Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Fiksi Horor dan Misteri] Wajah Siapa yang Ada Dalam Cermin

26 September 2016   17:50 Diperbarui: 28 September 2016   11:00 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jendela telah tertutup, tapi rasa kantuknyapun menghilang. Ranti keluar kamar menuju dapur dia merasa haus sekali. Di meja makan Ranti bertemu dengan mbok Kadek pembantu yang merawatnya dari kecil. "Konden pules Geg?"* tanya mbok Kadek sambil menyuapkan sirih ke mulutnya. "Sudah Mbok! Tapi terbangun, lupa nutup jendela tadi. Ken ken kabar Mbok Kadek? Adi sing taen nelpon tiyang?"** tanya Ranti sambil menarik kursi dan duduk di samping mbok Kadek.

Mereka berbincang dengan akrab, dan mbok Kadek seperti dulu saat Ranti masih remaja selaluenceritakan hal-hal lucu kepadanya. " Tadi Mbok kana sih? Kok baru kelihatan? Aku pikir Mbok sudah pulang ke Seririt karena nggak ada kami lagi di rumah!" kata Ranti merajuk sambil menggelendot di bahu mbok Kadek. Mbok Kadek hanya tertawa, "Geg, inget Regita to? Dia bunuh diri di selnya enam bulan setelah vonis dijatuhkan. Mungkin Ranti menemuinya di penjara dan mengungkapkan sebab kematiannya!"

" Aku di sini Mbok! Maksud Mbok Kadek Yanti yang menemuinya kan?" kata Ranti terbata-bata. Mbok Kadek menatap tajam mata Ranti, "Ranti yang menemuinya, Yan! Ranti yang mati bukan kamu! Dan Ranti sudah menemuiku sebulan setelah kematiannya!" jawab mbok Kadek tegas.

"Mbok Kadek ini mengigau ya? Aku Ranti mbok Ranti... Yang meninggal itu Yanti!" Ranti berteriak di depan mbok Kadek. Seumur hidup baru kali ini dia meneriaki mbok Kadek yang telah merawatnya dari bayi.

Mbok Kadek menyeringai, kemudian dia bangkit dari duduknya dan memegang tangan Ranti dengan kuat. Setengah menyeret Ranti, mbok Kadek membawanya ke kamar tempat mereka dibesarkan. Di depan cermin meja rias, mbok Kadek mendudukkan Ranti dengan kasar, " Lihat wajah di dalam cermin itu! Dia tidak akan berbohong! Katakan padaku, wajah siapa itu?" Cermin itu memantulkan seraut wajah milik Ranti, tapi berkali-kali mbok Kadek menyangkal dan mengatakan wajah iti adalah wajah Yanti.

"Kamu bisa membohongi orang lain tapi tidak denganku Geg! Aku yang merawatmu dari bayi dan aku tahu apa yang menyebabkan kamu melakukan hal itu! Kamu cemburu dengan Ranti kan? Kamu merasa orang tuamu lebih menyayangi Ranti daripada kamu! Kamu salah Geg!" seru mbok Kadek dengan suara tertahan.

"Aku Ranti... Aku Ranti, aku bukan Yanti!!! Mbok Kadek sudah gila mengatakan aku Yanti, aa buktinya kalau aku Yanti? Apa Mbok bisa membuktikan?!" Ranti berteriak histeris sambil meronta mencib lepas dari cengkeraman wanita tua itu.

BRAAAKKK!!! Lampu gantung yang menghiasi bale tengah mendadak jatuh padahal tidak ada angin yang menerpanya. Pintu-pintu di rumah tua berarsitektur Bali kuno itu membuka dan menutup dengan sendirinya. Muka Ranti memucat, mendadak dia merasakan kehadiran saudari kembarnya di ruangan yang sama dengannya. Kakinya sangat lemas dan dadanya berdebar kencang bahkan dia bisa mendengar suara degup jantungnya sendiri.

Dan saat dia menoleh pada mbok Kadek, dia melihat wajah mbok Kadek yang meleleh seperti lilin naga yang selalu dibakar orangtua nya saat malam tiba. Dan di balik lelehannya Ranti melihat seraut wajah lain, wajah Yanti. Suara tawa mengikik bersahut-sahutan terdengar memekakkan telinga Ranti. Ranti menjerit saat sosok mbok Kadek atau Yanti itu mendekatinya. Dia berlari keluar kamar, tapi dimana-mana dia bertemu demgan sosok Yanti dan mbok Kadek.

"Mau kemana Yanti? Kembalikan identitasku! Kembalikan identitasku! Kamu yang bertanggung jawab atas kematianku, sekarang waktunya kamu menjelaskan semuanya! Yanti... Jangan lari! Kembalikan identitasku!" suara itu menggema di seantero ruangan. Ranti menangis melolong-lolong, dia sangat ketakutan kakinya sangat lemas hingga tak mampu berlari lagi. Dia menyeret tubuhnya dengan pantatnya, mencoba menghindari sosok Yanti dan mbok Kadek.

"Ampun... Ampuni aku!! Aku menyerah, aku mengaku aku bukan Ranti aku Yanti! Aku cemburu padamu Ran! Mama dan papa lebih mencintai kamu darpada aku, mereka membuangku ke Malaysia sedang untukmu mereka buang uang dengan mengirimmu ke Amerika? Sejak kecil mereka lebih menyayangimu daripadaku. Aku yang membunuhmu! Ya... Aku yang membunuhmu ! Aku yang memasukkan ricin dalam obat alergimu. Aku tahu kapan racun itu bereaksi karena itu aku menyuruhmu menggantikanku datang ke reuni SMA. Aku tidak mau melihatmu mati di hadapanku. Dan tentang Regita, bukan salahku kalau akhirnya dia di penjara karena kematianmu. Aku senang kamu mati Ranti, jadi aku bisa menggantikanmu menjadi anak kesayangan mama dan papa!" Yanti meracau tak karuan dengan suara parau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun