Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curhat Lily: Dari Senja Hingga Malam di Nekropolis

9 September 2021   23:00 Diperbarui: 9 September 2021   23:03 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Fransiskus Sardi, Senja di Pantai Oepaha, NTT Juni 2018

Dia mempesona, indah dan memikat hati, tapi sayangnya saya tak bisa beradu pandang lagi bersama kekasihku, tidak bisa ke pantai lagi. Saya terpukat dalam ruang gerak di rumah saja. 

Saya boleh kemana-mana asalkan hanya dalam rumah. Dari senja kembali ke senja saya hanya bisa berada di rumah. Kuliah yang biasanya menjadi tempatku curi-curi pandang dengan dosen tampanku kini di batasi, lewat online saja. Saya harus menyelesaikan semua tugasnya dari rumah saja. 

Tidak ada waktu untuk nongkrong bersama sahabat di kantin kampus. Semuanya berubah semenjak Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan keadaan dunia yang darurat. 

Bermula dari Wuhan, sebuah kota kecil di negeri tetangga. Makhluk renik yang namanya tak asing lagi di telinga penduduk bumi saat ini. Dia tak kasatmata, tetapi membahayakan. 

Banyak jiwa berjatuhan karenanya, keganasan senjata nuklir pun mungkin tidak sebanding dengan keganasannya. Dia membantai banyak penduduk bumi. Hingga saat ini pun namanya selalu menghiasi media masa baik yang cetak maupun online. Corona menjadi kata yang paling banyak digoogling oleh warganet. 

Setiap kali mengetik kata Covid-19, Corona, Pandemic Corona, akan muncul ribuan bahkan jutaan berita terkaitnya, dari kisah yang sembuh hingga kisah kematian, dari konspirasi hingga konsensus masyarakt global untuk memberhentikan penyebaran virus ini. 

Tidak luput juga, ada begitu banyak kabar bohong yang beredaran. Saya kadang bergeming merinding ketakutan membaca jumlah korban positif yang setiap hari selalu meningkat. 

Dari berita-berita itu, aku selalu berandai-andai bahwa senja yang indah dan menawan kini memang telah lenyap dan tak akan pernah kembali lagi. 

Senja ditengah merebaknya wabah corona seperti humberger beraroma kotoran kucing, indah bentuknya tapi kadang menjijikan dan menakutkan, menarik untuk dilihat tapi mematikan jika dia menyerang tubuh. Corona…ahh…corona!

Setelah saya diam membisu menatap senja itu, dan terpesona oleh sinar rembulan, yang diwarnai berlaksa-laksa bintang. Malam, kini menjadi hal kedua yang saya sukai setelah senja. Bukan malam yang gelap gulita, tetapi malam yang diwarnai oleh sang rembulan, malam yang penuh kedamaian dan ketenagan. 

Bukan pula malam yang dipadati oleh hiruk pikuknya kendaraan bermotor, tetapi malam yang dipenuhi bunyian dan sahutan binatang malam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun