Dan keheningan menyelimuti mereka, hanya nafas yang terdengar, tanpa ada kata-kata. Keduanya saling bertatapan, siapa yang memulai, sejak kapan, mereka bersatu dalam rengkuhan hangat. Â Bibir mereka saling mencari, saling mengunci. Tubuh keduanya berpaut seperti tak mau dipisahkan.
Satu persatu pakaian mereka luruh di lantai, bisikan-bisikan mesra terdengar menggema mengalahkan degup jantung yang berkejaran dengan nafsu. Begitu liar, tanpa terkendali. Saling merenggut, melenguh dan berakhir dengan teriakan tertahan di ujung malam.
***
"Maaf ..." suara Aruna memecah keheningan.
"Bukankah sudah kubilang, tak ada yang perlu dimaafkan? Kita sama-sama menginginkan."
Aruna memandang Barsha tanpa berkedip, rasa bersalah yang mengendap mengalahkan ketertarikannya pada Barsha. Ya, pemuda itu kagum pada perempuan bertubuh sekal itu sejak pertama mereka menjalin pertemanan di facebook. Kecerdasan, kelugasan dan keberanian Barsha berpendapat membuatnya jatuh cinta, meski mereka belum pernah bertatap muka, meski Aruna tidak pernah mengungkapkannya.
"Aneh ya?" bisik Barsha lirih, " lalu bagaimana selanjutnya kita? kau pasti menganggapku rendah, ya kan?"
"Percaya atau tidak, aku mencintaimu jauh sebelum kita bertemu."
"Kau akan menjauhiku? kita pasti akan canggung nanti dalam diskusi. Bukankah kita tidak punya keintiman virtual selama ini, tapi yang kita lakukan barusan?"
"Aku pastikan itu tidak terjadi, Sha. Bolehkan aku memanggil nama saja?" sahut Aruna.
Barsha menggenggam tangan Aruna dari balik selimut.