Mohon tunggu...
Sari Azis
Sari Azis Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis. Alumnus Fisip Universitas Mulawarman Samarinda. LPTB Susan Budihardjo Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagar Makan Tanaman

17 November 2021   10:55 Diperbarui: 17 November 2021   15:40 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terkadang hawa nafsu membuat kita buta akan realita. Perasaan yang terlalu meluap membuat kita arogan bahkan egosentris.

"Tidak akan ada perceraian karena mahal dan membangkrutkan!" tolak Duran, sembari membanting pintu mobil. 

Aristi terpana. Kakinya tak mampu bergerak bak patung ia menatap nanar mobil yang melesat meninggalkan halaman.

"Makanya jangan jadi pagar makan tanaman. Makan tuh karma!" 

Beberapa minggu sebelumnya.

Aristi menunduk. Sekuat mungkin menahan emosi. Amarahnya sudah sampai ubun-ubun namun gamisnya menahan Aristi untuk brutal menumpahkan kesal. Ia harus jaga image. 

Harus terlihat muslimah soleha yang ridho menghadapi masalah apapun, termasuk anak tiri brengsek yang sudah menendang Arigo, anak semata wayangnya. 

Baru menikah sebulan tapi serasa seabad. Pernikahan bahagia yang Aristi bayangkan hanya indah di tiga hari usai ijab kabul. Ibay anak tirinya yang sejak pertama bertemu sudah menunjukkan sikap bermusuhan mulai melakuka teror mental pada Aristi dan Arigo. Nyaris dua puluh empat jam dalam sehari Aristi harus mengurut dada akan ulah Ibay. 

"Anakmu sungguh-sungguh bangsat!" berang Aristi, sembari melempar Duran, suaminya dengan bantal.

Wajah Duran memerah. Gusar ia lempar balik bantal ke arah isterinya.

"Jangan pernah memaki anakku sekasar itu lagi!" Duran menunjuk wajah Aristi dengan geram.

"Lho? Memang bangsat. Apa namanya jika tidak itu? Dia sudah menyiram Arigo dengan seember air di kasur"

Siapa yang tidak emosi melihat anak sedang tidur pulas di siram air seember tanpa sebab. Alasan Ibay sungguh tak masuk akal. Membangunkan Arigo agar tak telat sekolah online. 

Alasan yang dibuat-buat karena hari itu adalah hari minggu mana ada seskolah online. Mereka pun tak sekamar. Aristi menyesal menyusul Arigo tak mengunci pintu kamar karena ia khawatir terjadi sesuatu jika anaknya terkunci dalam kamar. Paranoid yang membawa anaknya pada penderitaan. Ibay jadi sesuka hati keluar masuk kamar adik tirinya. 

Sebelumnya ia mengambil mainan Arigo hanya karena mainnya rusak. Ibay juga mengacak-acak kamar adiknya karena kehilangan pulpen dan penggaris. Ia menuduh Arigo menyembunyikan hingga menggeledah

"Kamu harus paham. Ibay masih butuh waktu untuk beradaptasi."

"Apa membully adik tiri itu yang dinamakan adaptasi? Dari hari pertama kita menikah dia sudah berulah. Menggunting korden, Menendang Arigo, menabrak pagar dengan sepeda. Memaki-maki aku. Itu yang dinamakan adaptasi?!" berang Aristi.

Ia sudah tak perduli anak-anak mendengar pertengkaran orang tuanya. Tak perdul tetangga mendengar. Persetan. Aristi sudah tak tahan. Tak perduli suaminya baru pulang lembur. 

Belum mandi dan makan apalagi shalat. Masa bodoh. Kemarahannya sudah tak terkendali. Sedari sore ia sudha menelepon Duran mengadu, memintakan pulang untuk menyelesaikan masalah tapi suaminya malah memilih lembur sampai jam sembilan malam. Mengganggap tidak penting masalah tersebut. Menasehati

"Aku nggak mau tahu. Kau harus menghukum anakmu atau dia angkat kaki dari rumah ini"

Aristi punya hak untuk mengusir Ibay karena separuh dari pembelian rumah ini berasal dari uangnya. Uang gono gini Duran tak akan mampu membeli rumah di komplek cukup elit ini. 

Duran hanya manajer keuangan perusahaan biasa. Penghasilannya tak akan mampu membiayai kehidupan mewah mereka jika tidak dibantu oleh orang tua Aristi. Duran memilih dirinya pun karena ia kaya dan cantik. Meninggalkan isterinya yang cerewet dan matre demi hidup bersama dirinya, sahabat sejak jaman kuliah.

Ibay menangis hiseris usai ditampar ayahnya. Ia tak menyangka ayah yang iapuja, iabanggakan akan setega itu. Ah, tidak. Ayah memang sudah bukan ayah yang dulu lagi sejak bertemu sahabat lamanya, ibu tirinya.

 Ayah berselingkuh dari ibu. Ayah menjadikan sifat penuntut ibu sebagai alasan bercerai. Ayah yang dulu pengalah dan membiarkan dirinya jadi korban kdrt ibu jika keinginannya tak dipenuhi perlahan tapi pasti menjadi galak dan berani melawan ibu. 

Puncaknya setelah ibu minta ganti mobil sembari memaki, tanpa pikir panjang ayah langsung menalak dan menggugat cerai ibu di Pengadilan Agama. 

Sebenarnya hak asuh anak diberikan pada ibunya karena anak di bawah umur diwajibkan diasuh ibu ketika ada perceraian, namun Ibay memilih ikut ayah maka ibu mengijinkan ia tinggal bersama ayah sembari memata-matai ibu tiri. 

Dendam kesumat akibat  perceraian kedua orang tuanya oleh kehadiran wanita lain membuat Ibay menjadi tempramental. Apa lagi ia lihat ayahnya sangat memanjakan adik tirinya. Ibay semakin sakit hati. Ibu tirinya pun ia anggap modus pada ayahnya. Baik hanya di depan ayah ketika ayah kerja ibu tirinya akan berubah menjadi ular cobra yang siaga melahapnya. 

Aristi merubah penampilan sebulan sebelum menikah. Ia ingin menunjukkan pada keluarga Duran bahwa ia bukan janda gatel yang memangsa suami orang demi arogansi. Ia adalah wanita baik budi dengan sopan santun yang mumpuni. Berpakaian sangat sesuai ajaran agama. Walau Duran protes karena ingin Aristi berbusana seperti biasa. 

Tekad Aristi sudah bulat. terlebih ia ingin menunjukkan pada mantan isteri Duran, ia lebih segala-galanya bahkan secara agama. Walaupun terkesan munafik tak apalah. 

Toh masyarakat republik ini selalu bersimpati pada wanita yang berpenampilan sangat tertutup yang hanya kelihatan wajahnya saja. Mana mereka berpikir ahlak seseorang tidak dilihat dari busana. Mana mereka perduli pula psk yang d gerebek di hotel esek-esek modusnya memakai busana yang sangat sesuai tuntunan agama untuk mengelabuhi sekitar. 

Yang mereka nilai ya yang mereka lihat. Yang mereka sanjung ya yang mereka anggap punya bukan yang tak berpunya. Seperti dirinya yang dengan gampang mengambil hati orang tua dan saudara-saudara Duran karena berasal dari keluarga terpandang walau berstatus janda kembang ditinggal meninggal. Sedangkan mantan isteri Duran anak pendagang kaki lima yang jelas jauh stratanya. 

Duran tercenung. Nasi sudah jadi bubur. Ada penyesalan dalam dirinya. Mendapatkan Aristi di primadona kampus hanya kebanggaan fatamorgana. Walau sempat bikin sensasi di grup WA alumni angkatan nyatanya ia hanya mendapatkan karma dari ketidaksetiaannya pada Jiya. 

Setiap Ibay berulah Duran dilema. Tak tahu harus memihak siapa? Ia hanya menyesal mengapa tak ada kerukunan antar anak kandungnya dan isteri serta anak tirinya. Duran selalu memohon pada Aristi untuk bersabar menghadapi Ibay tapi isterinya itu malah mengamuk. 

Melemparinya dengan piring, gelas, bahkan panci. Setiap iaingatkan bahwa Aristi sudah hijrah. menunjuk gamis suer panjang dang longgarnya, bukannya surut malah tambah mengamuk. Terakhir Duran mengalami kdrt lagi persis seperti yang dulu dialaminya saat masih berumah tangga dengan Jiya. Ia dicakar Aristi. Pipinya sobek. Harus dijahit. Dan Duran terpaksa berbohong papa teman sekantor penyebab pipinya robek.

Aristi menangis di pelukan Lula, sahabatnya. Ia tumpahkah segala keluh kesah. Sesunggukan ia berkisah hingga Lula menghela nafas. Ia tak menyangka akan seberat ini masalah Aristi. 

Baru menikah beberapa bulan Duran sudah selingkuh dengan stafnya. Ingin bercerai ia gengsi. Ingin bertahan ia juga sudah tak tahan. Ada anak tiri yang memata-matai dan siap menerkamnya. 

Aristi tak akan mau dikalahkan oleh remaja nanggung yang sedari awal sudah tak senang padanya. Sementara Duran jarang pulang e rumah entah tidur di mana. 

Setiap Aristi menuntut jawaban Duran lebih memilh mengunci diri di kamar mandi. Ta mau bicara sama sekali. Hingga ia membaca chat mesra suaminya dengan seorang wanita. Aristi murka. Mereka betengkar hebat dan Duran mengatakan bahwa ia menyesal menikahi wanita posesif yang kasar dan munafik seperti dirinya. 

"Semua ini berawal dari reuni." kenang Lula.

Aristi tak bersuara. Mengusap mata sembabnya dengan tisu. 

"Aku kan sudah bilang jangan main api nanti terbakar. Tapi kau tetap saja bersikukuh mendapatkan Duran."

"Aku butuh suami La. Kamu belum pernah menikah jadi tidak tahu rasanya."

"Tapi bukan berarti kamu mencuri, kan, Ris?"

"Apa maksudmu?!" belalak Aristi, kaget. Tersinggung.

Lula terdiam.

"Kau menuduh aku pencuri? Aku tidak butuh cara itu untuk mendapatkan sesuatu."

"Mengambil sesuatu yang bukan hakmu apa bukan mencuri namanya? Duran itu kan, suami orang, Ris"

Lula ingin tertawa terbahak-bahak melihat kenaifan sahabatnya. 

Dua tahun lalu saat reuni fakultas, di situlah Duran dan Aristi bertemu kembali. Dejavu. Semasa kuliah Duran tergila-gila pada Aristi. Tapi sayang Aristis lebih memilih Lugos teman sekampus mereka yang pendiam ketimbang Duran yang pengurus BEM. 

Tapi butuh waktu lama untuk dekat. Begitu Duran tahu Lugos sudah meninggal akibat kecelakaan, ia langsung mendekati Aristi. 

Curhat soal rumah tangga hingga membuat Aristi simpati. Duran jadi sering membandingkan isterinya dengan pacarnya. 

Seperti bumi dan langit hingga ia menunggu saat yang tepat untuk mendepak Jiya. Ia tahu isterinya selalu panas pada para tetangga. Ada yang beli ponsel baru, Jiya akan merengek minta ganti ponsel. 

Ada yang renovasi rumah Jiya pun minta rumah direnovasi. Ada yang beli mobil baru Jiya pun ganti mobil. Duran muak dengan semua itu. Jiya tak pernah puas dengan yang mereka punya. Selalu ingin lebih. Berbeda dengan Aristi yang cantik, seksi, dan mandiri. Arsiti tak pernah hidup glamor walau ia kaya. Duran terpesona. Ia harus mengganti Jiya dengan Aristi. Titik!!!!

"Kau ini seperti pagar makan tanaman, Ris. Ketika dia curhat bukannya membuat dia memperbaiki rumah tangganya malah kau hancurkan. Bukannya menasehati kau malah mengompori. Ini hasilnya. Kau harus berjiwa besar. Sadar."

Aristi marah. tak terima dikatakan sebagai pagar makan tanaman. Baginya jika rumah tangga sudah kacau balau untuk apa dipertahankan lebih baik ditinggalkan. Semua orang berhak bahagia Itu nasehatnya dahulu pada Duran. dan sekarang??????

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun