Mohon tunggu...
sapta junaeri
sapta junaeri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Basket ball

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Case Report: Peran Pemeriksaan MRI Brain dalam Pencitraan Diagnostic Tumor Cerebllopontine Angle (CPA)

17 Desember 2023   16:25 Diperbarui: 17 Desember 2023   17:26 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Menurut G James at.all (2015) CPA merupakan suatu daerah berbentuk segitiga pada fossa posterior yang dibatasi oleh tulang temporal, cerebellum dan pons. Pada daerah ini sering terdapat massa abnormal yang kemudian disebut sebagai tumor CPA. Tumor yang tumbuh pada daerah ini dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis yang serius bahkan kematian jika tumor tumbuh membesar dan menekan batang otak. Gejala yang sering terjadi berupa kehilangan pendengaran ipsilateral, hipestesi pada wajah dan gangguan keseimbangan. Pada gambaran pencitraan otak sering didapati adanya hidrosefalus.

Jenis tumor yang sering dijumpai pada CPA adalah vestibular schwannoma (neuroma akustik). Jenis ini merupakan yang paling banyak ditemukan, mencapai 75% dari keseluruhan tumor pada CPA. Jenis-jenis lainnya yang jarang terjadi adalah meningioma, kista epidermoid, kista arachnoid, schwannoma facial, hemangioma, papiloma pleksus choroideus, paragangliomas dan tumor metastasis Maheswara Rao Y, Rama K (2018).

Tumor CPA secara klinis tidak spesifik dan gejala yang muncul tidak terkait dengan sifat lesi itu sendiri, tetapi berhubungan dengan struktur neurovaskuler atau struktur otak yang terlibat dengan lesi tersebut. Diagnosis mungkin sulit dibuat karena berbagai jenis sel dan asal tumor tersebut. Oleh karena tumor CPA yang berasal dari spektrum yang sangat luas sehingga menjadi tantangan dalam penegakkan diagnosis. Untuk dapat mencakup seluruh spektrum tumor yang berpotensi ditemukan di CPA, maka diperlukan pencitraan neuroimaging terkait yang perlu diketahui oleh ahli radiologi untuk membuat diagnosis yang relevan secara klinis. Melalui pencitraan radiologi tersebut akan dievaluasi lokasi asal dari tumor, bentuk dan margin, kepadatan, intensitas sinyal dan penyangatan kontras dalam menegakkan diagnosis pra operasi yang lebih akurat.Diagnosis dan tatalaksana tumor CPA diharapkan akan semakin baik, seiring dengan berkembangnya teknik imaging, teknik pembedahan mikro dan radiosurgery B Fabrice at.all (2017)

Case Report

Tumor Cerebellopontine Angle (CPA) merupakan jenis neoplasma terbanyak yang ditemukan di fossa posterior dengan angka kejadian sebesar 5-10% dari seluruh angka kejadian tumor intrakranial. Mayoritas tumor di CPA adalah schwannoma vestibular sebesar 70%-80%, diikuti meningioma 5-12% dan kista epidermoid 2-6%, serta tumor CPA lainnya, yang masing-masing menyumbang sekitar 1%. Angka kejadian tumor ganas atau tumor metastasis hanya 2% dari keseluruhan tumor CPA.

MRI atau pencitraan resonansi magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam tubuh. Mesin MRI berbentuk seperti tabung yang dikelilingi oleh magnet melingkar yang besar. Dalam pemeriksaan MRI, pasien ditempatkan di tempat tidur yang kemudian dimasukkan ke lubang magnet. Medan magnet yang kuat akan terbentuk dan menyelaraskan proton atom hidrogen yang kemudian terkena pancaran gelombang radio. Hasilnya berupa sinyal yang dideteksi oleh bagian penerima pada mesin MRI. Komputer lalu memproses informasi penerima dan menghasilkan gambar Gambar dan resolusi dari MRI cukup detail dan dapat mendeteksi perubahan kecil pada struktur di dalam tubuh.

Dalam beberapa prosedur, bahan kontras seperti gadolinium digunakan untuk meningkatkan akurasi gambar MRI diperlukan umumnya ketika teknik pencitraan lain tak bisa memberikan informasi yang memadai untuk penanganan kondisi pasien lebih lanjut yang mana belum terdiagnosis setelah menjalankan CT scan, ultrasonografi atau x-ray. MRI adalah salah satu teknik pencitraan diagnostik yang menunjukkan gangguan neurologis, penyakit otot, jaringan lunak, organ dan tulang. MRI adalah peralatan radiodiagnostik dengan menggunakan medan magnet yang merupakan gold standard dalam mendeteksi tumor CPA. Adapun kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu MRI

lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang dan muskuloskeletal, mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas termasuk struktur neurovaskuler, mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan, mampu membuat gambar ke dalam tiga potongan (axial, coronal and sagittal) tanpa merubah posisi pasien dan MRI tidak menggunakan radiasi pengion sehingga aman dilakukan pada wanita hamil. Namun kelemahannya adalah proses pengerjaan lebih mahal, waktu lebih lama dan tersedia pada fasilitas kesehatan yang lebih besar jika dibandingkan CT scan. Selain itu, tidak direkomendasikan pada pasien dengan claustrophobia dan pengguna alat pemacu jantung.

Kualitas citra MRI ditentukan oleh intensitas sinyal yang dipancarkan oleh jaringan tubuh setelah masuk ke dalam medan magnet. Intensitas sinyal ditentukan oleh berbagai hal yaitu besarnya medan magnet, jumlah atom hidrogen yang ada pada jaringan, apabila jaringan mempunyai atom hidrogen yang banyak maka intensitas sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu intensitas sinyal juga dipengaruhi oleh waktu relaksasi longitudinal T1, dan waktu relaksasi transversal T2. Kekuatan medan magnet MRI yang biasa dipakai di klinik antara 0,3 sampai 1,5 Tesla. Sinyal yang dihasilkan merupakan tegangan yang tercatat ketika terjadi induksi dari medan magnet terhadap koil penerima. Kuat dan lemahnya magnetisasi akan berpengaruh pada kekuatan sinyal MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila signal MRI kuat maka akan memberikan citraan citra yang terang atau hiperintens, sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau hipointens. Berikut ini terminologi yang dipakai untuk menyebutkan gambaran pada MRI, B Febrice at. All. (20117):

Intensitas sinyal

● high signal intensity/bright

● intermediate signal intensity

● low signal intensity

● very low signal intensity/dark Perbandingan intensitas sinyal

● hyperintense = lebih terang

● isointense = sama terang

● hypointense = lebih gelap

Berikut ini merupakan protokol sekuen MRI yang digunakan antara lain untuk

menilai tumor di CPA antara lain:

- T1 weighted terbentuk menggunakan waktu TE dan TR yang pendek. T1 weighted merupakan sekuen MRI untuk memperlihatkan gambaran anatomi termasuk soft tissue dibawah basis cranii. Adapun intensitas sinyal yang tampak, antara lain: very low signal intensity pada udara, kalsium, korteks tulang, dan darah aliran cepat; low signal intensity pada cairan serebrospinal, ligament, otot, tendon, kartilage; intermediate signal intensity pada jaringan tinggi protein (abses/kista kompleks); dan high signal intensity pada lemak, darah, kontras (gadolinium), melanin, dan protein.

- T2 weighted terbentuk menggunakan waktu TE dan TR yang lebih panjang. T2 weighted merupakan sekuen MRI untuk mengevaluasi kelainan anatomi, cisterna basalis, sistem ventrikel, ruang subdural, edema vasogenik dan flow void di dalam vaskular. Adapun intensitas sinyal yang tampak, antara lain: very low signal intensity pada udara, kalsium, korteks tulang, dan darah aliran cepat; low signal intensity pada ligamen, tendon, kartilage; intermediate signal intensity pada lemak, otot, dan cartilage; dan high signal intensity pada cairan serebrospinal.

- T2* ultra thin slices (CISS, FIESTA, FFE) merupakan sekuen MRI untuk mengevaluasi

nervus cranialis, IAC dan vascular.

- T1 post contrast merupakan sekuen MRI untuk menilai penyangatan kontras pada tumor setelah injeksi bahan kontras yang dilakukan.

- Fluid Attenuation Inversion Recovery (FLAIR merupakan sekuen MRI yang lebih

sensitif untuk menilai lesi dengan menggunakan teknik menekan (suppression) sinyal CSF/water sehingga mampu membedakan sinyal CSF yang normal dengan lesi atau

kelainan.

- Diffusion-Weighted Imaging (DWI), Apparent diffusion coefficient (ADC) merupakan

sekuen MRI untuk mengevaluasi selularitas tumor yang berhubungan dengan difusi extracellular water. Restriksi difusi tampak jika high signal intensity pada DWI dan low signal intensity pada ADC, yang umumnya pada keadaan edema sitotoksik, abses/inflamasi dan demielinisasi akut.

- Susceptibility Weighted Imaging (SWI) adalah sekuen pengembangan dari T2* GRE

merupakan parameter untuk membedakan produk darah atau kalsifikasi di dalam tumor. Sekuen ini memiliki magnitude image untuk mengevaluasi konten perdarahan dan phase image untuk mengevaluasi transformasi klasifikasi.

- MR Angiography merupakan parameter untuk menilai struktur pembuluh darah, baik penyempitan, obstruksi dan kelainan dalam pembuluh darah.

- MR Perfusion merupakan parameter untuk menilai aliran darah otak relatif dan volume yang berhubungan dengan tumor high-grade dan mengevaluasi pseudo progresivitas and pseudoresponse dari tumor.

- Spectroscopy: single atau multi voxel spectroscopy untuk mengukur metabolisme dari beberapa komponen biokimia dalam otak, seperti choline, creatine, lactate, N-acetylaspartate,

alanine, lipids dan myo inositol. James R (2018). Jenis-jenis Tumor CPA

1. Vestibular Schwannoma

Gambar 1. Schwannoma vestibular besar pada wanita 53 tahun yang datang dengan keluhan pusing, tuli kiri dan sakit kepala berkepanjangan.

a. Gambar Contrast- axial T1-weighted menunjukkan gambaran lesi tipikal “ice cream cone” massa CPA kiri yang mengalami enhancement secara heterogen. Komponen yang memperbesar porus dari kanalis auditorius interna sangat mendukung diagnosis.

b. Gambar MR spectroscopy memperlihatkan puncak myo- inositol yang menonjol, ciri khas lain dari schwannomas Scheau at. All (2015).

Gambar 2. Sisa pasca terapi dari vestibular schwannoma besar pada wanita berusia 44 tahun. Gambar heavily T2-weighted infra-milimetri aksial menggambarkan fokus intensitas sinyal tinggi di batang otak dorsal (panah),di sisi yang sama dari tumor CPA, yang diduga akibat degenerasi nukleus vestibular.

 

Catatan: DWI: intensitas sinyal pada diffusion-weighted imaging; ADC: apparent

diffusion coefficient, nilainya x10-3 mm2/s; rasio rCBV: rasio volume darah otak relatif dari lesi ke otak normal; spektroskopi: puncak metabolit khas yang ditemukan pada MR

spectroscopy.

*Variabel: untuk lesi ini, intensitas sinyal pada DWI sangat bervariasi dari hipo hingga hiperintens tanpa adanya pola yang mendominasi.

2. Meningioma

Gambar 3. Meningioma CPA kiri pada wanita 49 tahun dengan pusing dan gangguan pendengaran sensorineural kiri.

a. Gambar axial T2-weighted menunjukkan massa hiperintens ekstra-aksial homogen yang menekan batang otak dan aspek anterior hemisfer serebri kiri. Perhatikan exostosis spur di pre meatal area (tanda panah), fitur yang mengarahkan ke meningioma.

b. Contrast-enhanced axial gradient echo T1-weighted menunjukkan enhancement lesi yang intens bahkan dengan perluasan di dalam IAC.

c. Proton MR spectroscopy, pada panjang TE = 135 ms, menunjukkan adanya karakteristik lanin double negatif yang diamati pada 1,5 ppm. P Biswas, (2018).

3. Aneurisma Vertebrobasilar

 Gambar 4. Aneurisma vertebrobasilar besar dengan trombosis parsial pada pria 76 tahun dengan demensia vaskular. Gambar axial T2-weighted menunjukkan lesi hipointens bulat yang jelas, sangat sugestif terhadap aneurisma, yang kemudian dikonfirmasi oleh MR angiogram (tidak tampil), P Biswas (2018).

4. Cavernoma

    Gambar 5. Kavernoma CPA kanan pada wanita 42 tahun dengan sakit kepala.

a. Gambar axial T2-weighted memperlihatkan gambaran lesi tipikal “popcorn” di depan IAC kanan, dengan inti hiperintens dikelilingi oleh tepi perifer dengan intensitas sinyal rendah.

b. Gradient echo T2-weighted pada tingkat yang sama menunjukkan sifat hemoragik dari lesi P Biswas (2018)

5. Sarkoidosis

 Gambar 6. Sarkoidosis pada wanita 53 tahun. Gambar

a. Coronal T1+C tampak penyangatan nodular pachymeningeal (panah) di dura basilar, CPA dan tentorium,

b. axial T1+C tampak Penyangatan nodular pada kompleks CN VII vs VIII (panah), dan c. axial FLAIR tampak lesi hiperdens di medulla kiri (lesi parenchymal) P Biswas (2018).

6. Tuberculosis

 Gambar 7 Tuberkuloma pada wanita 31 tahun dengan meningitis dan sindrom serebelar kanan.

a. Gambar axial T2-weighted menunjukkan, di depan IAC kanan, beberapa lesi superfisial serebelar dengan campuran intensitas sinyal iso dan hyposignal.

b. Gambar axial T1-weighted yang mengalami enhancement dengan kontras menunjukkan peningkatan tepi periferal dari lesi yang terkumpul ini

c. Tuberkuloma hadir dengan intensitas iso atau hypersignal pada diffusion weighted imaging, tetapi koefisien difusi yang tampak selalu dalam nilai normal, mirip dengan parenkim P Biswas (2018).

7. Erdheim-Chester Disease.

Gambar 8. Penyakit Erdheim-Chester pada pasien berusia 38 tahun dengan diabetes insipidus dan eksoftalmia.

a. Gambar axial T1-weighted yang mengalami enhancement dengan kontras menunjukkan massa bulat ekstra-aksial di CPA kiri yang meningkat secara homogen.

b. Coronal T1-weighted yang mengalami enhancement dengan kontras menunjukkan lesi yang mengalami enhancement di tangkai.

c. Gambar coronal T1- weighted menggambarkan lesi identik di kedua ruang intra-kerucut. Kombinasi lesi granulomatosa pada meningen, orbita dan area sellar sangat mendukung diagnosis. P Biswas (2018).

Kesimpulan

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai diagnostik hasil gambar MRI untuk tumor CPA memberikan pemeriksaan yang cermat terhadap tempat asal, bentuk, kepadatan, intensitas sinyal, dan karakteristik tumor setelah injeksi media kontras, sehingga memungkinkan diagnosis sistematis sebelum operasi. . sebagian besar situasi. Peran MRI dengan pencitraan difusi dan perfusi serta spektroskopi MR dapat memberikan informasi penting kepada ahli radiologi untuk sampai pada diagnosis yang benar secara non-invasif.

DAFTAR PUSTAKA

James G, Smirni P, Chang Y, Elisabeth R. Cerebellopontine Angle Masses: Radiologic Pathologic Correlation. RSNA Journal. 2015:13(1): 1131-1147.

Fabrice B, Julien S, Jacques Chiras. Imaging of Cerebellopontine Angle Lesions: An Update. European Radiology Journal. 2017:17(1): 2472–2482.

Fabrice B, Jean L, Kathlyn M, Clement I, MD, Yves S, Dominique D, Jean F. Unusual Lesions of the Cerebellopontine Angle: A Segmental Approach. RSNA Journal. 2018:21(1): 419–438.

James R. Imaging of Cerebellopontine Angle Masses. American Journal Radiology. 2016:1: 195-201.

Pratiksha Y, Mansi J, Dhaval T. Magnetic Resonance Imaging of Cerebellopontine Angle Lesions. Medical Journal of Dr. D.Y. Patil University. 2015:1: 751-759.

Scheau, Lupescu, Popa E, Preda. Cerebellopontine Angle Masses: MRI Technique, Positive and Differential Diagnosis. European Society of Radiology: 2015:1:1-25.

Biswas P, Sardar M, Saha G, Hossain M, Hossain M, Paul T, Azad K. Evaluation of Extra Axial Cerebellopontine Angle Tumours Through MRI. Journal Dhaka Medical College. 2018:27(2): 90-100.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun