Kali ini dunia pendidikan digemparkan dengan sebuah kabar berita yang datang dari seorang artis papan atas tanah air yang baru saja mendapatkan gelar penghargaan doktor honoris causa dari salah satu universitas yang berada di luar negeri.
Sontak hal ini dengan cepat viral di sosial media X karena artis tersebut memang bisa dikatakan artis A-list yang dikenal oleh banyak orang.Â
Namun, respon dari warganet justru cukup sinis terkait berita ini. Hal ini disinyalir karena sosok dari artis tersebut dan universitas sebagai pemberi penghargaan yang dinilai janggal terkait eksistensi dan kredibilitasnya.
Sosok artis tersebut memang cukup akrab dengan berbagai kontroversi selama karirnya di dalam dunia entertainment. Alasan ini yang membuat banyak warganet mempertanyakan pemberian penghargaan tersebut.Â
Ditambah lagi adanya isu bahwa ia akan memasuki dunia politik semakin membuat penghargaan semakin lebih kontroversial lagi.
Kemudian persoalan universitas sebagai pemberi penghargaan pun tak lepas dari kecurigaan warganet. Beberapa warganet yang penasaran juga mencoba mencari tahu informasi terkait universitas tersebut melalui internet.Â
Diperolehlah sebuah fakta yang cukup mengejutkan bahwa ternyata universitas tersebut bisa menerima siapa pun yang menginginkan gelar doktor honoris causa tersebut dan bisa dipilih melalui google formulir yang tersedia dalam proses pendaftarannya.
Salah satu warga Indonesia yang sedang berada di negara tersebut bahkan sampai mencari tahu lebih lanjut tentang universitas tersebut.Â
Namun, yang didapatkan justru lebih mencengangkan lagi karena alamat dari universitas tersebut merupakan sebuah jalan dengan bangunan hotel dan bukan bangunan universitas pada umumnya.
Hal ini membuat nama artis tersebut sampai menjadi trending nomor satu di Indonesia selama beberapa hari karena banyak dari pengguna sosial media X yang turut ikut berdiskusi dan mempertanyakan pemberian penghargaan gelar tersebut.
Jadi, apa itu doktor honoris causa?
Doktor honoris causa atau doktor kehormatan adalah gelar akademik kehormatan yang diberikan oleh suatu universitas atau lembaga pendidikan tinggi kepada seseorang yang dianggap memiliki prestasi luar biasa pada suatu bidang, memberikan dampak yang besar bagi masyarakat luas, dan tanpa melalui proses pendidikan formal untuk mendapatkan gelar akademik pada bidang tersebut.
Penerima gelar ini biasanya merupakan sosok yang memiliki pengaruh besar di dalam kehidupan masyarakat atau memberikan kontribusinya secara signifikan terhadap perkembangan suatu bidang.
Penerimanya juga tidak perlu untuk memenuhi persyaratan akademis seperti disertasi atau penelitian, tetapi lebih didasarkan pada "pencapaiannya" dan "kontribusinya" di bidang tertentu baik itu dalam ilmu pengetahuan, kemanusian, seni, dsb.
Gelar honoris causa sendiri pertama kali muncul di universitas-universitas yang berada Eropa pada abad pertengahan. Pada masa itu, pendidikan hanya bisa diakses oleh segelintir orang saja misalnya mereka yang berasal dari kaum bangsawan.
Namun, terdapat beberapa individu yang dianggap berjasa besar bagi ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban tanpa proses akademik secara formal. Berangkat dari ide tersebut, beberapa universitas mulai berinisiatif untuk memberikan penghargaan pada beberapa tokoh yang memiliki pengaruh tersebut sebagai tanda pengakuan.
Selanjutnya pada abad ke-18 hingga ke-19, penerima gelar honoris causa ini diperluas lagi dan tidak terbatas pada kontribusi akademik atau ilmiah saja.Â
Banyak universitas yang mulai memberikan gelar honoris causa kepada tokoh politik, aktivis sosial, serta tokoh masyarakat yang dianggap memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat atau negaranya.
Hingga akhirnya pada abad ke-20 dan ke-21, pemberian gelar honoris causa semakin diperluas lagi yaitu menyasar pada tokoh-tokoh yang secara "global" memiliki pengaruh yang luas seperti pemimpin bisnis dan pengusaha teknologi yang dianggap berkontribusi besar terhadap inovasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Awal kemunculan gelar honoris causa ini memang dianggap sebagai sebuah "simbol penghormatan" bagi mereka yang memiliki peran besar terhadap kemajuan peradaban manusia dan biasanya berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
Seiring dengan perkembangan praktik pemberian gelar honoris causa yang lebih meluas lagi, hal ini justru terlihat seperti fleksibel dan mudah untuk mendapatkannya. Tentu ini membuat banyak pihak baik dari akademisi maupun masyarakat yang mengkritisi berbagai kontroversi yang muncul tersebut.
Dampak positif dari gelar doktor honoris causa
Jika kita melihat sejarah kemunculannya, pemberian gelar honoris causa ini memang dipandang sebagai sebuah langkah positif yang dilakukan universitas pada seseorang yang berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia tetapi tidak melalui jalur pendidikan formal biasanya.
Sehingga pada era modern seperti saat ini pun seharusnya memungkin mereka yang memang memiliki kontribusi besar baik pada masyarakat, negara, atau bahkan dunia tetapi tidak melalui jalur pendidikan formal untuk mendapatkan sebuah penghargaan atas jasanya.
Bagi penerimanya, gelar doktor honoris causa ini yang diberikan oleh universitas ternama juga bisa meningkatkan kredibilitas dan reputasi pribadinya dalam suatu bidang tertentu.Â
Hal ini juga mampu memperkuat legitimasi mereka atas kontribusinya dan juga bisa memotivasi sang penerima untuk terus melanjutkan kontribusinya secara berkesinambungan.
Dari sisi pemberi gelar tersebut yaitu universitas, memberikan penghargaan pada tokoh-tokoh yang berpengaruh baik dalam skala nasional maupun global juga bisa meningkatkan citra dan reputasinya, mendapatkan pengakuan, hingga dapat membuka pintu kolaborasi antara universitas dan penerima gelar tersebut.
Dampak negatif yang perlu dipertimbangkan
Namun, karena saat ini pemberian gelar doktor honoris causa dianggap lebih "mudah" untuk didapatkan dan diberikan pada tokoh-tokoh yang dianggap kontroversial, membuat pemberian gelar tersebut menuai banyak kritik dari berbagai akademisi maupun masyarakat luas.
Dari sisi penerima, mereka yang mendapatkan gelar ini seringkali dipertanyakan kredibilitasnya baik itu sebelum maupun sesudah menerima gelar kehormatan tersebut.Â
Namun, banyak masyarakat yang sering kali mengkritik pemilihan tokoh-tokoh penerima gelar honoris causa ini yang dianggap akrab dengan berbagai kontroversi dan tidak memberikan kontribusinya secara positif pada ilmu pengetahuan maupun masyarakat.
Belum lagi soal persepsi kemudahan dalam mendapatkan gelar tersebut. Saat ini bahkan universitas-universitas yang tidak jelas, baik secara eksistensi maupun kredibilitasnya bisa memberikan gelar tersebut. Sehingga hal ini dikhawatirkan memunculkan persepsi lain bahwa gelar honoris causa ini dapat dengan mudah didapatkan oleh siapa saja.
Dari sisi universitas, jika memang yang memberikan merupakan institusi yang terkemuka baik dalam skala nasional maupun global, pemberian gelar pada tokoh-tokoh yang dianggap kontroversial juga bisa merusak reputasi universitas itu sendiri.
Universitas juga akan dianggap merendahkan kerja keras yang dilakukan oleh mereka yang sedang menjalankan studi doktoral dengan serius dan dengan masa studi yang panjang, jika gelar ini dengan mudah diberikan pada tokoh-tokoh yang dianggap "tidak pantas" untuk mendapatkannya.
Selain itu, banyak persepsi bahwa terdapat "politik" di balik pemberian gelar doktoral honoris causa ini. Di mana beberapa universitas mencoba menarik perhatian publik dengan memberikan penghargaan pada tokoh yang dianggap berpengaruh.
Sehingga hal ini memunculkan sebuah anggapan bahwa universitas hanya mencari keuntungan secara finansial dan tidak berkomitmen untuk memberikan simbol penghargaan pada mereka yang "memang" sebenarnya berkontribusi pada ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban manusia.
Jika menimbang pro dan kontra yang muncul baik dari penerima maupun pemberi penghargaan doktor honoris causa ini, dapat disimpulkan bahwa kedua aspek tersebut memang tidak bisa dipisahkan. Namun, yang saat ini marak terjadi adalah berbagai kontroversi di balik pemberian gelar kehormatan tersebut.
Oleh karena itu, ini juga bisa menjadi sebuah pengingat khususnya bagi universitas-universitas sebagai pemberi gelar untuk bisa menimbang dengan serius untuk memberikan gelar pada suatu tokoh tertentu.
Dalam hal ini bukan lagi berbicara soal reputasi dan citra dari universitas saja, tetapi bagaimana pemberian penghargaan ini memang sepatutnya dan selayaknya diberikan pada tokoh-tokoh yang "berhak" dan jelas "kontribusinya" pada masyarakat, negara, atau bahkan dunia. Sehingga resiko munculnya berbagai kontroversi yang ada pada saat ini juga bisa dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H