Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aruna dan Barsha [Kisah Satu Malam]

14 Desember 2017   16:05 Diperbarui: 14 Desember 2017   16:34 2964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lampu kamar yang redup, AC yang disetel di angka dua puluh delapan, tidak mampu mengeringkan keringat yang menetes dari tubuh-tubuh kedua insan yang baru saja melewati badai. Di balik selimut hotel mereka terdiam, berkutat dengan pikiran masing-masing. 

" Maaf...." si pria memecah keheningan.

" Tak papa, semua terjadi begitu saja." jawab perempuan berambut ikal sebahu di sebelahnya, lirih.

***

Barsha, perempuan berusia tiga puluh lima tahun yang berprofesi sebagai senior konselor di sebuah klinik psikiatri terkenal. Di sela-sela kesibukan, perempuan yang sering ditinggal suaminya untuk bekerja di luar kota itu mengisi waktunya dengan menulis dan menerima tawaran untuk mengisi satu atau dua sessi dalam seminar-seminar parenting dan pembekalan untuk remaja. Nama Barsha bahkan menjadi jaminan sukses sebuah seminar dan forum diskusi lainnya.

***

Aruna, lelaki di pertengahan dua puluhan ini adalah seorang seniman multi talenta. Bening matanya menggambarkan dalamnya sumber imajinasi yang tak pernah habis digali. Pemuda berambut sebahu yang entah kapan terakhir kali disentuh sisir itu sehari-hari berkutat di sanggar lukis sekaligus bengkel teater yang didirikannya di tengah kampung, dekat dengan sungai yang penuh dengan aliran limbah pabrik.

***

Aruna dan Barsha dipertemukan di sebuah grup facebook pecinta budaya asli nusantara. Keakraban keduanya diawali dari sekedar berbalas komentar, bahkan sesekali berdebat di status yang diunggah di grup tersebut. Dilanjutkan saling inbox bertukar informasi dan berdiskusi  tentang sejarah yang mulai dihilangkan dari bumi nusantara. Tidak pernah ada kata saling merayu atau menyinggung soal asmara. Kedekatan keduanya murni sebagai sahabat, bahkan ketika mereka berdua bergabung di chat room WA group, tidak ada yang berubah.

***

Seperti kebiasaan Barsha, jika dia berkunjung di satu kota untuk mengisi seminar atau sekedar liburan, dia mengabarkan dan mengundang kawan maya di kota tersebut untuk kopi darat. Aruna beberapa kali menanggapi dan berjanji akan datang, tapi urung menemuinya dengan alasan job mendadak.

Malam sudah mulai larut saat bunyi messenger terdengar ponselnya.

Kamu jadi menginap di hotel Azailka? begitu bunyi pesan yang masuk.

Jadi, jawabnya singkat

Kamar berapa?

Dua satu kosong empat

Aku samperin ya!?

Barsha terkejut, spontan dia melompat dari duduknya. Tiba-tiba dia teringat kalau belum sempat mandi sekembali dari seminar tadi, dia menoleh ke arah cermin besar yang menempel.di tembok, wajahnya terlihat sangat kusut. 

"Sial! aku lebih menakutkan dari nenek lampir," keluhnya.

Ponsel berdering, panggilan messenger masuk dari Aruna 

" Hallo, aku sudah di depan kamarmu!" suara bariton memecah keheningan.

Jantung Barsha berdegup tak beraturan, tangannya merapikan dress pendek yang dia kenakan, tangannya menggapai tisu basah dan melap mukanya sekilas kemudian melangkah menuju pintu.

Sesosok tubuh kurus tinggi dengan rambut basah dan menyebarkan harum salah satu merk sampo, berdiri membelakanginya.

"Aruna?" 

"Ya!" jawab pemuda itu, senyum mengembang dari bibir yang menghitam.

"It's surpraise! ayo masuk!" Barsha menarik tangan Aruna.

"Aku bawakan ini untukmu!" kata Aruna seraya mengacungkan plastik yang sedikit berminyak.

"Martabak? kebetulan aku lapar, tapi aku belum sempat mandi nih! nggak papa kan kamu nunggu sebentar?"

"Sesukamu ...."

Barsha mengambil handuk bersih di lemari, tak lama kemudian dari dalam kamar mandi terdengar suara shower yang diputar kencang. Aruna mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, tak ada tempat duduk selain ranjang. Pemuda itu melangkah menuju jendela, memandang kota dari ketinggian lebih dari seratus meter, lampu-lampu yang menyala membuat suasana malam begitu mempesona.

"Hai, lihat apa?"

Harum sabun mandi berpadu deodorant tercium di hidung Aruna. Ada rasa yang berbeda timbul dalam dada Aruna, entah apa? yang jelas rasa hangat menjalari tubuhnya.

" Heh!! melamun lho ..." sergah Barsha.

Dan keheningan menyelimuti mereka, hanya nafas yang terdengar, tanpa ada kata-kata. Keduanya saling bertatapan, siapa yang memulai, sejak kapan, mereka bersatu dalam rengkuhan hangat.  Bibir mereka saling mencari, saling mengunci. Tubuh keduanya berpaut seperti tak mau dipisahkan.

Satu persatu pakaian mereka luruh di lantai, bisikan-bisikan mesra terdengar menggema mengalahkan degup jantung yang berkejaran dengan nafsu. Begitu liar, tanpa terkendali. Saling merenggut, melenguh dan berakhir dengan teriakan tertahan di ujung malam.

***

"Maaf ..." suara Aruna memecah keheningan.

"Bukankah sudah kubilang, tak ada yang perlu dimaafkan? Kita sama-sama menginginkan."

Aruna memandang Barsha tanpa berkedip, rasa bersalah yang mengendap mengalahkan ketertarikannya pada Barsha. Ya, pemuda itu kagum pada perempuan bertubuh sekal itu sejak pertama mereka menjalin pertemanan di facebook. Kecerdasan, kelugasan dan keberanian Barsha berpendapat membuatnya jatuh cinta, meski mereka belum pernah bertatap muka, meski Aruna tidak pernah mengungkapkannya.

"Aneh ya?" bisik Barsha lirih, " lalu bagaimana selanjutnya kita? kau pasti menganggapku rendah, ya kan?"

"Percaya atau tidak, aku mencintaimu jauh sebelum kita bertemu."

"Kau akan menjauhiku? kita pasti akan canggung nanti dalam diskusi. Bukankah kita tidak punya keintiman virtual selama ini, tapi yang kita lakukan barusan?"

"Aku pastikan itu tidak terjadi, Sha. Bolehkan aku memanggil nama saja?" sahut Aruna.

Barsha menggenggam tangan Aruna dari balik selimut.

"Lalu?"

"Biar kita tetap seperti ini saja, matahari dan hujan hanya sesekali bertemu, tetapi saat pertemuan itu terjadi, warna-warna eksotis tercipta dan pendarnya disimpan pada setiap hati yang memandangnya. Baiklah kita menyimpan rasa ini dalam dimensi yang berbeda."

Aruna dan Barsha kembali bertatapan hingga pemuda itu merengkuh Barsha dalam pelukan yang dalam. Dan kembali keduanya larut dalam keintiman.

#poeds 121217

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun