Hari Kamis, 24 Juni 2021 lalu saya menyaksikan sebuah perhelatan istimewa, yang merupakan rangkaian dari kegiatan Sound of Borobudur (SOB) Movement. Yakni Konferensi Internasional bertajuk "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" yang saya ikuti via media Zoom, melalui platform mice.id. Kegiatan ini sendiri digelar di Balkondes Karangrejo Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Acara ini terselenggara berkat kerjasama yang apik antara Kemenparekraf dengan Yayasan Padma Sada Svargantara sebagai inisiator Sound Of Borobudur Movement dan Kompas Group. Acara yang digelar secara daring dan luring ini berlangsung dengan meriah.
Nara sumber yang dihadirkan sebagai pembicara adalah para ahli yang berkompeten di bidangnya. Baik ahli di bidang musik, etnomusikologi, cagar budaya tak benda, pariwisata, dan juga seni budaya.
Hadir pula sebagai pembicara ahli dari akademisi dan birokrat, yang menguasai bidang industri kreatif, seni musik serta ekonomi kreatif, asosiasi pariwisata, dan praktisi wisata seni budaya yang berpengalaman.
Bentuk kegiatan dari konferensi ini adalah pemaparan dan diskusi oleh narasumber. Para peserta baik daring maupun luring bisa mengajukan pertanyaan langsung kepada nara sumber.
Pembukaan Konferensi Internasional Sound Of Borobudur
Sekitar pukul 09.15 WIB acara seremoni konferensi internasional SOB dimulai. Di awali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara bersama-sama oleh seluruh peserta. Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan-sambutan.
Sambutan pertama disampaikan oleh Ir. Purwa Tjaraka, selaku Pengampu Utama Yayasan Padma Sada Svargantara. Dalam sambutannya, Ir. Purwa Tjaraka menyampaikan bahwa musik adalah kebutuhan hidup, dan menjadi media yang tepat bagi semua orang untuk bekerja sama.
Di mana, musik tidak hanya ditampilkan seorang sendiri, melainkan secara bersama (orkestra). Ini artinya komposisi nada dan bunyi sudah dipahami oleh masyarakat Jawa Kuno saat itu.
Purwa Tjaraka berharap, Sound of Borobudur ini dapat menjadi identitas dari Borobudur sebagai pusat musik dunia. Yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
"Kita akan merangkai kembali keterhubungan antarbangsa melalui alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur dengan dukungan semua pihak. Sekali lagi, kita kerjakan warisan yang tak ternilai harganya untuk bangsa dan negara." pungkasnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga tidak ketinggalan menyampaikan apresiasinya. Ganjar berharap pertunjukkan seni yang mengkolaborasikan sejumlah musisi dapat segera terealisasi. Sebagai wujud representasi relief-relief yang terdapat pada Candi Borobudur.
Selanjutnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno yang hadir untuk membuka acara juga menyampaikan sambutannya.
Dalam paparannya, Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan, event International Conference Sound of Borobudur ini membuka wawasan kita bersama.
"Bahwa Borobudur bukan hanya bangunan yang bisa dinikmati oleh mata, tapi merupakan sebuah mahakarya yang menyimpan berbagai ilmu pengetahuan dan rekam jejak peristiwa dan fenomena masyarakat Jawa kuno pada saat itu. Dari relief candi Borobudur kita belajar bahwa musik merupakan media untuk berekspresi, berkomunikasi, dan juga berdiplomasi" ujarnya.
"Dengan penuh rasa syukur, hari ini, event Konferensi Internasional Sound of Borobudur kita luncurkan, menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pusat musik dunia, tetapi juga pusat tradisi dunia. Tebarkan semangat harapan agar kita mampu bangkit pada saat sulit, menang melawan Covid-19," tutup Sandiaga.
Tujuan dari penyelenggaraan konferensi internasional Sound Of Borobudur ini adalah menemukan rumusan yang ilmiah dan inovatif untuk menggali serta menghidupkan kembali jejak persaudaraan lintas bangsa yang diwariskan oleh leluhur kita melalui musik, sebagaimana digambarkan dalam pahatan relief Candi Borobudur.
Konferensi internasional ini sendiri merupakan kelanjutan dari kegiatan seminar tentang Sound of Borobudur yang dilaksanakan pada tanggal 7--9 April 2021 lalu di Borobudur.
Pelaksanaan Konferensi
Seperti sudah saya sampaikan konferensi internasional SOB ini menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Konferensi ini terbagi dalam 2 sesi. Sesi pertama dijadwalkan berlangsung dari pukul 09.00 - 12.00. Dan membahas tentang topik "Merangkai kembali keterhubungan antar bangsa melalui alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur"
Sedangkan sesi kedua direncanakan berlangsung pukul 13.00 - 17.30. Dengan topik bahasan "Membangun sound destination sebagai destinasi baru, mengimplementasikan Borobudur sebagai sebuah warisan yang harus dikerjakan"
Adapun moderator dalam diskusi kali ini adalah Gabriel Laufer seorang musisi dan pegiat budaya lintas bangsa. Narasumber yang tampil dalam sesi pertama kali ini ada 3 orang. Yakni Prof. Emerita Margaret Joy Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil (Professor at Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia), Addie Muljadi Sumaatmadja atau Addie MS, (Founder of the Twilite Orchestra, pianist, songwriter, composer, arranger, and music producer), dan Tantowi Yahya (Duta Besar LBPP RI untuk New Zealand, Samoa, Tonga, Cook Islands and Niue and the Pacific Region).
Ketiganya membahas tentang musik sebagai sebuah bahasa universal yang digunakan orang-orang sejak lama untuk berkomunikasi, menghibur diri, dan juga berdiplomasi. Dan hal tersebut dikaitkan dengan kondisi saat ini.
Prof. Margaret menyampaikan materi tentang Borobudur sebagai Wujud Kehidupan Musik dan Budaya Asia Tenggara, berdasar kajian relief-relief yang ada. Ada banyak jenis alat musik yang ditemukan di relief Candi Borobudur, baik alat musik tiup, pukul, maupun petik.
Selanjutnya, pembicara kedua yakni Addie MS menyatakan bahwa fakta sejarah menunjukkan musik sangat efektif untuk mencairkan ketegangan dan kekakuan suasana. Suhu politik yang memanas dapat diredam dengan musik. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan musik dapat digunakan sebagai alat diplomasi.
Contohnya misalnya di tahun 1973 di tengah kekakuan hubungan antara Amerika dan China, Philadelphia Orchestra bisa tampil di Beijing. Demikian pula di tahun 2008 di mana saat itu terjadi ketegangan hubungan antara Amerika dan Korea Utara. Grup orkestra New York Philharmonic bisa tampil di Pyongyang. Sesuatu yang mustahil terjadi, jika tidak melalui jalur seni dalam hal ini musik.
Musik bisa digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung untuk diplomasi dengan bangsa lain di dunia. Sesuatu yang mungkin sekali sudah dilakukan oleh masyarakat Mataram Kuno berdasarkan relief yang terpahat di Candi Borobudur.
Paparan dari pemateri ketiga di sesi pertama yakni Tantowi Yahya juga tidak kalah menariknya. Tantowi Yahya yang saat ini menduduki posisi sebagai Duta Besar LBPP RI untuk New Zealand, Samoa, Tonga, Cook Islands and Niue and the Pacific Region ini sudah membuktikan bagaimana efektifnya musik digunakan sebagai alat diplomasi.
Terlebih saat ini Tantowi ditugaskan di area negara pasifik yang masyarakatnya menjadikan musik sebagai bagian dari hidupnya. Sehingga diplomasi dengan menggunakan musik sudah sering dilakukan Tantowi sejak tahun 2017.
Di sesi ke dua bahasan diskusi lebih mengarah kepada bagaimana mengimplementasikan Sound Of Borobudur sebagai sebagai sebuah gerakan yang berkelanjutan. Dan menjadikan SOB ini sebagai sebuah destinasi baru yang semakin mengangkat potensi Borobudur sebagai destinasi super prioritas. Yang akan memberi dampak nyata khususnya kepada masyarakat di sekitarnya, dan mengangkat nama Indonesia.
Dalam sesi kedua ini tampil sebagai narasumber Prof. DR. M. Baiquni, (Development geographer, founder of the Sustainable Tourism Action Research Society, and former Head of the Master Program in Tourism Studies at Gadjah Mada University (UGM), Dr. Muhammad Amin, S.Sn., M.Sn, M (Director of the Music Industry, Performing Arts, and Publishing of Ministry of Tourism and Creative Industry of Indonesia, Moe Chiba wakil dari UNESCO, dan Sulaiman Shehdek wakil dari Visit Indonesia Tourism Officer Singapore (VITO).
Narasumber pertama Prof. DR. M. Baiquni menyampaikan, tourism memegang peran besar dalam menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. Di mana tourism merupakan kebutuhan fisik dan mental, serta merupakan ziarah peradaban.
Jadi dalam mengembangkan wisata Borobudur selain 4 A (Attraction, Accessibility, Amenitas, Ancilarry Services) ditambah satu lagi Atmosphere (dalam hal ini Sound of Borobudur). Hal ini nanti akan menginspirasi destinasi wisata lain yang ada di Wonderful Indonesia.
Pembicara selanjutnya adalah Dr. Muhammad Amin, S.Sn., M.Sn, M yang menyampaikan materi Sound of Borobudur dari sisi storynomics and community development.
Storynomics merupakan gaya baru dalam mempromosikan tempat wisata. Yakni merupakan pendekatan pariwisata yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture, dan menggunakan kekuatan budaya sebagai DNA destinasi. Dan inilah potensi dari Sound of Borobudur yang perlu digarap dengan menggunakan konsep AKSILARASI (Aksi Selaras, dan Sinergi).
Karena disamping tidak membutuhkan pengembangan infrastruktur yang berat, event ini juga semakin memperkaya pemahaman masyarakat akan Borobudur, dan dapat dinikmati oleh semua orang bahkan termasuk mereka yang tidak bisa melihat. Selain itu juga akan membuka lapangan kerja baru untuk masyarakat di sekitarnya.
Sehingga Borobudur nantinya dikenal keunikannya sebagai situs keagamaan, sejarah, pendidikan, dan memberikan pengalaman budaya melalui event musik dan jelajah desa.
Dalam konferensi internasional Sound of Borobudur ini ditampilkan video kolaborasi SOB dengan 10 musisi dunia antara lain dari Laos, Vietnam, Jepang, China, India, Inggris, dan Italia, yang memainkan aransemen musik Catur Gaia dengan sangat apik dan syahdu.
Selain itu ada juga penampilan dari SOB orkestra, diantaranya Trie Utami dan Dewa Budjana yang berkolaborasi dengan musisi nusantara yang berasal dari 5 Destinasi Wisata Super Prioritas.
Yakni Vicky Sianipar, Ivan Nestor, Samuel Glenn, Moris, dan Nur Kholis, yang memainkan alat-alat musik yang terpahat pada relief Candi Borobudur seperti suling, luthe, ghanta, simbal, cangka, gendang, dan saron.
Sehingga kegiatan yang sama akan diadakan pula di empat destinasi super prioritas yang lainnya. Yakni di Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Dengan kegiatan ini diharapkan akan dapat digali dan dikembangkan potensi-potensi dari destinasi-destinasi tersebut sebagai daya tarik wisata dan budaya berkelas dunia. (SNH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H