Mohon tunggu...
Sari Azis
Sari Azis Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis. Alumnus Fisip Universitas Mulawarman Samarinda. LPTB Susan Budihardjo Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagar Makan Tanaman

17 November 2021   10:55 Diperbarui: 17 November 2021   15:40 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lho? Memang bangsat. Apa namanya jika tidak itu? Dia sudah menyiram Arigo dengan seember air di kasur"

Siapa yang tidak emosi melihat anak sedang tidur pulas di siram air seember tanpa sebab. Alasan Ibay sungguh tak masuk akal. Membangunkan Arigo agar tak telat sekolah online. 

Alasan yang dibuat-buat karena hari itu adalah hari minggu mana ada seskolah online. Mereka pun tak sekamar. Aristi menyesal menyusul Arigo tak mengunci pintu kamar karena ia khawatir terjadi sesuatu jika anaknya terkunci dalam kamar. Paranoid yang membawa anaknya pada penderitaan. Ibay jadi sesuka hati keluar masuk kamar adik tirinya. 

Sebelumnya ia mengambil mainan Arigo hanya karena mainnya rusak. Ibay juga mengacak-acak kamar adiknya karena kehilangan pulpen dan penggaris. Ia menuduh Arigo menyembunyikan hingga menggeledah

"Kamu harus paham. Ibay masih butuh waktu untuk beradaptasi."

"Apa membully adik tiri itu yang dinamakan adaptasi? Dari hari pertama kita menikah dia sudah berulah. Menggunting korden, Menendang Arigo, menabrak pagar dengan sepeda. Memaki-maki aku. Itu yang dinamakan adaptasi?!" berang Aristi.

Ia sudah tak perduli anak-anak mendengar pertengkaran orang tuanya. Tak perdul tetangga mendengar. Persetan. Aristi sudah tak tahan. Tak perduli suaminya baru pulang lembur. 

Belum mandi dan makan apalagi shalat. Masa bodoh. Kemarahannya sudah tak terkendali. Sedari sore ia sudha menelepon Duran mengadu, memintakan pulang untuk menyelesaikan masalah tapi suaminya malah memilih lembur sampai jam sembilan malam. Mengganggap tidak penting masalah tersebut. Menasehati

"Aku nggak mau tahu. Kau harus menghukum anakmu atau dia angkat kaki dari rumah ini"

Aristi punya hak untuk mengusir Ibay karena separuh dari pembelian rumah ini berasal dari uangnya. Uang gono gini Duran tak akan mampu membeli rumah di komplek cukup elit ini. 

Duran hanya manajer keuangan perusahaan biasa. Penghasilannya tak akan mampu membiayai kehidupan mewah mereka jika tidak dibantu oleh orang tua Aristi. Duran memilih dirinya pun karena ia kaya dan cantik. Meninggalkan isterinya yang cerewet dan matre demi hidup bersama dirinya, sahabat sejak jaman kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun