Menurut informasi beredar, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisanto menyatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan banding tersebut dengan alasan tuntutan jaksa penuntut umum telah dipenuhi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Selain itu, tidak ada alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP prihal Pemeriksaan Kasasi Untuk Menentukan.
Dikutip dalam Pasal 244 KUHAP, menyatakan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.Â
Lantas yang menjadi pertanyaannya, mengapa tidak dilakukan? Padahal kita bersama tahu pengurangan masa hukuman Jaksa Pinangki berdampak besar karena tidak hanya mencederai rasa keadilan, merusak citra penegakan dan lembaga hukum di Indonesia, dan menimbulkan keserahan di masyarakat akan masa depan penindakan kasus korupsi berikut menimbulkan meningkatnya antipati masyarakat terhadap pemerintah.
Dalam kaitan kasus diatas, sebagaimana dikutip Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi masa hukuman Pinangki Sirna Malasari (PSM) menjadi empat tahun penjara.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Ia mengatakan, keputusan ini mengindikasikan adanya persoalan lebih mendalam dalam aspek perspektif kesetaraan dan keadilan gender dan dalam hal sistem pemidanaan secara lebih luas.
Menurut dia, korupsi merupakan kejahatan yang serius pada kemanusiaan karena berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan rakyat yang terkait pemenuhan hak dasar warga.
Ia mengatakan, banyak cara yang bisa ditempuh majelis hakim untuk memenuhi hak Pinangki sebagai perempuan tanpa harus mengurangi hukumannya.
Mengapa hal ini tidak bisa menjadi rujukan agar jaksa penuntut umum mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung?
Kiranya tak hanya Penulis yang bertanya-tanya, masyarakat umum tentu mempertanyakan pula dan membutuhkan penjelasan mengenainya. Orang-orang kelak akan membandingkan kasus Angelina Sondakh dengan Pinangki Sirna Malasari, mengapa berbeda sikap? Apakah karena satu politisi dan satu penegak hukum lantas ada perlakuan khusus dikarenakannya?