Mohon tunggu...
Santi Agustina
Santi Agustina Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 2 Tanah Putih

Ketua Komunitas MGMP Fisika Kabupaten Rokan Hilir Guru Penggerak angkatan 7 Guru Mata Pelajaran Fisika Pendidikan terakhir S2

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Disiplin Positif Menciptakan Budaya Positif

23 Desember 2022   22:08 Diperbarui: 23 Desember 2022   22:45 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradigma-paradigma seperti inilah yang ingin dirubah dalam konsep Teori kontrol (teori pilihan) William Glasser. Konsep-konsep teori kontrol itu meliputi:

  • Hanya diri kita sendiri yang dapat kita kontrol
  • Berusaha memahami pandangan orang lain tentang dunia,
  • Setiap perilaku pasti memiliki tujuan
  • Kolaborasi dan konsesnsus menciptakan pilihan-pilihan baru
  • Model berfikir menang-menang.

Dalam mengimplentasikan paradigma teori pilihan, kita pasti banyak menemukan kendala, karena paradigma ini berhubungan erat dengan perilaku manusia sebagai eksistensi dari kemampuan regulasi emosi individu yang berbeda-beda. Dalam kebanyakan teori, para ahli memiliki beragam pandangan pada substansi-substansi yang berkaitan dengan rumusan-rumusan emosi individu yang sifatnya kompleks. Itulah sebabnya, Lindsay-Hartz dalam Hude (2006: 16) menyatakan bahwa "Ironically, we probably know more about the rings of Saturn than the emotions we expereince every day". 

Ironinya kita lebih banyak tahu tentang seluk beluk luar angkasa yang jauh diluar sana seperti cincin saturnus dari pada emosi dalam diri kita sendiri. Sehubungan akan hal ini, ada lima posisi kontrol yang dijabarkan oleh William Glasser,  sebagai Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer. Posisi manajer akan mengidentifikasi kesalahan melalui teori mtivasi. Kita telah memahami bahwa setiap tindakan didorong oleh motivasi (kebutuhan) tertentu. Ada 5 kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). 

Dengan memahami alasan dari sebuah tindakan seseorang dan menjalankan perannya dalam mengembangkan nilai-nilai kebajikan universal, seorang pendidik akan bijak menentukan posisi dirinya sebagai manajer dalam menerapkan displin positif di sekolah. Displin positif merupakan suatu cara dalam membangun Suasana atau lingkungan yang positif dalam proses pembelajaran. 

Menurut Standar Nasional Pendidikan, bahwa Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan pasal 12, bahwa pelaksanaan pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif dan memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik. 

Pada tingkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), fungsi Guru berada pada fase Wirama yaitu menuntun dan menantang anak dalam hal pengelolaan diri dan pengenalan potensi dirinya. Dimana murid menyadari bahwa semua tindakan keputusan-keputusan mengenai bagaimana menebalkan jati dirinya di tengah masyarakat dan lingkungan. Mereka sadar bagaimana membawa diri sebagai manusia yang merdeka.

Selanjutnya muncul perasaan-perasaan senang ketika mengetahui wawasan baru tapi juga masih bingun tentang implementasi nya dalam dunia nyata. Semua itu tertuang dalam pertanyaan dalam benak kita bahwa apakah selama ini saya telah menerapkan teori pilihan ini pada murid-murid saya di sekolah? Tentu hal ini menjadi sesuatu yang mustahil dan aneh bila kita berasumsi bahwa bahwa ini mustahil.  Karena dalam benak kita, telah tergambar murid-murid bengal yang sulit memahami tentang pentingnya memiliki kesadaran dalam berperilaku baik. Apalagi semua nilai-nilai kebajikan universal yang kita tanamkan di sekolah tidak berlaku pada lingkungan keluarga sebagai pilar pertama dalam pendidikan murid. Dalam hal ini, sekolah juga perlu melakukan tindakan-tindakan preventif terkait pemahaman orang tua murid terhadap perilaku anak. 

Melakukan program-program parenting di sekolah, merupakan salah satu cara dalam menyeleraskan tujuan pendidikan di sekolah. Pemahaman tentang tanggung jawab terhadap perilaku anak bukanlah semata-mata tanggung jawab sekolah sebagai institusi pendidikan, melainkan orang tua (keluarga) sebagai lapisan yang paling dasar harus memberikan teladan yang dapat ditiru oleh anak dalam berperilaku. Bukan tidak jarang kita menemukan peserta didik yang memiliki karakter yang telah hancur lebur ketika baru pertama kali masuk dalam institusi kita.

Sebagian sekolah-sekolah dengan predikat favorit dengan label brand-brand ternama membuang begitu saja peserta didik yang memiliki nasib kurang beruntung. Mereka hanya menerima peserta didik dengan indikator kelayakan sesuai aturan-aturan main mereka. 

Akhirnya sekolah bukan lagi berfungsi sebagai lembaga pembentuk budi pekerti melainkan lebih bersifat tempat transaksional. Kembali pada pembicaraan kita tentang kendala-kendala penerapan disiplin positif di sekolah, sekolah sebagai sebuah organisasi yang terhimpun dari berbagai macam elemen, murid, guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, dan beberapa elemen luar seperti pengawas, orangtua dan stake holder setempat harus bersinergi dan satu fikiran dalam memaknai displin positif untuk diimplementasikan di sekolah. 

Bukan tidak jarang, tantangan justru datang dari rekan pendidik itu sendiri atau bahkan kepala sekolah yang belum memahami paradigama disiplin positif sekolah. Munculnya opini-opini destruktif akan sangat menghambat bahkan menggagalkan penerapan disiplin positif di sekolah. Asumsi-asumsi tentang pelarangan memberikan hukuman dan penghargaan diskiapi dengan makna negatif. Padahal dalam paradigma ini, sebagai pendidik kita di ajak lebih bersikap lentur dan bijak dalam menghadapi masalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun