Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Bagaimana Aku Harus Memahamimu?

24 Desember 2019   15:49 Diperbarui: 24 Desember 2019   16:02 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu ibu menasehatiku, "jangan terlalu dekat dengan laki-laki. Belajar yang rajin. Nanti kalau kamu pacaran kelewatan, hamil, perempuan yang menanggung resiko. Kamu akan menyesal." ibu menuduhku? ibu mengancam aku akan hamil? Apakah perbuatanku sudah terlalu buruk? Haruskah aku hanya berteman dengan yang sejenis denganku?

Demi menjaga pergaulanku, ketika aku SMA, ibu memasukkanku ke sebuah pondok. Ibu mengancam, jika aku tidak sekolah di pondok, ibu tidak akan menyekolahkanku. Baiklah, aku menuruti kata ibu.

Di pondok banyak hal yang mampu merubah hidupku. Aku tidak mengenal laki-laki. Hanya ustadz-ustadzku. Beberapa temanku memotong rambutnya seperti laki-laki. Aku terpengaruh. Aku pun ikut-ikutan memotong rambutku menjadi seperti laki-laki. 

Sebulan sekali aku pulang ke rumah. Ketika pulang ibu kaget melihat rambutku. "Kenapa kamu memotong rambutmu jadi seperti ini?" aku jawab, "supaya tidak gerah, bu." Ibu pun memaklumi.

Tiga tahun di Pondok, gara-gara rambutku seperti laki-laki, adek tingkat mulai menggangguku dengan mengirimiku surat. Macam orang pacaran, perempuan mengirim surat pada laki-laki.

Supaya tidak dibilang sombong, aku pun merespon surat-surat itu, seperti teman-temanku yang lain, mereka juga merespon surat dari adik tingkat. Kami menyebutnya kakak-adik. Hingga ada satu adik tingkatku yang begitu dekat denganku, dia bilang ngefans sekali denganku, dan berharap aku menjadi kakaknya. Namanya Kena.

Ketika di rumah, aku sibuk smsan dengan Kena, menggunakan HP ibu. Ia sering curhat apa saja padaku. Ibu mulai curiga. Dia pikir aku memiliki pacar. Ibu lalu bertanya siapa Kena. Aku menjawab, "Adik tingkatku yang ngefans sekali denganku." Aku kira ibu bakal bangga mendengar itu. Tidak! Ibu malah bilang aku lesbi. Menyukai sesama perempuan.

Oleh sebab itu, ibu menyuruhku menjauhi Kena. Aku pun berjanji pada ibu akan menjauhi Kena. Akhirnya aku menjauhi Kena. Aku lulus lalu masuk ke Perguruan Tinggi.

Di Perguruan Tinggi ketika pertama masuk kuliah, aku berkenalan dengan Reynando. Panggilannya Rey. Aku menyukai Rey, dan Rey pun menyukaiku. Aku dan Rey berpacaran.

Empat tahun aku berpacaran dengan Rey secara diam-diam, tanpa sepengetahuan ibu, karena aku tahu ibu akan marah jika tahu aku pacaran. Ibu hanya ingin aku belajar dengan baik, lulus dengan cumlaude, bahkan aku harus jadi mahasiswa terbaik di fakultasku.

Pada akhirnya aku lulus dengan cumlaude, meski bukan yang terbaik. Saat itulah Rey mulai menampakkan wajahnya di depan Ibu. Rey mau melamarku. Tentu saja aku bahagia. Tapi ibu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun