Mohon tunggu...
Saroh Jarmin
Saroh Jarmin Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Tinggal di Kab. Lebak, Banten

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Desas-desus Si Nambo

27 Maret 2018   08:58 Diperbarui: 27 Maret 2018   09:32 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betul, Pangiwa. Menurut yang sudah-sudah, daerah yang memiliki tempat wisata itu pasti maju. Sudah saatnya kampung kita juga maju. Sungai Ciberang itu luar biasa potensinya untuk bisa dikembangkan menjadi tempat arung jeram."

"Setuju, Pak. Kira-kira kapan proyek arung jeram itu dimulai? Kemarin kan sudah ada orang dari provinsi yang menyurvei."

"Dalam waktu dekat katanya." jawab Pak Muktar sambil menghirup kopinya.

Percakapan masih terus berlanjut. Tapi aku sudah tak menghiraukannya. Aku sudah tahu kesimpulannya. Jadi, kesurupan dan desas-desus Si Nambo itu hanya cerita yang dibuat-buat agar sungai itu bisa dibuat tempat wisata arung jeram? Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan kekesalanku ini. Mengapa harus bersandiwara? Apa karena mereka takut ditentang masyarakat yang masih awam dan berpikiran kolot? Mereka memang terlalu.

Mereka telah menghancurkan hari-hari kami yang penuh kegembiraan bersama Si Nambo dengan sandiwara murahan itu. Ingin rasanya aku segera memberi tahu teman-temanku. Sayangnya, tak ada waktu lagi. Besok pagi-pagi sekali aku harus segera berangkat bersama pamanku. Hingga akhirnya aku meninggalkan kampungku dan tidak pernah tahu apakah rahasia itu sudah terkuak atau belum.

***

Aku melihat sekali lagi ke sekelilingku. Segalanya sudah berubah setelah hampir lima tahun aku tidak pulang. Aku hanya berdiri. Membiarkan semua gelegak rasa kerinduanku menyatu bersama tempat ini. Entah dengan cara apa aku bisa mengungkapkannya. Terlalu kecewa, pun terlalu rindu. Kecewa dengan cara yang dilakukan untuk semua ini.

Mengapa harus dengan cara naif itu. Tak adakah cara yang lebih bijak dan mendidik? Apalagi untuk hal yang prospektif seperti ini. Aku kembali menatap plang baliho besar itu yang bertuliskan "Selamat Datang di Objek Wisata Arung Jeram Sungai Ciberang". Aku mendesah. Barangkali hanya Si Nambo yang mengerti arti rindu ini.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun