Pendidikan berkarakter menjadi perbincangan hangat dan sorotan utama di Indonesia setelah hasil evaluasi dan realita pendidikan di Indonesia menunjukan bahwa moral pelajar kian merosot. Tawuran antar pelajar, pornografi, hingga pelecehan seksual dan berbagai macam kasus lain yang menunjukan pendidikan Indonesia belum berhasil untuk memperbaiki moral bangsa.
Adalah sebuah langkah sederhana bagi para pelajar untuk memulai menulis sebagai self-healing bagi para pelajar itu sendiri. Dengan belajar menulis dan menghasilkan karya, seorang pelajar secara otomatis akan lebih rajin membaca untuk memperluas wawasannya, dengan belajar menulis karya yang bermanfaat mereka akan belajar untuk memberikan nilai dan hikmah pada tiap gagasan—baik dalam Essay ilmiah maupun Fiksi—yang mereka tulis, mereka akan belajar untuk memotivasi bahkan menginspirasi orang lain. Dengan itu mereka sebenarnya tengah memotivasi diri mereka sendiri dan membentuk karakter baik mereka sendiri.
Menulis dan Efek Domino Solusi Permasalahan Bangsa
Sebutlah Jules Verne dengan novel “From Earth to the Moon” yang menginspirasi pembuatan Apollo 11 milik NASA, atau buku “Totto-Chan” oleh Tetsuko Kuroyagi yang memberi sumbangsih bagi pendidikan di Jepang. Sejarah Indonesia pun mencatat “Max Havelaar” oleh Multatuli yang mendorong para kolonial Belanda untuk menggulirkan politik etis, kemudian Kartini dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang mengusung kesetaraan pendidikan bagi perempuan atau sekadar cerpen sederhana “Ketika Mas Gagah Pergi” karya Helvy Tiana Rosa yang disebut-sebut sebagai tonggak awal perkembangan sastra Islami yang mencerahkan dan mendidik banyak orang.
Karya-karya tulis tersebut baik ilmiah, narasi, hingga fiksi terbukti telah membuahkan perubahan dan menjadi solusi tersendiri bagi permasalahan bangsa ini. Untuk permasalahan masyarakat yang buta IPTEK, ilmuwan maupun penulis yang berwawasan dapat menulis tulisan tentang IPTEK yang memasyarakat. Untuk permasalahan Budaya dan Kearifan lokal, para penulis dapat mencontoh Andrea Hirata dengan “Laskar Pelangi” yang dapat membawa Belitong ke kancah dunia. Disamping itu bertumpuk-tumpuk tulisan mengenai politik, sosial, kemanusiaan, hingga pendidikan dan yang bermuatan spiritualitas menambah deretan usaha banyak penulis untuk mengubah wajah negeri ini.
Gerakan Pelajar Menulis
Pelajar, baik murid sekolah dasar hingga menengah atas dan mahasiswa, bukan hanya kumpulan manusia yang mengikuti pembelajaran formal disekolah, mereka adalah aset berharga negeri yang merupakan generasi masa depan. Kelanjutan suatu bangsa ditentukan oleh pelajar-pelajar ini kelak memimpin negeri.
Indonesia kini adalah Negara berkembang dengan kondisi pendidikan, politik, pengelolaan SDA hingga IPTEK yang masih tergolong tertinggal dari Negara-negara maju di belahan dunia lain. Ternyata salah satu faktor yang mempengaruhi adalah minat baca juga jumlah buku yang terbit pertahun dari setiap Negara. Dalam Wikipedia, berdasarkan UNESCO disebutkan bahwa Amerika Serikat sebagai Negara maju menempati urutan pertama dengan 292,014 buah buku yang terbit per tahun pada 2011, sedangkan Indonesia berada pada peringkat ke-18 dengan 24.000 buku pada 2009, dan berada dibawah Jepang (ke-7) dan India (ke-5) di sesama Negara Asia. Hal tersebut bisa menjadi sebuah gambaran akan sejarah peradaban dunia yang menunjukan bahwa Negara dan bangsa yang maju berkaitan erat dengan aktivitas membaca dan menulis masyarakatnya.