Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memahami Sosioemosi Anak Sekolah Dasar terhadap Kawan Sebayanya

11 Oktober 2020   19:30 Diperbarui: 14 Oktober 2020   19:23 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Charamelody, 140:365 Left Out at https://www.flickr.com/photos/charamelody/4757913318 Flickr Creative Commons License 2.0

Hampir setiap hari saya bertemu dengan siswa-siswa saya yang masih duduk di sekolah dasar. Setiap sore mereka belajar bersama di rumah saya dengan jadwal yang berbeda-beda. Kegiatan belajar bersama itu sudah berjalan dua bulan lamanya, sejak awal tahun ajaran baru 2020-2021. Pada akhirnya saya pun mulai mengenal siswa-siswa saya.

Seperti misal, Nov yang pendiam, Tam yang banyak bertanya, Ar yang ingin selalu jadi yang pertama, Kee yang selalu mengganggu teman-temannya, Mel yang sering memusuhi teman-temannya, Fel yang mudah iri, Ter yang selalu dimusuhi Mel, Ir yang tidak diterima oleh teman-temannya, dan sikap anak-anak lainnya yang tidak bisa diceritakan semuanya.

Tingkah laku mereka yang berbeda-beda itu pada akhirnya memunculkan pertanyaan tersendiri pada diri saya. Seperti, mengapa ada siswa yang mudah diterima oleh teman-temannya, tapi ada juga yang ditolak? 

Mengapa ada siswa yang suka memusuhi teman-temannya, dan hanya berteman dengan yang ia sukai? Mengapa ada siswa yang tidak suka belajar apapun bahkan termasuk mewarnai yang biasanya paling digemari teman-teman yang lain? 

Mengapa ada anak yang mudah sekali menangkap pelajaran, namun di sisi lain ada yang sulit menangkap? Mengapa ada anak yang ingin terlihat dominan dan dilain sisi ada anak yang tidak ingin menonjol? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Sosioemosi yang Harus Dikembangkan Anak Sekolah Dasar

Membaca buku Life-Span Development (Perkembangan Masa-Hidup) karya John W. Santrock saya menemukan point penting yang sedang dialami dan harus dikembangkan oleh anak-anak yang duduk di sekolah dasar dalam hal sosioemosinya. Yaitu tentang bagaimana mereka memahami dirinya sendiri. 

Anak sekolah dasar tidak lagi berfikir mengenai apa yang mereka lakukan, tetapi apa yang dapat ia lakukan dibanding teman-temannya. Mereka mulai berusaha untuk lebih baik atau minimal sama dengan teman-temannya.

Keinginan untuk menjadi lebih baik ini dapat memunculkan penghargaan diri (self-esteem). Anak yang berusaha lebih baik dari teman-temannya akan memiliki penghargaan diri yang tinggi terhadap capaiannya. Namun, jika penghargaan diri yang tinggi tidak diimbangi dengan kemampuan memahami orang lain, akan memunculkan sikap sombong, besar kepala, dan superioritas. Selain itu, mereka juga akan menyepelekan temannya yang lain dan haus akan pujian dan reward.

Sedangkan anak yang memiliki penghargaan diri yang rendah akan merasa tidak aman dan inferioritas (rendah diri). Penghargaan diri yang rendah muncul jika anak merasa bahwa dirinya tidak bisa atau tidak mampu terutama dalam bidang akademis seperti belum lancar membaca, belum bisa menulis dengan benar, salah dalam berhitung, dan lain-lain. Namun tidak semua anak yang kurang dalam akademis, memiliki penghargaan diri yang rendah. 

Ada pula anak yang kurang dalam akademis, memiliki penghargaan diri yang tinggi. Anak yang demikian, perlu dilatih dalam hal berkompetisi dan menerima kritik, karena jika dibiarkan saja, mereka akan kesulitan menghadapi kompetisi dan kritik di kemudian hari.

Penghargaan diri berkaitan dengan self efficacy (rasa percaya diri). Anak jika memiliki self efficacy tinggi maka mereka merasa bahwa dirinya bisa dan akan tidak sabar untuk segera menyelesaikan tugas-tugas belajar. Sedangkan anak yang memiliki self efficacy rendah akan mengatakan bahwa dirinya tidak tahu dan tidak bisa. 

Anak yang sering melakukan hal yang demikian akan menghindari berbagai tugas belajar, khususnya tugas-tugas yang menantang. Maka, anak yang memiliki self efficacy rendah membutuhkan bimbingan khusus dalam belajar. Karena bisa jadi anak-anak yang demikian memiliki gangguan belajar seperti kesulitan dalam mengeja, atau kesulitan dalam menulis, atau kesulitan dalam memahami instruksi tugas, atau kesulitan-kesulitan lainnya.

Hal lain yang penting yang harus dikembangkan pada diri anak adalah regulasi diri, yaitu kemampuan mengelola perilaku, emosi, dan pikirannya. Anak yang memiliki regulasi diri yang tinggi akan memiliki kompetensi sosial dan akademis yang lebih baik dibanding anak yang memiliki regulasi diri rendah. Karena mereka mampu memahami dirinya sendiri dan mampu memahami orang lain.

Orangtua dan guru perlu memahami sosioemosi yang harus dikembangkan pada anak sekolah dasar tersebut agar anak mampu bersikap prososial, bukan antisosial terhadap teman sebayanya dan orang lain. Sosioemosi yang harus dikembangkan yaitu memahami diri sendiri, memahami orang lain, penghargaan diri, self efficacy, dan regulasi diri.

Hubungan Anak dengan Kawan Sebayanya

Para ahli perkembangan membedakan lima status  kawan sebaya, yaitu:

1) Anak-anak yang popular (popular children). Anak-anak yang dianggap popular biasanya sangat diinginkan oleh kawan sebayanya untuk dijadikan teman dan sahabat karena dianggap memiliki kelebihan seperti karena cantik, pandai bergaul, pintar, pemberani, dan lain-lain. 

2) Anak yang rata-rata (average children) yaitu anak yang dianggap biasa oleh kawan sebayanya (tidak popular, tidak diabaikan, tidak ditolak, dan tidak dianggap kontroversial). 

3) Anak yang diabaikan (neglected children) yaitu anak yang jarang dipilih untuk dijadikan sahabat atau teman dekat, tapi bukan karena dia tidak disukai oleh kawan sebayanya, bisa jadi karena ia pemalu atau pendiam. 

4) Anak yang ditolak (rejected children) yaitu anak yang jarang dipilih sebagai sahabat oleh kawan sebayanya dan sering tidak disukai karena sesuatu hal, seperti karena bau, dianggap nakal, jorok, tidak menarik, tidak nyambung, terlihat aneh, dan sebab hal-hal negatif lainnya. 

5) Anak yang kontroversial (controversial children) yaitu anak yang dianggap membawa dampak negatif oleh kawan sebayanya sehingga ada yang menjauhi namun ada juga yang mendekati karena dinilai berani dan keren. Contohnya karena anak tersebut sudah berani merokok.

Anak-anak yang popular cenderung mampu menyesuaikan diri dengan baik dimanapun ia berada, berbeda dengan anak-anak yang diabaikan dan ditolak, mereka akan mengalami penyesuaian diri yang serius bahkan dapat berdampak buruk pada kehidupan kedepannya jika tidak ada perubahan menjadi lebih baik pada diri mereka.

Meskipun anak yang popular terlihat prososial, namun dilain kesempatan mereka dapat bertindak antisosial karena bullying tidak mengenal status. Namun mayoritas korban bullying adalah mereka yang diabaikan, ditolak, dan dianggap kontroversial, sedangkan pelakunya biasanya mereka yang dianggap popular dan kontroversial, bahkan anak rata-rata (biasa).

Tindak bullying tidak hanya secara fisik, namun juga secara verbal, seperti menjadi sasaran gosip, komentar, kritik pedas, sedangkan bullying fisik yaitu dipukul, didorong, dan lain-lain.

Sebaiknya orangtua tau, anaknya termasuk dalam kategori status yang mana di lingkungan kawan sebayanya.

Hal-Hal yang dapat dilakukan untuk Membentuk Anak Bersikap Prososial

Untuk membantu anak-anak bersikap prososial maka lingkungan anak juga harus bersikap prososial seperti mau memberikan penguatan atau motivasi, mau mendengarkan secara cermat, mampu membina jalur komunikasi secara terbuka, memperlihatkan keadaan yang damai, mampu mengendalikan emosi-emosi negatif, memperlihatkan antusiasme dan peduli pada orang lain, mengajarkan anak tentang kesopanan, melibatkan anak dalam kegiatan amal seperti mengemas pakaian untuk disumbangkan, mengajarkan sikap percaya diri dan menghargai diri sendiri serta orang lain.

Jika anak berlaku antisosial seperti membully, berkelahi, mengejek, tidak patuh, berlaku kejam dan tindakan negatif lainnya, maka ajak anak bernalar tentang konsekuensi dari tindakannya terhadap orang lain. 

Seperti memberi umpan balik, "lebih baik adik memaafkan dia daripada memukulnya, malah menambah masalah baru." Atau, "Jika adik yang dipukul, adik mau tidak?" Ketika orangtua atau guru menerapkan hukuman secara tenang dan beralasan, maka hal ini akan bermanfaat bagi perkembangan anak.

Orangtua mampu membentuk sikap prososial anak dengan interaksi yang hangat terkait dengan kompetensi sosial anak-anak (perilaku prososial yang tinggi) dan penerimaan sosial (disukai oleh kawan-kawan sebaya dan gurunya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun