Mohon tunggu...
Sapti Nurul hidayati
Sapti Nurul hidayati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ibu rumah tangga

Mantan ibu bekerja, yang sekarang jadi IRT biasa. Suka hal-hal yang berbau sejarah. Sedang belajar menulis lewat aktifitas ngeblog. Membagikan cerita dan tulisan di blog pribadi https://www.cerryku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konferensi Internasional Sound of Borobudur, "Music Over Nations", Menemukan Atmosfer Baru Destinasi Wisata Candi Borobudur

3 Juli 2021   09:19 Diperbarui: 3 Juli 2021   19:31 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ir. Purwa Tjaraka, Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara (doc.pri)

Ketiganya membahas tentang musik sebagai sebuah bahasa universal yang digunakan orang-orang sejak lama untuk berkomunikasi, menghibur diri, dan juga berdiplomasi. Dan hal tersebut dikaitkan dengan kondisi saat ini.

Prof. Margaret menyampaikan materi tentang Borobudur sebagai Wujud Kehidupan Musik dan Budaya Asia Tenggara, berdasar kajian relief-relief yang ada. Ada banyak jenis alat musik yang ditemukan di relief Candi Borobudur, baik alat musik tiup, pukul, maupun petik.

Prof. Margaret (doc.pri)
Prof. Margaret (doc.pri)
Namun ada dua jenis alat musik yang tidak dijumpai di relief candi, yakni alat musik tarik, dan alat musik putar. Sebagian besar dari alat musik tersebut masih ada dan tersebar di berbagai daerah di 34 provinsi di Indonesia dan sedikitnya di 40 negara dunia. Di mana di Jawa sendiri alat-alat musik tersebut sudah tidak ada.

Selanjutnya, pembicara kedua yakni Addie MS menyatakan bahwa fakta sejarah menunjukkan musik sangat efektif untuk mencairkan ketegangan dan kekakuan suasana. Suhu politik yang memanas dapat diredam dengan musik. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan musik dapat digunakan sebagai alat diplomasi.

Contohnya misalnya di tahun 1973 di tengah kekakuan hubungan antara Amerika dan China, Philadelphia Orchestra bisa tampil di Beijing. Demikian pula di tahun 2008 di mana saat itu terjadi ketegangan hubungan antara Amerika dan Korea Utara. Grup orkestra New York Philharmonic bisa tampil di Pyongyang. Sesuatu yang mustahil terjadi, jika tidak melalui jalur seni dalam hal ini musik.

Gabriel Laufer dan Addie M.S. (doc.pri)
Gabriel Laufer dan Addie M.S. (doc.pri)
Masih banyak contoh lain pengunaan musik untuk diplomasi. Di Indonesia sendiri Peter F. Gontha pernah melakukannya. Melalui helatan Java Jazz sehingga Indonesia lebih dikenal dunia. Sehingga peran musik tidak sekedar hiburan semata.

Musik bisa digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung untuk diplomasi dengan bangsa lain di dunia. Sesuatu yang mungkin sekali sudah dilakukan oleh masyarakat Mataram Kuno berdasarkan relief yang terpahat di Candi Borobudur.

Paparan dari pemateri ketiga di sesi pertama yakni Tantowi Yahya juga tidak kalah menariknya. Tantowi Yahya yang saat ini menduduki posisi sebagai Duta Besar LBPP RI untuk New Zealand, Samoa, Tonga, Cook Islands and Niue and the Pacific Region ini sudah membuktikan bagaimana efektifnya musik digunakan sebagai alat diplomasi.

Terlebih saat ini Tantowi ditugaskan di area negara pasifik yang masyarakatnya menjadikan musik sebagai bagian dari hidupnya. Sehingga diplomasi dengan menggunakan musik sudah sering dilakukan Tantowi sejak tahun 2017.

Tantowi Yahya (doc.pri)
Tantowi Yahya (doc.pri)
Karena esensi dari diplomasi adalah menyamakan frekuensi. Dan dengan musik kesamaan frekuensi lebih mudah terjadi. Musik meniadakan sekat yang awalnya membatasi. Menutup paparannya Tantowi kembali menggarisbawahi, bahwa bagi Tantowi musik adalah salah satu alat untuk berdiplomasi.

Di sesi ke dua bahasan diskusi lebih mengarah kepada bagaimana mengimplementasikan Sound Of Borobudur sebagai sebagai sebuah gerakan yang berkelanjutan. Dan menjadikan SOB ini sebagai sebuah destinasi baru yang semakin mengangkat potensi Borobudur sebagai destinasi super prioritas. Yang akan memberi dampak nyata khususnya kepada masyarakat di sekitarnya, dan mengangkat nama Indonesia.

Dalam sesi kedua ini tampil sebagai narasumber Prof. DR. M. Baiquni, (Development geographer, founder of the Sustainable Tourism Action Research Society, and former Head of the Master Program in Tourism Studies at Gadjah Mada University (UGM), Dr. Muhammad Amin, S.Sn., M.Sn, M (Director of the Music Industry, Performing Arts, and Publishing of Ministry of Tourism and Creative Industry of Indonesia, Moe Chiba wakil dari UNESCO, dan Sulaiman Shehdek wakil dari Visit Indonesia Tourism Officer Singapore (VITO).

Narasumber pertama Prof. DR. M. Baiquni menyampaikan, tourism memegang peran besar dalam menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. Di mana tourism merupakan kebutuhan fisik dan mental, serta merupakan ziarah peradaban.

Prof. Dr. M. Baiquni (doc.pri)
Prof. Dr. M. Baiquni (doc.pri)
Dalam membangun suistanable tourism, Sound of Borobudur ini dapat memberikan atmosfer baru yang akan memberi pengalaman yang mengesankan bagi pengunjung yang sulit dilupakan.

Jadi dalam mengembangkan wisata Borobudur selain 4 A (Attraction, Accessibility, Amenitas, Ancilarry Services) ditambah satu lagi Atmosphere (dalam hal ini Sound of Borobudur). Hal ini nanti akan menginspirasi destinasi wisata lain yang ada di Wonderful Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun