Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikmati 2022 Selagi Pemilu Masih Jauh

28 Januari 2022   10:19 Diperbarui: 28 Januari 2022   10:24 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belajar dari pengalaman adalah sebuah perilaku bijak. Keledai tidak terperosok ke lubang yang sama, maka jangan mengulang kesalahan dan keteledoran yang pernah terjadi. Nikmatilah tugas dan fasilitasnya, tapi juga jangan lupa untuk selalu memperkuat iman. 

Pemilik suara 

Apakah posisi Anda "hanya" orang yang ditunggu kehadirannya untuk memberi suara? Jangan kecil hati, justru Andalah penentu kesuksesan pesta ini. Suara Anda akan menentukan siapa pemimpin Nasional dan Wakilnya serta siapa saja yang berhak duduk di kursi parlemen selama lima tahun berikutnya. Mereka-merekalah yang mudah-mudahan akan membuat negeri tercinta ini menjadi makmur, bukan sebaliknya. 

Nikmatilah masa adem ini dengan mencoba mulai mengenal mereka dengan baik dan benar. Kalau perlu membuat catatan hitam maupun putih atau rekam jejak calon pilihan Anda. Jangan sampai seperti memilih kucing dalam karung. Bisa jadi bukan si belang yang didapat tetapi ular. 

Anda yang tidak peduli 

Banyak hal yang membuat orang menjadi bersikap tidak peduli. Salah satunya, pesta rakyat lima tahunan ini tidak membawa pengaruh dan perubahan apapun baginya pribadi. Dalam pandangannya, yang hidup susah, tetap susah, yang hidup miskin pun tetap miskin, hanya usia saja yang bertambah tua. 

Bisa juga orang menjadi tidak peduli karena anggaran negara yang besar untuk pesta ini tidak sepadan dengan hasilnya. Itu kemudian membuatnya tidak bergairah, apriori dan bahkan apatis. Dia merasa tidak perlu peduli dengan apapun terkait pesta meriah lima tahunan ini.   

Sikap seperti itu ternyata sudah ditengarai sebagai "buta politik" oleh budayawan Jerman, Bertolt Brecht (1898-1956). Dia menyampaikan berbahayanya sikap seperti ini dalam sebuah paragraf:  "buta huruf terburuk adalah buta huruf politik. Dia tuli, bisu, lumpuh dalam kegiatan politik.  Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga sayuran, ikan, tepung, sewa rumah, sepatu, obat, semua ditetapkan melalui keputusan politik.  Buta politik begitu bodoh dengan merasa bangga membenci politik.  Padahal justru dari ketidaktahuan politiknya lahirlah pelacur, anak terlantar, pencuri, politikus jahat, koruptor dan manusia bermental jongos". 

Untuk tidak menjadi buta politik, memilihlah dengan didasari pada kesadaran siapa yang dipilih dan paham apa dan bagaimana dampak dari pilihannya tersebut 

Penutup 

Disadari atau tidak, dirasakan atau tidak, dari hari ke hari pesta rakyat semakin mendekat. Melalui pesta itulah nasib bangsa akan ditentukan. Siapapun dan apapun perannya, Anda juga akan ikut menentukan arah langkah maju meraih tujuan bangsa dan negara ini. Itu paling tidak untuk lima tahun setelahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun