Melemparinya dengan piring, gelas, bahkan panci. Setiap iaingatkan bahwa Aristi sudah hijrah. menunjuk gamis suer panjang dang longgarnya, bukannya surut malah tambah mengamuk. Terakhir Duran mengalami kdrt lagi persis seperti yang dulu dialaminya saat masih berumah tangga dengan Jiya. Ia dicakar Aristi. Pipinya sobek. Harus dijahit. Dan Duran terpaksa berbohong papa teman sekantor penyebab pipinya robek.
Aristi menangis di pelukan Lula, sahabatnya. Ia tumpahkah segala keluh kesah. Sesunggukan ia berkisah hingga Lula menghela nafas. Ia tak menyangka akan seberat ini masalah Aristi.Â
Baru menikah beberapa bulan Duran sudah selingkuh dengan stafnya. Ingin bercerai ia gengsi. Ingin bertahan ia juga sudah tak tahan. Ada anak tiri yang memata-matai dan siap menerkamnya.Â
Aristi tak akan mau dikalahkan oleh remaja nanggung yang sedari awal sudah tak senang padanya. Sementara Duran jarang pulang e rumah entah tidur di mana.Â
Setiap Aristi menuntut jawaban Duran lebih memilh mengunci diri di kamar mandi. Ta mau bicara sama sekali. Hingga ia membaca chat mesra suaminya dengan seorang wanita. Aristi murka. Mereka betengkar hebat dan Duran mengatakan bahwa ia menyesal menikahi wanita posesif yang kasar dan munafik seperti dirinya.Â
"Semua ini berawal dari reuni." kenang Lula.
Aristi tak bersuara. Mengusap mata sembabnya dengan tisu.Â
"Aku kan sudah bilang jangan main api nanti terbakar. Tapi kau tetap saja bersikukuh mendapatkan Duran."
"Aku butuh suami La. Kamu belum pernah menikah jadi tidak tahu rasanya."
"Tapi bukan berarti kamu mencuri, kan, Ris?"
"Apa maksudmu?!" belalak Aristi, kaget. Tersinggung.