Hari Raya Idul Fitri tinggal hitungan pekan. Harga sejumlah bahan pokok masih terpantau tinggi, salah satunya daging sapi.
Menurut data dari sp2kp.kemendag.go.id (10/4) harga daging sapi di wilayah DKI Jakarta mencapai Rp143.000, naik dari sebelumnya rata-rata diangka Rp140.000 di awal bulan Ramadhan.Â
Kenaikan harga ini diprediksi akan terus meningkat menjelang hari raya Idul Fitri, seiring peningkatan permintaan.
Di sisi lain, pemerintah telah mengimpor 200 ribu ton daging sapi dan kerbau beku untuk menjaga ketersediaan di dua momen besar, yaitu bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ternyata impor tidak menjadi solusi menjaga stabilitas harga. Harga daging sapi terus merangkak naik.
Saat konsumsi per kapita daging di Indonesia masih sangat rendah, 2,2 kg per tahun dibawah rata-rata konsumsi dunia 6,4 kg per kapita per tahun.
Hal ini tentu masih menjadikan daging sapi sebagai bahan pangan mewah dengan harga fantastis yang semakin sulit dijangkau masyarakat menengah bawah.Â
Upaya untuk mewujudkan swasembada daging maupun protein hewani nampaknya masih menjadi mimpi dan perlu kerja ekstra.
Sedangkan fakta di lapangan, masih banyak ditemui peternak kesulitas menjual sapi-sapinya bahkan di momen-momen hari besar dan menjualnya saat butuh biaya dengan harga rendah, yang tentu tidak sesuai dengan biaya pemeliharaan.
Arisan Daging Sapi
Ditengah kondisi yang cukup memprihatinkan ini, saya menjumpai harapan swasembada daging itu masih ada. Beberapa waktu lalu, saya mendengar cerita dari saudara saya yang tinggal di daerah Boyolali, Idul Fitri tahun ini dia mendapat jatah arisan daging sapi.
Dalam pikiran saya, arisan atau tabungan sapi ini biasanya ada di momen Hari Raya Idul Adha, ternyata tidak.Â
Mekanismenya sangat sederhana, seperti arisan pada umumnya. Anggota arisan adalah para pedagang pasar dan pelaku UMKM, bekerjasama dengan peternak rakyat.
Boyolali sendiri merupakan salah satu wilayah dengan populasi sapi yang cukup banyak di Provinsi Jawa Tengah.Â
Sebenarnya ini lebih pada konsep tabungan, yang nantinya hasil akhir (berupa daging sapi) dibagikan pada anggota. Ini sangat menarik, dan tentunya menguntungkan bagi kedua belah pihak, anggota arisan maupun peternak.
Anggota yang mayoritas adalah masyarakat menengah kebawah memperoleh daging dengan harga terjangkau yang dapat dimasak untuk hari raya.
Begitupun peternak memperoleh kepastian pembelian dengan kesesuaian harga yang telah disepakati. Intinya, semua memperoleh kebahagiaan di hari raya!
Swasembada dari tradisi
Sebenarnya masih banyak lagi budaya-budaya di masyarakat yang dapat mempertahankan eksistensi sapi demi menjaga kestabilan harga.
Sayangnya, hal ini seakan selalu dikesampingkan dalam berbagai upaya maupun program peningkatan populasi, ataupun produktivitas untuk mengejar pemenuhan kebutuhan daging.Â
Peternak rakyat dan masyarakat desa dengan teknologi minim selalu dijadikan alasan peningkatan populasi sapi nasional berjalan lambat sehingga permintaan daging dalam negeri harus dipenuhi dengan jalan impor.
Padahal, sudah seharusnya program yang dibuat mengacu pada kondisi dan budaya Indonesia atau spesifik karakteristik setiap wilayah (berbasis kawasan).
Misalnya Indonesia sebagai negara muslim terbesar. Ini tentu dapat diprediksi kapan permintaan daging tinggi (bedasarkan kalender hijriah).Â
Mulai dari sini mungkin bisa dilakukan pengaturan perkawinan, meskipun musim kawin baiknya diatur berdasarkan musim (kemarau ataupun penghujan), kaitannya dengan ketersediaan pakan dan menekan angka mortalitas bagi pedet yang baru lahir.
Namun, sejauh ini nampaknya pengaturan perkawinanpun masih jarang diperhatikan oleh peternak rakyat yang menjadi tulang punggung populasi sapi nasional.
Sedangkan dengan pola pemeliharaan sapi di Indonesia yang umumnya dikandangkan karena keterbatasan lahan dan skala kepemilikan yang rendah, tentu persoalan pakan dan kesehatan dapat dikontrol sendiri oleh peternak, dengan catatan adanya introduksi teknologi.
Berangkat dari hal-hal sederhana yang ada di masyarakat seperti ini, bukan tidak mungkin swasembada dapat tercapai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI