Tentang Problematika Perempuan dalam Film Kim Ji-Young, Born 1982
1) Perempuan antara Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Berkarir
Sebagaimana cuplikan pembuka tulisan ini, Najwa Shihab dalam acara Opera Van Java di Trans 7 pernah ditanya oleh Denny Cagur, "Jika disuruh memilih, jurnalis atau ibu rumah tangga?" Maka Najwa atau yang lebih sering dipanggil Mbak Nana mengatakan sebagaimana quote di atas.
"Kenapa sih perempuan harus selalu disuruh memilih? Bukankah kita bisa mendapatkan keduanya? Pertanyaan itu sejak awal sudah menempatkan posisi perempuan seolah-olah tak berdaya. Karena setiap perempuan itu multiperan. Saya bisa menjadi ibu, menjadi istri, menjadi tetangga, menjadi jurnalis. Perempuan itu multiperan. Kalau laki-laki tidak pernah ditanya mau jadi pelawak atau jadi ayah."
Jawaban Mbak Nana menunjukkan isi hati setiap perempuan yang selalu disuruh memilih. Di lingkungan saya, baik itu lingkungan masyarakat desa maupun lingkungan teman-teman kuliah, perempuan berkarir di anggap sesuatu yang tidak sesuai dengan kodratnya. Rata-rata usia 18-20an tahun mereka telah menikah, lalu menjadi ibu rumah tangga. Ketika biaya rumah tangga dianggap kurang, mereka lalu baru berkarir. Namun karir tersebut bukan untuk meningkatkan kompetensi atau keahliannya, tapi semata-mata untuk menambah biaya hidup rumah tangga mereka. Anak biasanya dititipkan nenek atau kakeknya.
Bahkan di lingkungan kita, perempuan yang memilih untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi hingga tingkat magister atau doktor dianggap tabu. Jika seorang perempuan telah diwisuda menjadi sarjana, perempuan tersebut, termasuk orang tua, Â mulai sibuk membahas pernikahan. Sanak kerabat dekat dan tetangga-tetangga pun mulai sibuk menanyakan tentang pernikahan. Jarang sekali yang membahas tentang melanjutkan pendidikan, atau peningkatan karir. Paling hanya mendoakan semoga segera dapat kerjaan, atau kalau sudah bekerja, hanya disambut dengan ucapan alhamdulillah, tidak peduli entah menyenangkan atau membosankan pekerjaan tersebut.
Fenomena ini digambarkan dalam kehidupan Kim Ji-Young dimana setelah ia menikah dengan suaminya, orang tua mereka mulai membicarakan keinginan punya bayi. Seperti yang diucapkan Kim Ji-Young kepada suaminya,
 "Ketika kita belum menikah, orang tua menuntut kita untuk segera menikah, setelah menikah mereka menuntut kita untuk memiliki bayi, ketika memiliki bayi perempuan, mereka menuntut kita memiliki bayi laki-laki, ketika kita punya bayi laki-laki, mereka menuntut kita memiliki bayi perempuan."
Lalu sanak kerabat dekat pun ikut mempermasalahkan, seperti ketika kakak perempuan Kim Ji-Young belum menikah, bibinya sibuk sekali bertanya kapan ia akan menikah, hingga kakak perempuan Kim Ji-Young pun sebal karena ditanya hal-hal semacam itu terus-terusan.
Seakan-akan hidup kita adalah untuk menjalani tuntutan-tuntutan dari orang lain, sehingga kita mengorbankan kebahagiaan kita sendiri demi menyenangkan orang lain tersebut.
Setelah Kim Ji-Young memiliki anak, ia memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, fokus dengan anaknya. Namun sebenarnya bukan itu yang ia inginkan. Ia ingin berkarir seperti Kim Eun-Sil, atasannya ketika bekerja di perusahaan agensi. Tentang Kim Eun-Sil, bisa dibaca tulisan kompasianer Corry LauraJuanita dengan judul Kim Eun-Sil: Sisi Lain dari Film "Kim Ji-Young, Born 1982".