Lagi-lagi aku hanya tersenyum, 'Aku sudah menemukan, San. Dia yang memahami passion gilaku tanpa menuntut apa pun.'
Aku turun di pasar Matesih kemudian meneruskan perjalanan dengan ojek. Sementara Santi melanjutkan ke Tawangmangu menemui Sonny di suatu tempat.
***
Aku menyalakan lampu teras sesaat setelah mandi, kemudian masuk ke ruang kerja. Ada beberapa draft run down acara yang harus segera diselesaikan. Namun, satu jam berlalu tanpa satu huruf pun tercetak di layar laptopku. Pertanyaan dan pernyataan Santi mengusikku. Membawa ingatanku pada sosok bernama Abhinaya.
Aku pertama kali berinteraksi dengannya karena tergelitik status di media sosial yang ditulisnya. Dalam dunia kepenulisan, aku memang sedikit liar berimajinasi sehingga banyak yang menghakimiku sebagai penulis dengan mazhab selangkangan. Dari komentar sederhana berlanjut janjian untuk bertemu di satu tempat. Janji pertama terpaksa kubatalkan karena keraguan yang tiba-tiba meyeruak.
Dan kemarin siang, pertemuan terjadi dengan banyak keabsurdan.
***
[Mampus! Supir Grabnya tetanggaku!] tulisku pada pesan Whatapps.
[ Kujemput ] balasnya.
[Aja golek perkara! Tunggu saja nanti]
***