017). Peran Pendekatan Psikolinguistik dalam Membangun Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa di Kelas. Wahana Didaktika, 15(2), 1–11.Â
Kridalaksana, H. (1982). Kamus Linguistik. Gramedia. 13 Kristiantari, R. (2010). Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar: Menulis Deskripsi dan Narasi. Media Ilmu.Â
Lisnawati, I. (2008). Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa. EDUCARE, 6(1).Â
Magdalena, I., Islami, N. F., Rasid, E. A., & Diasty, N. T. (2020). Tiga Ranah Taksonomi Bloom dalam Pendidikan. Jurnal Edukasi Dan Sains, 2(1), 132–139.Â
Martini, N. A. (2012). Psikologi: Definisi, Sejarah, dan Metode. In Psikologi Perpustakaan. Universitas Terbuka.Â
Megowiyati, W., Kuntarto, E., & Kusmana, A. (2021). Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa di Kelas. Jermal: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 2(2).Â
Morgan, C. et al. (1979). Introduction to Psychology, 6th ed.Â
MCgraw-Hill Kogakusha Ltd. Natsir, N. (2017). Hubungan Psikolinguistik dalam Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa. Jurnal Retorika, 10(1), 20–29.Â
Pringgawidagda, S. (2002). Strategi Penguasaan Berbahasa. Penerbit Adicita Karya Nusa.Â
Sanjaya. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Kencana Prenada Media. Sarwono, S. W. (1976). Pengantar Umum Psikologi. Bulan Bintang.Â
Smith, R. E., Sarason, I. G., & Sarason, B. R. (1982). Psychology the Frontiers of Behavior. Harper & Row Publishes.Â
Spolsky, B. (1978). Educational Linguistics: An Introduction. Newbury House Publishers.Â
Suharti, S., Khusnah, W. D., Ningsih, S., Shiddiq, J., Saputra, N., Kuswoyo, H., Jalal, N. M., Dhari, P. W., Susanti, R., & Purba, J. H. (2021). Kajian Psikolinguistik (p. 211). Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.Â
Suhartono, & Sodiq, S. (2016). Psikolinguistik. Universitas Terbuka. Tajuddin, S. (2017). Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Arab Tingkat Sekolah Dasar untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Arab Siswa. Jurnal Parameter, 29(2).Â
Titone, R. (1985). Applied PsycholinguisticsL An Introduction to The Psychology of Language Learning and Teaching. Univesity of Troronto Press.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H