Mohon tunggu...
Sofian Munawar
Sofian Munawar Mohon Tunggu... Editor - PENDIRI Ruang Baca Komunitas

"Membaca, Menulis, Membagi" Salam Literasi !

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jokowi Vs Prabowo, Mau Pilih Mana?

16 April 2019   09:50 Diperbarui: 16 April 2019   10:34 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sofian Munawar, MA

Pendiri Yayasan Ruang Baca Komunitas

 

Semangat "respublika" mengingatkan kita bahwa pada 17 April 2019 tidak ada pilihan lain yang lebih pas selain menjadi Pemilih cerdas!

***

Undang-Undang No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilu menyebutkan bahwa Peserta Pemilu 2019 meliputi tiga pihak, yaitu Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik dan Perseorangan, yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 

Pemilihan Umum (Pemilu) kali ini merupakan babak baru dalam sejarah Pemilu di Indonesia dimana untuk pertama kalinya Pemilu diselenggarakan secara serentak. 

Dalam Pemilu kali ini ada 5 (lima) Surat Suara yang harus dipilih dan dicoblos secara bersamaan. Pertama, Surat Suara untuk Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Kedua, Surat Suara untuk Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI). 

Ketiga, Surat Suara untuk Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Keempat, Surat Suara untuk Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat Provinsi. Kelima, Surat Suara untuk Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat Kabupaten/Kota.

Meskipun ada lima Pemilihan yang berjalan secara serentak, tapi tampaknya publik lebih terkonsentrasi pada Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) ketimbang Pemilihan yang lainnya. Apalagi KPU memberikan fasilitasi khusus "Debat Capres-Cawapres" sehingga Pilpres seolah menenggelamkan Pemilihan yang lainnya. 

Demikian pula hiruk-pikuk kontestasi Pemilu dengan beragam model kampanye terutama di media sosial, tampak jelas Pilpres jauh lebih menguras perhatian ketimbang Pemilihan lainnya. Bahkan, secara simplifikatif opini publik sekarang lebih mengerucut pada dua figur sentral secara diametral, Jokowi versus Prabowo!

"Ketika Negara Memanggil" versus "Paradoks Indonesia" 

Pertarungan dua tokoh sentral, Jokowi dan Prabowo terus berlangsung di banyak lini. Bukan saja di forum formal seperti "Debat Capres-Cawapres" yang disediakan KPU, tapi lebih-lebih di arena sosial-kultural  baik informal, non-formal dan juga media sosial. 

Fakta, data, opini, testimoni serta bahkan fitnah dan ghibah (hoax) berseliweran dari delapan penjuru mata angin. Dua kubu sama-sama memproduksi isu, opini, dan propaganda serta merancang beragam argumen untuk menyerang maupun bertahan. 

Diantara banyak medium kampanye yang digunakan, BUKU juga menjadi salah satu pilihan amunisi yang disiapkan untuk membangun pencitraan. 

Buku tentu menjadi salah satu media efektif untuk membangun citra diri yang positif (personal branding). Melalui buku, deskripsi dan argumentasi terkait personal branding Paslon dengan beragam visi-misi dan gagasan besarnya akan lebih leluasa untuk dideskripsikan. 

Dalam konteks inilah hadirnya buku "Ketika Negara Memanggil" menjadi media tepat untuk mempromosikan citra positif pasangan Jokowi-Makruf untuk kemajuan Indonesia lima tahun ke depan. 

Pada sisi yang lain, Prabowo dengan buku "Paradoks Indonesia" menawarkan perspektif yang berbeda sebagai proposal yang dianggapnya lebih progresif untuk perubahan fundamental bagi Indonesia ke depan yang lebih menjanjikan.

Ahmad Bahar, penulis buku "Ketika Negara Memanggil" menyebutkan setidaknya tiga alasan utama mengapa Jokowi harus dipilih lagi untuk periode kedua. 

Ketiga alasan utama itu adalah pertama Jokowi sudah membuktikan janji-janjinya selama kampanye dengan menunjukkan kinerja yang sangat baik. 

Kedua, Jokowi merupakan Presiden pilihan rakyat. Mengutip hasil Survey Indobarometer, Jokowi merupakan Presiden paling banyak dipilih rakyat dengan urutan ketiga setelah Soeharto dan Soekarno. Ketiga, Jokowi merupakan Presiden yang ideal dalam arti yang paling cocok sesuai dengan kebutuhan dan tantangan "zaman now".

Di sisi lain, Prabowo Subianto tampak begitu energik dan ambisius menawarkan berbagai gagasan politiknya dalam buku "Paradoks Indonesia" yang dianggapnya merupakan jalan baru perubahan untuk Indonesia adil-makmur ke depan. Secara garis besar, buku ini dibagi dalam lima bab ini. 

Cakupan bahasannya memuat antara lain bagaimana membangun kesadaran nasional, mengupas deskripsi dan argumen mengapa kekayaan Indonesia banyak mengalir ke luar negeri, serta ulasan mengenai polemik demokrasi Indonesia yang menurutnya masih dikuasai oleh para pemodal besar. 

Untuk mengkampanyekan gagasan yang termuat dalam buku ini, Tim Prabowo pernah mengadakan seminar khusus untuk membedah buku ini dengan mengundang dua ribu peserta dari kalangan cendekiawan kampus, professor, para guru besar, dosen dan aktivis mahasiswa.

Menjadi Pemilih Cerdas

Banyak faktor yang akan menjadi penentu keberhasilan Pemilu sebagai hajat demokrasi rakyat, salah satunya adalah sikap warga sebagai Pemilih. 

Sebenarnya ada tiga komponen utama yang menjadi parameter, yaitu Penyelenggara, Peserta, dan Pemilih. Pemilu akan berhasil jika semua komponen memiliki integritas, baik Penyelenggara Pemilu (DKPP, KPU, Bawaslu dan seluruh jajaran di bawahanya), Peserta Pemilu (Pilpres maupun Pileg), dan tidak kalah penting juga integritas masyarakat sebagai Pemilih.

Acapkali kita menuntut agar para Penyelenggara dan Peserta Pemilu untuk memiliki integritas. Namun kita kadang lupa bahwa masyarakat sebagai Pemilih juga dituntut hal yang sama untuk memiliki integritas yang antara lain dapat ditunjukkan dengan menjadi Pemilih cerdas, Pemilih yang memiliki tingkat literasi politik yang baik. Karena itu antara demokrasi dan literasi memiliki hubungan erat satu sama lain. 

Masyarakat yang literat akan turut menumbuhkan kondisi demokrasi yang sehat. Demikian juga sebaliknya, demokrasi yang sehat akan lebih memungkinkan bagi tumbuhnya budaya literasi yang baik. Dalam hubungan ini tentu harus disadari bahwa Pemilih cerdas akan menjadi kunci bagi terciptanya Pemilu yang berkualitas.

Namun yang terjadi dalam setiap perhelatan Pemilu, sepertinya lebih banyak yang ingin menjadi pendukung ketimbang menjadi Pemilih cerdas. Tak pelak dan mudah ditebak kalau setiap pendukung pasti akan dan harus membela mati-matian calon yang didukungnya. 

Sebaliknya, ia akan menyerang lawan politiknya dengan berbagai upaya tanpa harus mempertimbangkan alasan benar atau salah. Intinya, benar atau salah jagoannya harus didukung, benar atau salah lawan politiknya harus ditentang dan diserang. 

Tak heran jika kemudian muncul celotehan nyinyir bernada jenaka: "Pekerjaan paling sia-sia di dunia ini adalah memberi nasehat kepada orang yang sedang jatuh cinta dan kepada para pendukung Capres-Cawapres."

Menjadi pemilih atau pendukung memang hak prerogatif setiap warga negara. Namun sejatinya menjadi pemilih jauh lebih terhormat ketimbang menjadi pendukung. Secara teoretik, dalam demokrasi, Presiden itu hirarkinya berada di bawah rakyat sebagai warga negara yang memilihnya untuk bekerja. 

Dari perspektif respublika, Presiden yang mendapat mandat dari rakyat sudah seharusnya lebih membutuhkan kritik dan kontrol publik dari rakyat ketimbang dukungan untuk memerintah dan berkuasa. Ketika menjadi pendukung Capres-Cawapres sebenarnya kita telah mendegradasi diri di bawah sub-ordinasi orang yang kita dukung. 

Dengan menjadi pendukung Capres-Cawapres sebenarnya kita telah menurunkan level posisi kewarganegaraan kita. Padahal,  sebagai pemilih, kita sejatinya memiliki kekuasaan tertinggi. Semangat "respublika" mengingatkan kita bahwa pada 17 April 2019 tidak ada pilihan lain yang lebih pas selain menjadi Pemilih cerdas!

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun