Lokasi ini kemudian yang akan memfasilitasi 192 pedagang kaki lima yang telah terdaftar, dengan penataan tata ruang yang lebih tertib, rapi, dan estetik yang diberi nama "Teras Cihampelas".
Tujuan relokasi ini diungkap oleh pemkot Bandung dengan alasan agar bisa mengurai kemacetan yang sering terjadi di wilayah tersebut, serta membuat area wisata belanja ikonik ini yang sebelumnya terlihat kotor dan kumuh agar lebih tertata dengan baik.
Namun kenyataannya justru sebaliknya, karena setelah direlokasi pedagang justru dihadapkan dengan sepinya pengunjung hingga menyebabkan banyak kios pedagang yang tutup.
Bahkan saat ini teras Cihampelas seolah seperti 'mati' karena jarang terlihatnya aktivitas pengunjung di area tersebut.
Hal serupa juga terjadi di Malioboro, di mana pemkot setempat melakukan relokasi para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan Malioboro dengan tujuan untuk menertibkan area tersebut agar dapat menjadi kawasan pedestrian untuk mengembangkan sistem pejalan kaki yang berkualitas.
Selain itu juga adanya agenda rencana didaftarkannya kawasan wisata Malioboro sebagai sumbu filosofi Yogyakarta kepada UNESCO serta pemberian legalitas usaha untuk pedagang kaki lima yang sebelumnya hanya menempati pekarangan-pekarangan atau lahan milik pertokoan juga menjadi alasan selanjutnya.
Hingga akhirnya para pedagang ini direlokasi pada sebuah tempat yang disebut dengan "Teras Malioboro" yang akan berlokasi di dua gedung berbeda.
Kedua tempat ini kemudian nantinya akan menampung kurang lebih 2000 pedagang kaki lima yang semula berjualan di sepanjang Jalan Malioboro.
Setahun setelah relokasi, banyak para pedagang yang mengeluhkan sepi pembeli hingga tempat atau kios yang dianggap terlalu kecil.
Para pedagang juga mengungkapkan bahwa mereka lebih senang berjualan di tempat yang lama dan merasa bahwa para pengunjung/pembeli lebih ramai ketika mereka berjualan di sepanjang Jalan Malioboro.