Mohon tunggu...
Sapta Arif
Sapta Arif Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai pepuisi, cerita-cerita, kopi, dan diskusi hingga pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jangan Pernah Meninggalkan Seorang Perempuan Dalam Kesepian

5 Maret 2018   09:32 Diperbarui: 5 Maret 2018   09:57 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku tak yakin kau menduga dengan tepat, sayang. Inilah yang membuatku tercengang sore itu, di hari keenam pasca pemakaman Heather. Aku dan John yang datang untuk berpamitan dan meminta maaf lantaran kasus ini terpaksa dihentikan atas permintaan Ny.Hudson, sangat kaget mendapati teriakan di dalam rumahnya. Kami bergegas memaksa masuk dengan mendobrak pintu dan berhasil menggagalkan percobaan pembunuhan Ny. Hudson oleh Betty anaknya sendiri!" Watson melotot heran, namun perempuan di sebelahnya terlihat tersenyum.

"Kau tentu takkan percaya sayang. Kami menginterogasi Betty dan mendapati, gadis pendiam itu adalah tersangka dari pembunuhan atas ketiga saudaranya!"

"Terus?" istrinya nampak santai menanggapinya.

"Ya tentu saja kau pasti takkan mengira, Betty membunuh ketiga saudaranya demi sebuah pertemuan dengan lelaki berpayung hitam yang rutin datang di hari Jumat itu." Suara Watson melirih, merasa kalah, lantaran tak ada raut keheranan di wajah istrinya. Istrinya hanya tersenyum simpul.

"Betty adalah perempuan yang malang ya? Sama halnya kekasih lelaki berpayung hitam itu." Ucap istrinya sambil memberikan sepiring mangga yang telah selesai dikupasnya.

"Iya si, namun tidakkah kau heran dengan motif Betty?"

"Tidak sama sekali." Istrinya menggelang dan tersenyum puas.

Percakapan mereka selanjutnya tampak kaku. Lantaran Watson merasa tak menyuguhkan cerita menarik di sore itu.

"Eh.. Ngomong-ngomongSteve dan Peter mana?" Watson bertanya perihal buah hatinya, sambil memakan buah mangga.

"Ada di dalam, sedang menonton TV." Ucap istrinya.

Agak lama mereka terdiam kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun