Dilansir kompas.id, dalam waktu sepekan 40 terduga teroris telah ditangkap. Menurut Wawan Purwanto, juru bicara Badan Intelijen Negara (BIN), sebagaimana dilansir voaindonesia.com, remaja usia 17-24 tahun rentan terpapar radikalisme.Â
Namun ada juga usia 24-45 tahun dan di atas 50 tahun yang terlibat. Sebagaimana yang dikatakan Ansyaad Mbai, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) periode 2011 - 2014, bahwa terorisme adalah anak kandung radikalisme.
Menurut Hasibullah Satrawi dalam bukunya "Jangan Putus Asa: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya" (2018, p. 35-52) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terpapar ideologi radikal dan terorisme.
Semangat Keagamaan
Menurut John W. Santrock, sebagaimana yang pernah saya tulis dalam kompasiana.com 5 Hal Privasi dalam Kehidupan bahwa remaja dan dewasa awal mengalami kondisi identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion), dan keakraban versus keterkucilan (intimacy versus isolation).Â
Pada masa ini mereka mulai berfikir lebih abstrak, idealistik, dan logis dibandingkan anak-anak. Cara berfikir yang demikian menjadikan mereka mempertimbangkan berbagai gagasan tentang konsep religiusitas dan spiritual (Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 1, 2017, p. 442). Remaja merasa ia mengenal hal baru yang bersifat keagamaan, padahal sebelumnya ia tidak terlalu peduli dengan persoalan keagamaan.Â
Hal ini seperti yang diceritakan oleh Putri, nama samaran di ILC, returnis Syiriah. Ia mengaku menyukai sejarah dalam Islam, lalu mulai berangan-angan apakah mungkin ada kehidupan seperti zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin.Â
Tahun 2014 ia melihat di internet tentang ISIS di Syuriah. ISIS mengaku menegakkan kehidupan seperti zaman Rasulullah. Dia bersama keluarga besarnya kemudian berangkat ke Syuriah. Tetapi setelah sampai disana ternyata tidak seperti yang diharapkan.Â
Merujuk pendapat Syeikh Yusuf Al-Qardhawi, salah satu mantan pimpinan Jamaah Islamiyah Mesir, ciri dari semangat keberagamaan yang berlebihan (ekstrem) yaitu fanatisme kelompok yang sampai pada tahap menyalahkan, membid'ahkan, bahkan mengkafirkan pihak lain yang berbeda.Â
Hingga akhirnya mereka meninggalkan tradisi keagamaan yang diikuti keluarga dan kelompok lamanya, dan memilih bergabung dengan kelompok baru yang lebih keras mempraktikkan semangat keagamaan yang ada.Â
Setelah bergabung dengan kelompok yang lebih ekstrem, mereka kembali meninggalkan kelompoknya dan bergabung dengan kelompok yang lebih ekstem lagi. Begitu seterusnya hingga yang bersangkutan bergabung dalam jaringan teroris yang mengekspresikan semangat keagamaan dan perjuangan dalam bentuk kekerasan.