Watson tersenyum mengejek isi kepala perempuan yang dicintainya.
"Menyerahlah saja."
"Baiklah, aku tak yakin juga dengan jawabanku." Istrinya menyerah dan menyunggingkan senyum di bibir Watson.
"Oke! Begini ceritanya.........."
"Awalnya aku tidak percaya dengan argumen John yang menuduh lelaki berpayung hitam itu sebagai pembunuhnya. Sehari setelah pemakaman Heather, aku dan John mendatangi alamat lelaki itu, dengan harapan menemukan jalan terang. Namun tahukah kamu, lelaki berpayung hitam itu adalah lelaki yang malang."
"Ehem?" perempuan itu menampakkan wajah polosnya, seakan berpura-pura tak percaya.
"Iya. Dia adalah lelaki yang malang. Setiap Jumat dia datang di pemakaman lantaran di hari Jumat dua tahun sebelumnya, kekasihnya mati, bunuh diri. Lelaki yang baru kutahu juga sebelumnya berprofesi sebagai pilot sebuah maskapai penerbangan itu, datang setiap Jumat di sisa usianya untuk mengekalkan ingatannya dengan perempuan yang dicintainya." Watson berhenti sejenak menunggu reaksi istrinya.
"Kekasihnya adalah perempuan yang malang." Jawab istrinya sekenanya.
"Lalu kau tahu, siapa dalang pembunuhan itu?" ucap Watson pada istrinya yang menggeleng ragu.
"Di hari keempat pasca pemakaman Heather, Ny. Hudson yang sudah nampak sangat depresi meminta agar petugas melonggarkan segala penjagaan di keluarganya. Mereka berdua---Ny. Hudson dan Betty, berniat pindah rumah." Watson menghentikan cerita, sambil meminum secangkir kopinya.
"Nampaknya, Aku mulai tahu adegan selanjutnya." Istrinya menyunggingkan senyum.