Mohon tunggu...
Saroh Jarmin
Saroh Jarmin Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Tinggal di Kab. Lebak, Banten

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Desas-desus Si Nambo

27 Maret 2018   08:58 Diperbarui: 27 Maret 2018   09:32 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak sudah memutuskan kamu ikut pamanmu setelah lulus SD nanti." Suara Bapak terdengar agak tertahan. Aku mengangkat kepalaku. Belum juga sempat kubuka mulutku untuk menanyakan alasannya, Bapak sudah lebih dulu menjelaskan.

"Bapak tidak punya uang untuk ongkos sekolahmu di sini. Tiga adikmu yang masih kecil juga cukup merepotkan."

"Tapi..." selaku.

"Pamanmu siap membiayaimu. Kebetulan ia juga butuh orang untuk membantunya menjaga toko kelontongannya. Kamu bisa bantu pamanmu setelah pulang sekolah sementara pamanmu beristirahat sebentar." Suara Bapak lebih tegas. Ini artinya sudah tidak boleh membantah.

"Setelah kelulusan nanti, kamu akan dijemput pamanmu." Bapak melanjutkan. Aku masih diam.

"Kamu jangan khawatir. Di sana jauh lebih ramai. SMP di sana juga jauh lebih bagus daripada di sini. Kamu akan banyak teman baru. Bapak yakin kamu akan betah. Apalagi paman dan bibimu tidak punya anak. Mereka akan merasa senang jika kamu mau menemani mereka." Bapak mengelus-elus pundakku. Tidak ada yang harus kusampaikan lagi. Keputusan sudah dibuat. Aku hanya mengangguk dan kembali ke kamar.

Malam jelang keberangkatanku ke tempat pamanku, aku menemukan jawaban dari rahasia besar itu. Rahasia kesurupan Samsul dan desas-desus raksasa penghuni Si Nambo. Aku tidak bisa tidur. Pikiranku resah karena harus berpisah dengan teman-temanku. Hati kecilku sebenarnya menolak keputusan Bapak. Tapi aku tidak berdaya apa-apa selain menurutinya.

Aku mencoba menenangkan hati dan pikiranku dengan pergi berjalan-jalan ke luar rumah. Tiba-tiba saja aku mendengar seperti ada suara-suara yang tengah berbicara di pos ronda. Aku mengendap-endap, mencari tahu siapa yang ada di sana. Ternyata Pangiwa Sumardi sedang berbincang dengan Pak Muktar yang dikenal sebagai pengusaha kayu di kampungku.

"Berhasil juga, Pak." Kata Pangiwa Sumardi.

"Syukurlah. Si Samsul itu ternyata jago akting juga ya." Kata Pak Muktar sambil terkekeh yang disambut Pangiwa Sumardi dengan tertawa lebar. Aku melebarkan daun telingaku.

"Tak apa, Pak. Hanya cara itu yang bisa efektif meyakinkan masyarakat agar menjauh sementara dari lokasi rencana proyek kita. Apalagi banyak anak SD yang suka bermain di sana. Biarkan mereka lupa sejenak dengan tempat bermain itu. Kalau kata orang kota sih, biar lebih mudah mengeksekusinya. Semua itu kan untuk kepentingan masyarakat juga. Nanti masyarakat sendiri yang akan merasakan manfaatnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun