Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Mau Disebut Miskin

17 November 2019   13:10 Diperbarui: 17 November 2019   13:15 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://inilahbanten.co.id/

Bapak B: Oh ini kartu untuk orang miskin pak, makanya tidak bayar. Kalau saya gak bayar, malu pak saya. Lha saya saja punya bengkel masak untuk biaya berobat saja ditanggung negara.

Bapak A: Tapi saya bukan orang miskin pak, saya ini PNS.

Bapak B: Iya tapi kartu ini memang untuk orang miskin pak, yang pengobatannya di tanggung negara.

Tampak tidak menyenangkan sekali obrolan dua bapak-bapak tersebut, yang satunya tidak mau dianggap miskin tetapi kenyataannya biaya berobatnya ditanggung negara, yang satunya lagi merasa tidak miskin karena bisa membayar BPJS setiap bulan sehingga memandang rendah orang yang menggunakan BPJS KIS.

Saya sendiri sebenarnya juga menggunakan BPJS KIS, pengobatan saya ditanggung negara, tapi saya juga tidak merasa menjadi orang miskin, karena BPJS KIS itu saya dapatkan ketika saya masih kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta tanpa mengurus berkas tanda saya miskin. Ya, waktu itu tau-tau saya dan teman-teman saya disuruh ke loket Tata Usaha untuk mengambil Kartu Indonesia Sehat itu. Tentu saya senang sekali karena tau-tau mendapatkan jaminan pengobatan gratis.

***

Jika kisah tadi menceritakan tentang dua orang bapak-bapak yang sibuk mempermasalahkan tentang derajat kemiskinan, maka berbeda dengan tetangga-tetangga di desa saya. Setiap menjelang hari raya Pak RT di desa saya mendata orang-orang yang dianggap dalam kategori tidak mampu (miskin). Maka banyak tetangga saya yang kemudian berharap namanya dicatat oleh Pak RT agar mendapatkan bantuan sembako menjelang hari raya. Nenek saya karena memiliki ladang, maka dianggap mampu sehingga tidak dicatat oleh Pak RT. Tapi saya bisa melihat kekecewaan wajah nenek saya, menjelang hari raya itu, dia sibuk sekali menghitung orang-orang yang akan mendapatkan sembako. Diapun dengan terpaksa harus menyisihkan uangnya agar bisa membeli sembako untuk diberikan kepada sanak kerabat dekat. Alangkah bahagianya jika tercatat sebagai orang miskin, karena kita tidak perlu membeli sembako, kita akan mendapatkan sembako dari pihak atasan, begitulah angan-angan nenek saya.

***

Lalu siapa sebenarnya orang miskin itu? Di satu kondisi ada orang yang tidak mau dimiskinkan, tetapi disisi lain ada orang yang berharap suatu saat dianggap miskin oleh negara.

Di dalam QS An Najm: 43-48 Allah berfirman, 

dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis (43), dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan (44), dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan (45), dan sesungguhnya Dialah yang menetapkan penciptaan yang lain (kebangkitan setelah mati) (47), dan sesungguhnya Dialah yang memberi kekayaan dan kecukupan (48).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun