Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Faktor-faktor Seseorang Terpapar Radikalisme

18 Oktober 2019   00:57 Diperbarui: 18 Oktober 2019   01:17 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan guru-murid ini dialami oleh Abu Isa alias Zaim, mantan kombatan dalam konflik Ambon dan Poso. Ia mengaku gurunya jugalah yang mengeluarkannya dari lingkaran terorisme itu. 

Pengaruh guru dan murid ini bersifat dominan dan nyaris absolute, karena sistem pengajaran  yang diterapkan secara tertutup dan hanya satu pintu, yaitu melalui gurunya atau orang yang dianggap bagus oleh gurunya. Di luar itu, nyaris tidak ada sumber ilmu pengetahuan lagi yang boleh diakses.

Perkawinan

Modus baru dari terorisme yaitu pengantin bom istana. Seperti yang terjadi pada Dian Yulia Novi dan  Nur Solihin. Mereka menikah tanpa tahu satu sama lainnya. Mereka mau menikah dengan alasan demi menggapai ridho ilahi. Padahal Dian tahu bahwa Solihin sudah mempunyai anak dan istri.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa siapapun bisa terpapar radikalisme bahkan menjadi terorisme, baik itu polisi, mahasiswa, guru, dosen, tentara, artis, dan lain sebagainya. 

Terlebih saat ini proses radikalisme dan terorisme tidak hanya dapat dilakukan dengan bertemu langsung, tetapi bisa hanya melalui media sosial. 

Bahkan bisa dilakukan bukan karena orang lain, tapi hanya karena keinginannya untuk masuk surga, mereka rela melakukan amaliyah mencelakakan diri sendiri dan orang lain, bahkan keluarganya sendiri.

Oleh sebab itu, maka penting saat ini bagi kita untuk lebih berhati-hati dengan paham-paham yang tidak masuk akal. Penting bagi orang tua untuk mengajak anak berinteraksi, menanamkan rasa cinta damai, menghargai yang berbeda, saling memaafkan, dan membantu anak dalam mencari jati dirinya. Jangan sampai anak sebagai generasi penerus bangsa terjebak dalam pergaulan yang eksklusif dan membenci sesama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun