Mohon tunggu...
Santhi Pradnya Paramitha
Santhi Pradnya Paramitha Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Aku, sekedar pemimpi dan pejuang mimpi. Yang tentu saja Tak lihai merangkai mutiara. Mampuku hanya merajut asa yang mungkin menurut mereka biasa tapi aku rasa luar biasa. Yang sering terbawa perasaannya oleh karya dia dia dan dia sang pujangga, bahkan yang mungkin hanya sekedar untaian cerita khayal, Namun mampu membuatku terlena. Terbuai oleh tampilan yang mempermainkan rasa, mengaduk jiwa. karena sekali lagi, aku hanya...sekedar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Sandal, Kubelajar "Bercinta" #2

2 Juli 2020   22:49 Diperbarui: 2 Juli 2020   22:47 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kegagalan akhirnya berhasil menggapai jengkal usaha kita, maka kita bisa langsung memperbaikinya, seperti seketika cintaku langsung mengambil kembali sandalnya yang terjatuh. Atau dengan melakukan sedikit variasi dan inovasi.

Menyelesaikan urusan yang tetap masih bisa berjalan sampai tujuan, baru setelahnya kembali untuk memperbaiki kesuksesan yang tertunda. Seperti saat dia memilih untuk menaruh dulu satu sandal yang masih dia pegang, lalu kembali untuk mengambil sandal yang tak berhasil ia pertahankan, yang mungkin tak sengaja jatuh di tengah jalan, atau yang mungkin terpaksa ia tinggalkan untuk menyelamatkan yang lainnya.

Ini seperti yang biasa dikatakan banyak orang, kegigihan yang membuktikan bahwa sebuah kegagalan bukanlah akhir, tapi hanya sebuah kesuksesan yang tertunda yang patut diperjuangkan untuk akhirnya bisa mencapai sukses seperti yang lainnya.

Jika cara klasik tetap gagal, maka inovasi dan kreasi mungkin dibutuhkan untuk mempercantik usaha kita sehingga bisa diterima di gerbang kesuksesan dengan sebuah lencana kehormatan. Maka seperti kata Hindia, jika kegagalan datang, bersedihlah secukupnya saja, karena usaha yang lebih keras telah lama menanti kita untuk meraih tangan dan berjuang bersamanya.

Ketiga, cintaku sedang belajar tentang KESEIMBANGAN

Ketika ia membuat "gunung" sandal, maka otomatis ia harus membangunnya dari bawah sampai akhirnya menciptakan puncak gunung sebagai akhir dari bangunannya. Ini sesungguhnya sedikit membuatku geli, karena tidak mudah baginya untuk menaruh satu sandal terakhir di paling atas dengan sempurna.

Ia harus mengulangnya beberapa kali. Jongkok bangun mengambil sandal yang jatuh dan berusaha menaruhnya lagi. Bahkan jatuhnya satu sandal terkecil sebagai puncak terakhir, tidak jarang membuat bangunan sandal dibawahnya hancur, tapi ia menyusunnya lagi, jongkok bangun lagi, dan setelah beberapa kali pengulangan.

Akhirnya ia berhasil sampai dipenghujung tujuannya, menaruh puncak terakhir dengan seimbang. Sekali lagi, cintaku belajar tentang proses, belajar tentang perjalanan waktu, belajar tentang usaha-usaha yang terkadang mudah dan sering tidak mudah, sampai akhirnya harapan yang ia bangun itu bisa ia selesaikan dengan sebuah keseimbangan.

Apakah kita sepakat bahwa kehidupan di dunia juga demikian? Aku sendiri meyakini, semua ciptaan di bumi ini lahir berpasangan. Senang dan sedih, hidup dan mati, terpuruk dan bahagia, bertemu dan berpisah, keberhasilan dan kegagalan, keterikatan dan kebebasan, kelebihan dan kekurangan, pagi dan malam, indah dan buruk, hambatan dan jalan bebas hambatan, semuanya. 

Bahkan manusia bisa dikatakan manusia sempurna karena ia memiliki rangkaian ketidaksempurnaan. Maka jika ada orang yang bertepuk dada mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki satu kekuranganpun dalam hidupnya, maka percayalah, kemungkinan orang itu bukan manusia. 

Ssssttt.. jadi kali ini kita menemukan sebuah kunci, bahwa ternyata hidup mau dirangkai seperti apa, tergantung dari kemampuan dan kemauan kita dalam menjaga semua pasangan-pasangan tadi dengan seimbang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun