Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Masyarakat Korea Selatan Pelihara Batu untuk Kurangi Stres, Kok Bisa?

25 Maret 2024   06:36 Diperbarui: 25 Maret 2024   09:39 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korea Selatan merupakan salah satu negara maju dengan perkembangan teknologi, industri, dan pendidikannya yang pesat. Tidak hanya itu, saat ini juga dunia lebih mengenal negara korsel karena industri musik dan perfilmannya yang mampu bersaing dan bahkan bisa memimpin pasar dunia.

Sepertinya masyarakat di luar dari Korea Selatan melihat negara tersebut memiliki sejuta macam kelebihan yang membuat banyak orang semakin terkagum-kagum. 

Tak sedikit juga akhirnya muncul sebuah alasan untuk bisa menjadikan Korea Selatan sebagai tempat impian untuk bisa berlibur bahkan hingga berharap bisa menetap tinggal disana.

Meskipun begitu, banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang apa yang dirasakan oleh penduduk asli yang tinggal di negara yang tekenal dengan gingsengnya tersebut. 

Mungkin setelah mengetahuinya bisa saja banyak dari mereka akan mengurungkan niatnya untuk menjadikan Korea Selatan sebagai tempat tinggal impian.

Pemerintah Korea Selatan saat ini seakan memiliki tugas yang berat dalam mengurus masyarakatnya. Bukan soal kesejahteraan, fasilitas publik, atau pelayanan lainnya, tetapi soal pola hidup masyarakatnya yang terbilang unik namun nampaknya memiliki resiko bagi masa depan negara itu sendiri khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi.

Masyarakat Korsel identik dengan yang sifat individualismenya yang kuat. Di mana tidak sedikit dari mereka memiliki kencendrungan untuk hidup dengan memikirkan kepentingan pribadinya saja dan enggan untuk berurusan dengan orang lain. Dalam hal ini kaiatannya dengan bagaimana kehidupan sosial yang seharusnya dapat berjalan yaitu adanya interaksi sosial.

Selanjutnya ini yang menjadi akar permasalahan 'kesepian' yang terjadi pada sebagian besar masyarakat Korsel. Pola hidup individualisme ini juga mengambil peran dalam menciptakan situasi tersebut tersebut. Akhirnya banyak masyarakat yang senang dengan kehidupannya yang serba 'sendiri' dan dengan tidak melibatkan banyak pihak-pihak lainnya.

Sumber: Alain Evrard/robertharding/Getty Images
Sumber: Alain Evrard/robertharding/Getty Images

Namun ternyata sifat individualisme di kalangan masyarakat Korsel tidak terlahir begitu saja. David Tizzard seorang professor di bidang Korean Studies and Lectures dalam ulasannya pada The Korean Times menjelaskan bahwa dalam sisi kacamata sejarah, masyarakat Korsel ini menganut nilai perjuangan sehingga pola kehidupan bermasyarakatnya lebih berorientasi pada 'pergerakan masa'.

Pergerakan masa ini memungkin masyarakat memiliki keterikatan satu sama lain yang kuat dalam rantai sosial karena sama-sama memiliki tujuan yang sama yaitu kemerdekaan. 

Namun seiiring berjalannya waktu dan kemajuan yang terjadi khususnya dari sisi teknologi, membuat masyarakat sudah tidak lagi melakukan hal tersebut.

Apalagi dikalangan anak muda yang saat ini sudah mulai menghilangkan romantisme pada masa lalu dan menuju pada era digital dan kapitalisme. 

Mereka saat ini lebih berfokus hanya pada apa yang dimilikinya sendiri, hingga akhirnya Korsel saat ini bukan lagi dikenal sebagai negera pergerakan masa tetapi menjadi negara individual.

Permasalahan individualisme ini memunculkan permasalahan lainnya. Dalam sebuah laporan lembaga kesehatan dan urusan sosial Korsel menjelaskan bahwa ada sekitar 3,1 persen orang korea berusia 19 hingga 39 tahun merupakan "kaum muda yang suka menyendiri". Jumlah itu terdiri dari 338.000 orang di seluruh negeri, dengan 40% diantaranya mulai mengasing diri sejak masa remaja.

Dari sini juga akhirnya berdampak pada hal-hal lain dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat Korsel itu sendiri. Seperti angka pernikahan dan kelahiran yang rendah. Baru-baru ini juga korsel mengumumkan bahwa mereka berada pada fase krisis demografi yang parah bahkan sudah mencapai pada titik terendah.

Selain itu permasahalan lainnya seperti kesehatan mental yang menyebabkan angka kematian akibat bunuh diri juga terbilang tinggi. Penelitian terbaru melalui survey yang dilakukan oleh pemerintah korsel menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta masyarakatnya beresiko mengalami 'lonely death' atau kematian yang diakibatkan karena kesepian.

Sehingga dibalik kemajuan yang ada, negara korsel menghadapi tantangan berat khususnya dalam tatanan sosial masyarakatnya. Permasalahan dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi sebuah jaminan masa depan suatu negara, sehingga permasalahan sosial ini bisa menjadi boomerang bagi negara itu sendiri.

Sumber: Wall Street Journal/jiyoung sohn (Overworked South Koreans Unwind With Pet Rocks---'Like Talking to Your Dog')
Sumber: Wall Street Journal/jiyoung sohn (Overworked South Koreans Unwind With Pet Rocks---'Like Talking to Your Dog')

Tren aneh memilihara batu untuk hilangkan stres

Ketika pemerintah korsel masih menghadapi kesulitan mencari solusi terbaik agar dapat merubah pola hidup sosial masyarakatnya, namun justru masyarakatnya melakukan hal-hal yang justru meromantisasi permasalahan tersebut. Alih-alih mencari solusi untuk mengatasi permasalahan kesepian ini sendiri, warga Korsel malah membuatnya semakin lebih parah dan aneh.

Beberapa waktu lalu jagat maya dihebohkan dengan tren aneh warga Korsel yang memelihara batu untuk mengatasi stres. Mungkin kita sebagai orang awam akan terheran-heran, karena biasanya yang menjadi peliharaan manusia adalah hewan-hewan menggemaskan seperti anjing, kucing, burung, dsb.

Baru-baru ini juga Wall Street Journal (WSJ) menyoroti fenomena masyarakat yang memelihara sebuah batu kecil yang menjadi populer di Korsel. Batu kecil ini menarik banyak perhatian masyarakat karena bukan hanya sebuah batu kecil biasa saja tetapi batu tersebut dirawat layaknya merawat sebuah hewan peliharaan seperti kucing maupun anjing.

WSJ sebenarnya melihat tren aneh ini sebagai bentuk 'istirahat' atau mungkin 'cara bersantai' ala warga Korsel. Terlebih lagi Korsel terkenal sebagai negara dengan jam kerja terpanjang dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya. Ini membuat warga Korsel akhirnya berbagau cara untuk menghilangkan stres selain menyendiri dan tidak ingin terlalu banyak interaksi sosial dengan orang lain.

Tren memilahara batu ini semakin populer lagi setelah para pesohor kenamaan seperti k-pop idol dan beberapa artis lainnya yang menunjukkan kegiatan unik tersebut. 

Hingga akhirnya sebuah batu tersebut memiliki nilai bisnis, di mana kabar terbaru menyebutkan bahwa terdapat 150-200 pesanan untuk batu tersebut dalam sebulan. Harga dari peliharaan batu ini adalah KRW6000-KRW10.000 atau sekitar Rp70.000 hingga Rp100.000 per-pieces nya.

Meskipun begitu pasti kita akan tetap merasa aneh pada tren yang sedang populer di Korsel tersebut. Namun ternyata jauh dari sebelum itu pada tahun 1970-an awal mula peliharaan batu ini dikenalkan sebagai sebuah produk yang tidak biasa dan menarik perhatian jutaan orang di Amerika Serikat. 

Pet rock atau sebuah 'koleksi mainan' yang bisa dijadikan peliharaan dan dikemas dalam sebuah kotak yang dikenalkan oleh Gary Dahl dan kawannya pada tahun 1975.

Pet rock creator Gary Dahl. Bettmann/Getty Images
Pet rock creator Gary Dahl. Bettmann/Getty Images

Dengan ide tentang sebuah peliharaan yang tidak menciptakan kekacauan, tidak menyebabkan alergi, dan tidak perlu usaha banyak untuk merawatnya, menjadikannya sebuah 'batu' menjadi salah satu objek yang tepat untuk menjadi peliharaan terbaik bagi manusia.

Di tambah lagi dengan kemasan yang unik yaitu sebuah kotak kecil yang berikan lubang udara untuk bernafas, menggunakan alas yang terbuat dari excelsior, serta tersedianya intruksi untuk perawatan dan pelatihan, membuat pet rock ini populer dan  banyak masyarakat AS kala itu yang turut penasaran dengan produk tersebut.

Belum lagi slogan uniknya yang berbunyi "Your PET ROCK will be a devoted friend and companion for many years to come" atau singkatnya adalah batu peliharaan ini bisa menjadi sahabat setia yang bisa menemani si pemilik dalam jangka waktu yang panjang.

Tidak hanya berumur panjang, batu juga hanya diam dan berbaring saja tanpa memberikan sebuah bantahan sehingga dapat dikatakan bahwa batu ini adalah sebuah pelihaaraan yang setia dan akan selalu ada di sisi pemiliknya.

Setelah dikenalkan ke publik, pet rock ini menjadi populer bahkan terjual lebih dari 1 juta produk dalam beberapa bulan berikutnya. Kepopuleran ini juga disoroti berbagai media koran, televisi, hingga pesohor-pesohor dunia. Dahl memperkirakan bahwa ia telah menjual 1,5 juta pet rock dengan harga US$3,95 atau dengan omset mencapai hampir US$ 6 juta.

Melihat sejarah tersebut, populernya pet rock atau batu sebagai peliharaan di era saat ini rasanya menjadi sebuah anomali dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat, dan Korsel adalah satu contoh yang mengalami fenomena tersebut. 

Kehadiran pet rock ini bukan hanya menjadi hal yang aneh saja tetapi juga membuat masyarakat Korsel semakin nyaman dengan kesendiriannya.

Ditambah lagi dengan konsep individualisme yang ada pada diri sebagian besar warga Korsel yang kian hari semakin parah dengan berbagai caranya masing-masing dan salah satunya melalui 'pet rock' ini. 

Karena dari konsep hidup seperti inilah yang akhirnya membuat pemerintah Korea Selatan semakin cemas akan masa depan negaranya itu sendiri khususnya yang akan berdampak pada sisi sosial maupun ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun