Fadhil memaknai kendaraan melaju cepat karena menghindari dirinya. Sedangkan keakraban bermakna keduanya tidak berteman secara biasa. Fadhil memandang Kamila dengan mudah telah melepas komitmennya untuk ketemu dirinya demi yang lain.Â
Tentu saja darah lelaki Fadhil mendidih, dia merasa dikhianati. Kamila yang  di mata Fadhil awalnya dipandang seperti bunga anggrek bulan yang anggun, indah menawan kini berubah menjadi seperti bunga mawar. Tetap indah tetapi penuh duri.Â
Fadhil mendadak berubah menjadi hakim yang menvonis "bersalah" pada Kamila tanpa banyak pertimbangan.Â
Fadhil biasa melihat dunia dalam dua warna, hitam dan putih. Dia tidak mengenal warna abu-abu. Baginya dunia ini hanya ada kanan-kiri, depan-belakang, atas-bawah. Dia hanya tahu "ya" atau "tidak".Â
Sesuai karakternya, Fadhil sampaikan uneg-unegnya apa adanya ke Kamila, tanpa filter, tanpa basa-basi tanpa ba-bu-bi.Â
Fadhil lupa semua kata-kata bijak yang pernah dibacanya, semua tertutup emosi.Â
Dia lupa adagium "jangan berburuk sangka".Â
Dia lupa kata bijak: "don't judge the book by it's cover".Â
Dia juga lupa Kamila juga punya rasa punya hati.Â
Lupa bahwa Kamila belum jadi miliknya. Kamila adalah makhluk bebas.Â
Fadhil mengeluarkan semua amunisinya untuk memberondong Kamila semau piirannya sendiri.Â