Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Bagaimana Aku Harus Memahamimu?

24 Desember 2019   15:49 Diperbarui: 24 Desember 2019   16:02 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu menolak Rey karena aku belum bekerja. Ibu ingin aku mendapat pekerjaan yang mapan terlebih dahulu. Ibu tidak ingin melihat aku menjadi perempuan yang tidak memiliki jenjang karir, hanya suka minta pada suami. Aku menuruti perintah ibu untuk mencari kerja dan meminta Rey untuk menungguku. Aku sibuk mencari lowongan pekerjaan. 

Tapi tiba-tiba aku mendapat undangan pernikahan. Undangan dari Rey. Dia menikah dengan perempuan lain. Aku menangis, aku menyalahkan ibu, aku mendiamkan ibu, aku membenci ibu.

Tuhan, sekarang aku berkata jujur padamu, aku membenci malaikat yang kau kirimkan. Ibu selalu mengatur hidupku, aku benci ibu!

Waktu terus berlalu, kali ini ibu suka membanding-bandingkan aku dengan anak tetangga. Teman SD ku sekarang ada yang bekerja di Trans tv, ibuku iri mendengar ucapan tetangga yang diberi anaknya uang setiap bulan 1 juta.

Ibuku juga iri melihat anak tetangga lulus SMK pergi ke Malaysia. Ibuku iri anak tetangga sudah menikah dan memiliki anak. Ibuku mudah iri, dan aku hanya mendiamkannya saja.

Ketika aku bilang mendapat pekerjaan di luar jawa, ibu tampak gelisah. Dia bilang, "tidak rela jika anaknya pergi ke luar jawa." Ibu, apa maumu sebenarnya?

***

Seiring berjalannya waktu aku sadar, tidak mudah menjadi seorang ibu. Ibu selalu menginginkan hal-hal yang baik-baik tentang anaknya, seperti anaknya mendapat peringkat lebih baik dari tetangga, anaknya fokus belajar, anaknya tidak pacaran, anaknya memiliki karir yang baik, gaji yang baik, bisa memberi ibunya uang, bisa menabung untuk masa depan.

Tapi tidak setiap anak bisa mewujudkan mimpi-mimpi ibu. Anak hanya berusaha sebatas yang dia bisa, anak juga ingin melakukan yang dia suka, anak juga ingin mewujudkan mimpinya sendiri.

Maka akhirnya aku memiliki cita-cita untuk menjadi seorang ibu yang harus belajar setiap hari. Belajar memahami keinginan anak, belajar mencari dan mengembangkan potensi-potensi anak, belajar untuk tidak egois, belajar untuk tidak membatasi pergaulan anak, belajar untuk membiarkan anak memilih, belajar untuk membiarkan anak menyelesaikan permasalahannya.

Semua anak tidak sama. Jika ingin mendidik anak, bukan dengan kekangan, bukan dengan aturan klasik, bukan dengan penyalahan-penyalahan, bukan dengan tuduhan-tuduhan, bukan dengan celotehan-celotehan yang menjatuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun