Mohon tunggu...
Sarah Teplaka
Sarah Teplaka Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya suka menulis dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Teman Sejati Bab 1

3 Juli 2024   17:39 Diperbarui: 3 Juli 2024   18:05 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wajah pemeran utama (pexels.com/Néo Rioux )

Angelica Bunga Wijaya kembali harus pindah sekolah lagi, kali ini sudah sekolah kelima. Untuk seorang Angelica ini bukanlah hal pertama yang terjadi karena ia kerapkali berpindah kelas sejak sekolah dasar, pertama karena pekerjaan orang tuanya dan kedua karena ia tak nyaman berada di sekolah itu.

Angelica berprofesi sebagai artis sejak kecil, wajah cantik nan rupawan amat melekat pada dirinya sehingga mudah bagi Angelica memiliki teman bahkan pacar kalau ia mau namun bukan itu yang ia inginkan. Ia hanya ingin teman sejati.

Semua orang berlomba menjadi temannya karena tahu ia adalah artis terkenal dan kaya. Mereka berteman dengan Angelica karena gelar artisnya itu.

“Kayaknya gue berhenti aja deh ya jadi artis,” ucap Angelica lemas, “semua ‘fake’ tahu engga.”

Lia, manager Angelica hanya bisa diam, mulutnya seakan terkunci, Lia tak berani menanggapi hal itu karena memang hal itu selalu menimpa seorang Angelica. Namun Lia juga tak mau kehilangan mata pencahariannya begitu saja. Otak Lia berpikir keras – amat keras – mencari jalan keluar akan masalah ini.

“Gimana kalau nanti kamu daftar sekolah jangan pakai identitas kamu yang sekarang,” ucap Lia dengan penuh semangat. Angelica menyipitkan matanya, ia tak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh Lia saat ini, kepalanya tak sanggup mencerna apa yang dikatakan oleh Lia saat ini.

Lia lalu berjalan mendekati Angelica lalu berbisik ditelinga talentnya itu. Mata Angelica membulat sempurnia, ia mengangkat kedua ibu jari seraya menganggukkan kepalanya beberapa kali. “Tapi nanti Mami yang daftarin gue sekolah loh.” Lia menepuk keningnya cepat.

Lia bergegas keluar dari kamar Angelica, ia menuruni anak tangga itu perlahan lalu mulai mencari Widya namun bukan untuk memberi tahu rencana antara Angelica dengannya. Lia menatap Widya yang tengah berjibaku menyiapkan dokumen untuk keperluan Angelica pindah sekolah.

Tangan Lia bergegas mengetuk pintu beberapa kali secara perlahan, Widya segera memalingkan wajahnya dan menatap Lia. “Boleh saya masuk.” Widya menganggukkan kepalanya. Lia segera masuk ke dalam ruang kerja Widya itu, ia segera berpura-pura merapikan dokumen yang tercecer di atas meja seakan membantu Widya.

“Ada apa, Lia? tanya Widya tanpa basa basi.

Maklum saja Lia sudah menjadi manager Angelica sejak kecil sehingga mudah bagi Widya mengetahui niat Lia, sekilas saja. Lia langsung berjalan mendekati Widya perlahan.

“Besok Angelica ada pemotretan tapi dia juga harus urus pindah sekolah kan, kayaknya supaya lebih efisien bagaimana kalaua saya aja yang antar Angelica besok.”

Widya meletakkan dokumen itu ke atas meja dengan cepat sehingga Lia kaget dibuatnya, “Kenapa kamu engga ngomong dari tadi, tahu begitu saya engga usah batalin janji ya.” Widya segera meraih ponselnya, ia segera menghubungi temannya, mereka berencana untuk bertemu disebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan.

Selesai menelepon, mata Widya begitu berbinar-binar, “Besok, saya titip Angelica ya.” Lia menganggukkan kepala lalu bergegas meraih dokumen Angelica yang disodorkan Widya itu.

***

SMA Angkasa tengah mengadakan pertandingan basket dan tentu saja sang jagoan basket tengah memainkan bola itu dengan piawai, Bagaskara. Semua bersorak mengelu-elukan nama Bagas namun bukan ia sang maestro lapangan yang tengah ditunggu-tunggu. Seorang laki-laki tampan, gagah serta pintar tengah merapikan rambutnya berdiri di pinggir lapangan.

Riuh bagai gemuruh bersorak begitu melihat dirinya, Liam Alexander Gunawan. Liam bukan hanya terkenal di lapangan basket namun ketua OSIS sekaligus ketua geng motor begitu termahsyur apalagi ditengah-tengah kaum hawa, siapa yang tak terpukau karena wajah rupawan itu. Mata cokelat itu memikat bagaikan sihir siapapun yang beradu pandang dengan Liam.

***

Lia menatap Angelica, matanya tak pecaya melihat wajah itu saat ini namun disisi lain Lia ingin tertawa sekencang mungkin, “Kamu memang artis berbakat, saya aja sampai pangling loh.”

Angelica menatap wajahnya dicermin ia juga tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini, “Kayaknya agak berlebihan ya, bagaimana kalau dihapus aja?” Lia menggelengkan kepalanya walaupun perutnya amat sakit namun ia tak mau Angelica menghapus tata rias wajahnya begitu saja.

“Kalau kamu tampil cantik seperti biasa itu mah sama aja bohong, kamu harus tampil seperti ini ya. Terus nama kamu juga harus kita ganti,” ucap Lia dengan penuh semangat yang membara.

“Bunga, A. Bunga Wijaya, nama kedua kan engga terlalu diinget sama orang kan.”

Lia mengangguk setuju.

***

Widya akhirnya bertemu dengan teman lamanya, Ratih dan Dimas. Pertemuan itu sudah mereka dambakan, karena ada rencana penting yang akan mereka diskusikan setelah ini.

“Rudi nanti datangkan?” tanya Dimas serius.

“Dia pasti datang kok, masa Rudi engga mau ketemu sama calon besan sih.”

Mereka bertiga terhanyut dalam kenangan manis, lima belas tahun lalu, tentang janji yang mereka ikrarkan saat itu hingga Rudi datang menghampiri tiga orang yang tengah terhanyut dengan kenangan masa lalu mereka.

***

Angelica kini menggunakan nama Bunga saat memasuki sekolah ini. Semua mata tertuju kepadanya bukan karena terkesima dengan wajahnya yang rupawan namun karena behel merah metalik itu. Lia berjalan jauh dari Bunga, ia ingin melihat seberapa besar nyali Bunga saat ini dan bagaimana Bunga menghadapi pandangan mata orang yang meremehkan dirinya.

Bruk…

Akibat terlalu sibuk memegang kacamatanya, Bunga tak melihat Liam yang datang dari arah berlawanan sehingga mereka bertabrakan. Bunga jatuh namun tak ada satupun yang terulur untuk menolong dirinya. Mereka semua sibuk menolong Liam dan memperhatikan kondisinya.

“Eh cupu, kalau jalan itu pake mata dong.”

“Kacamata segede gaban cuma diliatin aja ya kaya gitu.”

Liam pergi begitu saja, ia juga sama tak perdulinya dengan semua orang yang ada disana. Hati Bunga hancur awalnya, ia belum pernah menerima perlakuan ini sebelumnya namun ia bertahan karena ia menemukan teman sejati bagaimanapun caranya.

Lia berjalan mendekati Bunga, ia merangkul tangan itu menuju ke ruang tata usaha. Wajah Bunga merah padam namun Lia tak mau membahas masalah itu lagi. Lia mengurus semua masalah perpindahan Bunga lalu membiarkan Bunga diantar oleh salah seorang guru menuju ke ruang kelasnya. Sekolah sedang mengadakan lomba sehingga baru minggu depan, kegiatan belajar mengajar akan dimulai.Setelah selesai keliling sekolah, Bunga segera masuk ke dalam mobil. Lia bersiap untuk mendengar keluh kesah Bunga namun saat pintu mobil itu terbuka hanya wajah dengan mata berbinar-binar yang menyapa Lia lembut.

“Gimana jadinya?” tanya Lia dengan penuh tanda tanya.

“Ya, lanjut dong.”

Ponsel Bunga bordering, ia segera melepaskan behel itu agar tak susah menjawab panggilan itu, “Ya, Ma.”

Widya bicara panjang lebar diseberang telepon itu, Bunga mendengar dengan seksama walaupun ia sudah lelah dan telinganya terasa panas hingga…

“Tunangan?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun