Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curhat Lily: Dari Senja Hingga Malam di Nekropolis

9 September 2021   23:00 Diperbarui: 9 September 2021   23:03 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Fransiskus Sardi, Senja di Pantai Oepaha, NTT Juni 2018

Dua jam saya duduk membisu di beranda itu hanya untuk mendengarkan suara jangkrik. Saya baru menyadari ternyata malam itu berisik oleh dengungan dan kindung merdu suara malam. Saya tidak ingin melewati setiap malam ini tanpa makna.

Lama saya termangu murung sambil menatap langit yang hitam dengan hamparan bintang berkelap-kelip, terang berbinar jernih. Tak ada kepedihan tampak di sana. 

Semua tampak ceria menyinari bumi. Ketenangan dan kesyahduan langit malam berbanding terbalik dengan perasaan yang kini saya rasakan. 

Rasa cemas menggoroti perasaanku, membentur dinding hatiku. Tak terasa air mataku pun mengalir di sela-sela pipiku. Perasaan takut menghantuiku, ‘akankah aktivitas dunia terus berhenti?’ batinku. Apa yang telah melanda bumi ini, dunia ini mati. Bukan hanya manusia yang mati aktivitas manusia juga ikutan mati. 

Dunia seperti bukan lagi tempat yang aman untuk dihuni. Manusia di bumi pun seketika bungkam tanpa bisa melakukan apapun, kendaraan di jalanan mati suri, seolah dunia sudah tak bernyawa. Adakah jawaban mengapa ini bisa terjadi? Apakah ini kehendak Sang Kuasa atas keangkuhan, keegoisan, kesemena-menaan manusia? Ataukah ini ujian dari alam dan Sang Kuasa, aku teringat akan syair lagu sang musisi legend Ebiet G. Ade ‘perlu bertanya diri’ sebelum melemparkan semua ini pada Tuhan dan sesama. 

Saya yang sok menguasai seluruh alam tanpa tahu bersyukur dan menyadari sepenuhnya bahwa Tuhanlah yang menciptakannya. Tuhan, kalau seandainya kau ijinkan, tolong jangan rebut kebahagianku untuk menikmati indahnya senja, alam dan malam. Bawalah makhluk renik ini pergi. Saya rindu keramaian, bukan maya, tapi nyata.

Kasus yang melanda pertiwi ini mematikan, virus telah menjalar kepelosok-pelosok seluruh dunia. Dari epidemi menjadi pandemi, semuanya terancam krisis. Hari demi hari kian marak. Korban berjatuhan di sana-sini, tenaga medis kewalahan menangani, bahkan sampai mengorbankan nyawa dan sanak keluarganya untuk mengabdi demi penyembuhan. Sampai saat ini belum ada kepastian kapan akan berakhir. Hal itu membuat manusia dihantui rasa takut yang sangat dalam.

Semua kegiatan terhenti. Anjuran pemerintah mengharuskan segala kegiatan seperti berdoa, belajar, dan bekerja di rumah saja, bahkan aku yang kini adalah seorang mahasiswi semester enam harus melakukan proses perkuliahan online. Betapa membosankan bukan? Tugas begitu banyak, ditambah kuota internet yang menipis, semakin menambah penderitaanku. Aah Tuhan kapan ini semua akan berakhir? Adakah kesempatan tobat yang akan Engkau berikan pada kami. Saya hanya berharap mukzizat Tuhan akan segera menjawab semua keresahan yang tak ada ujungnya.

Saya sadar telah menghabiskan waktu berjam-jam di bubungan ini hanya berperang melawan corona dalam angan dan imajinasi, seandainya dia kasatmata, sudah saya bawa dia ke dalam tahanan. Dari petang yang ditemani senja hingga malam bertaburan bintang, aku membisu dalam kerinduan. Rindu untuk bersenda gurau dengan mereka yang kadang terlihat konyol, tapi menyenangkan. Rindu kesembuhan Pertiwiku, Indonesia. Rindu menghabiskan waktu di kampus. Rindu… namanya juga rindu..! Rindu dalam jebakan kemungkinan. Rindu membeku dan membisu di kota mati (nekropolis).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun