BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid. (diktat Sr.Mary Baradero,Renal Sistem)
Batu ginjal adalah benda-benda padat yang terjadi di dalam ginjal yang terbentuk melalui proses fisikokimiawi dari zat-zat yang terkandung di dalam air kemih. Batu ginjal terbentuk secara endogen yaitu dari unsur-unsur terkecil, mikrolith-mikrolith dan dapat tumbuh menjadi besar. Massa yang mula-mula lunak, misalnya jendalan darah, juga dapat mengalami pembatuan ( kalsifikasi ). (Price & Wilson, 1995 : 797)
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces dari ginjal. Pembentukan batu ginjal dapat terjadi di bagian mana saja dari saluran kencing, tetapi biasanya terbentuk pada dua bagian terbanyak pada ginjal, yaitu di pasu ginjal (renal pelvis) dan calix renalis. Batu dapat terbentuk dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam urine. (Hadipratomo Y, 2008)
RUMUSAN MASALAH
 Apa pengertian dari sistem pencernaan pada renal calculi?
 Apa etiologi dari renal calculi?
 Bagaimana tentang patofisioligi tentang renal calculi?
 Apa manifestasi tentang penyakit renal calculi?
Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
 Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui pengertian renal calculi
 Mengetahui penyebab renal calculi
 Cara pencegahan renal calculi dan askep tentang renal calculi
 Dan diharapkan bermanfaan bagi kita semua baik penulis maupun pembac
Â
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOSEP PENYAKIT
2.1.1. Pengertian
 Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid. (diktat Sr.Mary Baradero,Renal Sistem)
 Dalam istilah kedokteran penyakit batu ginjal disebut nephrolithiasis atau renal calculi. Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces dari ginjal (Indridason et al., 2005). Pembentukan batu ginjal dapat dapat terjadi di bagian mana saja dari saluran kencing, tetapi biasanya terbentuk pada dua bagian tebanya pada ginjal, yaitu di pasu ginjal dan calcyx renalis. Batu dapat terbentuk dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut dalam urin (Sun et al., 2010).
2.1.2. Etiologi
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih. Tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu ginjal adalah :
 Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
Â
Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih.(Basuki, 2000 hal. 63).
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu pada ginjal. Faktor-faktor itu adalah:
a. Faktor intrinsik
Yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang. Faktor intrinsik dan faktor idiopatik umumnya sukar untuk dikoreksi, sehingga mempunyai kecenderungan untuk kambuh.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
 Hereditair dan Ras
Diduga diturunkan dari orang tuanya dan ternyata anggota keluarga lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita penyakit yang sama dari pada orang lain. Misalnya faktor genetik familial pada hipersistinuria, hiperkalsiuria primer dan hiperoksaluria primer.
 Umur.
Paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun.
 Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan dan pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan buli-buli sedangkan pada wanita lebih sering ditemukan batu ginjal atau batu piala ginjal.
b. Faktor ekstrinsik
Yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Faktor ekstrinsik, bila penyebabnya diketahui dapat diambil langkah-langkah untuk mengubah faktor lingkungan atau kebiasaaan sehari-hari sehingga terjadinya rekurensi dapat dicegah . Beberapa faktor ekstrinsik, diantaranya adalah :
 Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu yang lebih tinggi daripada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
 Iklim dan temperatur
Tempat yang bersuhu panas, misalnya di daerah tropis, di kamar mesin, menyebabkan banyak mengeluarkan keringat yang akan mengurangi produksi urine dan mempermudah pembentukan batu. Sedangkan pada daerah yang dingin, akan menyebabkan kurangnya asupan air pada masyarakatnya.
 Asupan air
Kurangnya asupan air menyebabkan kadar semua substansi dalam urine akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikomsumsi dapat meningkatkan insidensi batu.
 Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terbentuknya batu. Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makan protein hewani, angka morbiditas batu berkurang sedangkan pada golongan masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering morbiditas meningkat. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu buli-buli dan hanya sedikit yang ditemukan menderita batu ginjal atau batu piala ginjal.
 Pekerjaan
Penyakit nefrolithiasis sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum ( urea splitting organism ) dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.
 Obstruksi dan stasis urin
Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya oleh tumor, striktur dan hiperplasi prostat, akan menyebabkan stasis urine sedangkan urine sendiri adalah substansi yang banyak mengandung kuman sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan pembentukan batu. (Basuki Purnomo, 2003 : 57)
 Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit. Batu struvit nesium, amonium dan fosfat) juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.
Faktor-faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah sebagai berikut :
 Pemakan Antasid dalam jangka panjang
 Terlalu banyak vitamin D,
 Terlalu banyak calsium carbonate (Diktat Sr.Mary Baradero,Renal System)
Â
2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
 Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
 Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
 Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.
Kecepatan tumbuhnya batu tergantung kepada lokasi batu, misalnya batu pada buli-buli lebih cepat tumbuhnya dibanding dengan batu pada ginjal. Selain itu juga tergantung dari reaksi air seni, yaitu batu asam akan cepat tumbuhnya dalam urine dengan pH yang rendah. Komposisi urin juga akan mempermudah pertumbuhan batu, karena terdapat zat-zat penyusun air seni yang relatif tidak dapat larut. Hal lain yang akan mempercepat pertumbuhan batu adalah karena adanya infeksi. Batu ginjal dalam jumlah tertentu tumbuh melekat pada puncak papil dan tetap tinggal dalam kaliks, yang sampai ke pyelum yang kemudian dapat berpindah ke areal distal, tetap tinggal atau menetap di tempat dimana saja dan berkembang menjadi batu yang besar.(Dafid Arifiyanto, 2008)
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal, kemudian berada di kaliks ginjal, pielum, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehinggga disebut batustaghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal ( penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik ) akan mempermudah timbulnya batu ginjal. (M. Ismadi, 1976).
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam (Brunner dan Suddarth, 2003).
Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Pada laki-laki nyeri khas terasa menyebar di sekitar testis, sedangkan pada wanita nyeri terasa menyebar di bawah kandung kemih (Ganong (1992) dan Brunner dan Sudarth) (2003)). Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001)
2.1.5 Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium :
1. Urin
 pH urin.
 Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah (pH<7).
Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7).
 Sedimen.
 Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat.
 Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat.
 Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih.
2. Darah
 Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia.
 Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis.
 Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal.
 Kalsium, dan asam urat.
Radiologik :
1. Foto Polos Abdomen
 Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai, sedangkan batu asam urat bersifat radiolusen. (M. Ismadi, 1976)
2. Pielografi Intra Vena
Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu juga dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika pielografi intra vena ( selanjutnya disebut dengan PIV ) belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde. (M. Ismadi, 1976)
3. Ultrasonografi
Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli ( yang ditunjukkan sebagai echoic shadow ), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya pengkerutan ginjal.(M. Ismadi, 1976)
2.1.5 Penatalaksanaan medik
Tujuan pengelolaan batu pada ginjal adalah untuk :
 menghilangkan obstruksi,
 mengobati infeksi,
 menghilangkan rasa nyeri,
 mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi. (Palmer,1995)
Tindakan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan lebih bersifat simtomatis, yaitu bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar
2. ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy )
Alat ESWL dapat memecah batu ginjal tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang, pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu, tindakan tersebut terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu pada ginjal adalah :
a. PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy )
Yaitu mengeluarkan batu di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises ginjal melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Uretero atau Uretero-renoskopi
Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat kedaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureterorenoskopi.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparaskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan telah terjadi pionefrosis, korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (Ismadi M, 1976)
2.1.6 Komplikasi
 Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat menimbulkan :
1. Infeksi
2. Obstruksi Ginjal
3. Perdarahan
4. Hidronefrosis
Yang pada akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah. (Dafid Arifiyanto, 2008).
Tabel 2.2 Keseimbangan Air
Masukan air
(Ml/hari) Keluaran
(ml/hari)
Air minum 1900 Air kemih 2000
Air dalam makanan 850 Keringat 500
Air hasil oksidasi 350 Nafas 400
Jumlah
3100 Tinja
 200
3100
Sumber: Rose (1997) dalam Nurlina (2008)
Jumlah air yang diminum berpengrauh terhadap pembentukan batu saluran kemih yang ditunjukkan dengan risiko relatif (RR) seperti pada penelitian Assimos dalam tabel berikut ini:
Â
Â
Tabel 2.3 Jumlah Air Minum dan Risiko Relatif (RR) Timbul Batu
Jumlah air minum (ml/hari) RR timbulnya batu
< 1275 1,07
1275-1669 1,05
1670-2537 0,82
2050-2537 0,75
>2537 0,52
Sumber: Assimos (2000) dalam Nurlina (2008)
Berbagai jenis minuman juga berpengaruh dalam pembentukan batu saluran kemih. Ada beberapa minuman yang meningkatkan proses pemebentukan batu saluran kemih, namun adapula minuman yang menurunkan resiko pembentukan batu aluan kemih. Berikut data mengenai macam minuman dan resiko terbentuknya batu saluran kemih.
Tabel 2.4 Macam Minuman dan Resiko Terbentuknya Batu Saluran Kemih (%)
Jenis minuman Laki-laki wanita
The -14 -8
Kopi -10 -10
Susu -13 -10
Jus jeruk -6 -6
Cola-cola +6 +6
Jus apel +35 +33
Jus anggur +37 +44
Jus tomat +41 +28
Sumber: Towsend (1983) dalam Muslim (2007)
Keterangan: (+) = kenaikan (-) = penurunan
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Seorang Tn.M berusia 50 datang ke RSUD dr. drajat prawinagara diantar oleh keluarganya pada tanggal 15 maret 2016 dengan keluhan nyeri di pinggang sebelah kanan sejak 2 minggu yang lalu. Saat BAK sering terasa nyeri dan sering ingin berkemih tetapi, hanya sedikit urine yang keluar. Nyeri terasa menyebar ke testis dengan skala nyeri 5. Dari hasil USG terlihat ada batu pada ginjal sebelah kanan. Hasil BNO IVP terlihat batu ureter distal dextra. Hasil observasi TTV : TD : 130/70 mmHg, N : 80x/menit, S : 36 0 C dan RR : 12x/menit. Klien dilakukan operasi URS Litotripsi pada tanggal 30 Mei 2014.
Â
PENGKAJIAN
 Biodata
Nama :
Umur : Paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun.
Jenis kelamin : Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan dan pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan buli-buli sedangkan pada wanita lebih sering ditemukan batu ginjal atau batu piala ginjal.
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : Penyakit nefrolithiasis sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis :
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :
Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan klien :
Â
Keluhan utama :
Pada umumnya klien dengan gangguan renal calculi pasien mengeluh nyeri.
 Riwayat kesehatan sekarang :
Seorang Tn.M berusia 50 datang ke RSUD dr. drajat prawinagara diantar oleh keluarganya pada tanggal 15 maret 2016 dengan keluhan nyeri di pinggang sebelah kanan sejak 2 minggu yang lalu. Saat BAK sering terasa nyeri dan sering ingin berkemih tetapi, hanya sedikit urine yang keluar. Nyeri terasa menyebar ke testis dengan skala nyeri 5. Dari hasil USG terlihat ada batu pada ginjal sebelah kanan. Hasil BNO IVP terlihat batu ureter distal dextra. Hasil observasi TTV : TD : 130/70 mmHg, N : 80x/menit, S : 36 0 C dan RR : 12x/menit. Klien dilakukan operasi URS Litotripsi pada tanggal 30 Mei 2014.
 Riwayat kesehatan masa lalu :
Pada klien dengan renal calculi faktor yang mempengaruhi adalah tinggal di daerah yang bersuhu panas dan kurangnya asupan air menyebabkan kadar semua substansi dalam urine akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikomsumsi dapat meningkatkan insidensi batu.
 Riwayat kesehatan keluarga :
Diduga diturunkan dari orang tuanya dan ternyata anggota keluarga lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita penyakit yang sama dari pada orang lain. Misalnya faktor genetik familial pada hipersistinuria, hiperkalsiuria primer dan hiperoksaluria primer.
Â
Pemeriksaan fisik :
 Tanda-tanda vital
 Keadaan umum : compos mentis
 Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS
 Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
 Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt
 Suhu : suhu normalnya 36-〖37,5〗^o C (biasanya pasien kusta suhu badannya demam)
 RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt
 Antropometri
BB= kg
TB= cm
Biasanya yang terinfeksi kusta tidak berpengaruh pada tinggi badan dan berat badan.
 Pemeriksaan sistematika/persistem
 Sistem pernafasan
 Inspeksi: hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan, tidak adanya sekret pada hidung, tidak menggunakan otot pernapasan tambahan
 Palpasi: tidak adanya nyeri tekan pada area dada
 Auskultasi: tidak terdengar suara bonkhi
 Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening, tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
 Palpasi : CRT<2 detik
Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
 Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
Sistem pencernaan
 Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
 Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
 Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat asites
 Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
 Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola mata kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan kebawah normal
Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola mata ke samping
Nervus VII (facialis) : klien dapat membedakan rasa manis dan asin
Nervus VIII (akustikus) : pendengaran klien baik saat ditanya oleh pengkaji
Nervus IX (glosofaringeus) : klien dapat menelan dengan baik
Nervus X (vagus) : klien dapat membuka mulutnya dengan baik
Nervus XI (spinal accesory) : klien lemah mengangkat bahu kanan dan kiri
Nervus XII (hipoglesal) :pergerakan klien lemah dan tidak bebas
 Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada mata, kurangnya reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan mata (lagophthalmos).
 Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik
 Sistem perkemihan
Adanya nyeri tekan
 Sistem muskuloskeletal
fungsi motorik kekuatan otot tangan dan kaki normal
 Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Sistem integumen
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah
Pola kebiasaan sehari-hari
No Pola Sebelum sakit Saat sakit
1. Makan dan minum
Frekuensi
Alergi
Makanan yang tidak disukai
Alat bantu makan
3x/hari
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
3x/hari
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
2. Istirahat dan tidur
Siang
Malam
 2 jam
 7 jam
 2-3 jam
 7-8 jam
3. Personal higiene
 Mandi
frekuensi
 Oral higiene
frekuaensi
 Cuci rambut
Frekuensi
2x/hari
2x/hari
3x/minggu
1x/hari
Tidak pernah
Tidak pernah
4. Eliminasi
 BAK
Frekuensi
Warna
Penggunaan alat bantu
 BAB
Frekuensi
Warna
Konsistensi
3-5x/hari
Kuning jernih
Tidak menggunakan
1-2x/hari
kuning
padat
3-5x/hari
Kuning jernih
Tidak menggunakan
Tidak tentu
Kuning
Padat
5. Pola aktivitas Terbaring
Eliminasi
 Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan buang air besar hampir setiap pagi, tidak ada gangguan. BAB terakhir kemarin pagi, konsistensi lembek warna kuning tua. Tidak ada perdarahan. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hemoroid dan konstipasi. Penggunaan laksatif harian tidak pernah.
Pola BAK klien sekitar 4-6 x/hari. Karakter urin: kuning jernih, namun pernah berdarah sekali lalu tidak muncul lagi.
Sebelum tindakan URS Litotripsi klien mengatakan ada sensari nyeri seperti terbakar saat BAK. BAK menetes di akhir sering tidak tuntas. Sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit kandung kemih atau ginjal. Tidak ada penggunaan diuretik.
Data Psikologis
 Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk diam
 Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang
 Konsep diri
 Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
 Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
 Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
 Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
 Harga diri: klien di sekitar
 Data Sosial
 Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas
 Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan jelas
Data Spiritual
Klien mengatakan pada saat sebelum sakit dapat melaksanakan aktivitas ibada tetapi saat di rumah sakit aktivitas ibadah belum dapat dilakukan karena alasan kondisinya.
 Data penunjang
Laboratorium :
1. Urin
 pH urin.
 Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH yang rendah (pH<7).
Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7).
 Sedimen.
 Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan meningkat.
 Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat.
 Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada saluran kemih.
2. Darah
 Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang kronis dapat terjadi anemia.
 Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu menyebabkan leukositosis.
 Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk melihat fungsi ginjal.
 Kalsium, dan asam urat.
Radiologic :
 Pemeriksaan Thorax Dada Hasil : Cardio dan Pulmo Normal
 Pemeriksaan USG Abdomen tanggal Hasil : Ginjal kanan: Besar, bentuk baik, system pelviokalises sedikit melebar, tampak batu di ureter distal dengan ukuran 2 x 10 cm Kesan : Hidronefrosis kanan grade 2-3
 Pemeriksaan BNO IVP tanggal 29/05/2013 Kesan: Batu Ureter Distal Dextra pro URS Litotripsi
 Therapy yang diberikan : • IVFD : RL 20 tpm IV • Ceftriaxone : 1 x 2 gr IV • Lasix: 1x1 gr IV • Profenid 3x 1 Supp • Ciprofloxacin 1 x 500 mg PO • Neuralgad 1x 500 mg PO
Â
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
1. Pre-op
DS : klien mengatakan nyeri pada pinggang sebelah kanan
Klien mengatakan skla nyeri sedang (5)
DO : Klien terlihat kesakitan, ekspresi menahan nyeri,
 • Skala nyeri 4-5 dari 10
 • Hasil pemeriksaan lab Leukosit = 11.010 / ul
• Hasil pemeriksaan BNO IVP dan USG Abdomen: Batu ureter distal dextra
Konsentrasi Ca oksalat meningkat, Ca fosfat menurun, asam urat meningkat, absorbsi oksalat berlebih, defisiensi sitrat, dehidrasi, infeksi, statis urine, immolisasi, terapi antasida, diamax, vit D, laksatif (aspirin dosis tinggi)
↓
Batu ginjal
↓
Obstruksi
↓
Tekanan Hidrostatik meningkat
↓
Distensi pada piala ginjal serta
ureter proksimal
↓
Frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral meningkat
↓
Trauma ginjal
↓
Pelepasan mediator nyeri (bradikinin, serotonin, histamine)
↓
Saraf afferent NE
↓
Thalamus
↓
Saraf efferent
↓
Nyeri dipersepsikan
 Nyeri
2. DS : Klien mengatakan ketika berkemih seperti terbakar
• Klien mengatakan berkemih sering namun tidak tuntas dan menetes diakhir
DO : Perubahan pola berkemih: disuria produksi kuning, sedikit-sedikit
• Riwayat hematuria
• Hasil pemeriksaan BNO IVP dan USG Abdomen: Batu ureter distal dextra
Batu ginjal
↓
Obstruksi
↓
Penurunan reabsorbsi dan sekresi turbulen
↓
Gangguan fungsi ginjal
↓
Penurunan produksi urine
 Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine
3 DS : Klien mengatakan cemas dan takut akan tindakan oprasi
DO : Terlihat gelisah
 • Wajah tegang
 • Kecemasan skala ringan Akan dilakukan pembedahan oprasi batu ginjal Ansietas
NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1. Post-op
DS : klien mengatakan merasa lemas
DO : tampak terlihat pucat Pembedahan oprasi
Perdarahan
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan R Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d kesulitan mengontrol perdarahan
2. DS : -
 DO:
- Nampak adanya luka operasi yang dibalut dengan verband
- Terpasang infus
- Terpasang kateter
- Terpasang drain
 Adanya luka insisi bedah
↓
Buffer pertahanan terganggu
↓
Port de entry kuman patogen
melalui insisi bedah
 Resiko tinggi terhadap infeksi
Â
Diagnosa keperawatan pre dan post
 Nyeri berhubungan dengan peningkatan dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan
 Gangguan eliminasi urine: retensi urine berhubungan dengan adanya batu di jaringan ginjal
 Ansietas
 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d kesulitan mengontrol perdarahan
 Resiko tinggi terhadap infeksi
Rencana keperawatan
Diagnosa keperawatan NOC NIC
Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial, digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa. Awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik :
• Perubahan selera makan
• Perubahan tekanan darah
• Perubahan frekuensi jantung
• Perubahan frekuensi pernafasan
• Laporan isyarat
• Diaforesis
• Perilaku distraksi (mis, berjalan mondar-mandirmencari orang laina tau aktivitas lain)
• Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, manangis)
• Masker wajah (mis, meringis, mata kurang bercahaya)
• Sikap melindungi area nyeri
• Fokus menyempit
• Indikasi nyeri yang dapat diamati
• Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
• Dilatasi pupil
• Melaporkan nyeri secara verbal
• Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan:
• Agen cedera (mis, biologis, zat kimia, fisik dan psikologis) • Pain level
• Pain control
• Comfort level
Kriteria hasil:
• Mampu mengontrol nyeri
• Melaporkan nyeri berkurang
• Mampu mengenali nyeri
• Mengatakan rasa nyaman
 Pain Management
• Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
• Monitor TTV
• Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
• Atur posisi senyaman mungkin
• Tingkatkan istirahat
• Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Â
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Ø Gangguan pola eliminasi urine:inkontinensia
 Definisi:Kondisi dimana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urin.
Kemungkinan berhubungan dengan:
 Gangguan neuromuskuler.
 Spasme bladder.
 Trauma pelvic.
 Infeksi Saluran kemih.
 Trauma medulla spinalis.
Kemungkinan Data yang ditemukan:
• Inkontinensia
• Keinginan berkemih yang segera
• Sering ke toilet
• Menghindari minum
• Spassme bladder
• Setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.
NIC: Gangguan pola eliminasi urine:Inkotinensia
• Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
• Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi Dokter
• Kolaborasi dalam bladder Training
• Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas
• Kolaborasi dengan Dokter dalam pengobatan dan kateterisasi
• Jelaskan tentang :
 -Pengobatan
 -Kateter
 -Penyebab
 -Tindakan lain
NOC: Gangguan pola eliminasi urine:Inkontinensia
• Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
• Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine
• Klien berkemih dalam keadaan rileks
Â
Â
Implementasi
Evaluasi
Â
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, linda jual. 1995. Rencana asuhan & dokumentasi keperawatan (terjemah). Jakarta : EGC.
DOENGES,ET AL. 2000.RENCANA PERAWATAN MEDIKAL BEDAH. VOLUME 1. (TERJEMAH). Jakarta : EGC
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H