Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pandemi Covid-19 Indonesia Terbit, Penanganan Korupsi Kian Tenggelam

6 Juli 2021   09:50 Diperbarui: 6 Juli 2021   10:02 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi sekelompok masyarakat tolak remisi koruptor (Detik)

Dikutip dari Kompas.com. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Senin (5/7/2021), kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai 309.999 orang.

Total kasus Covid-19 di Tanah Air mencapai 2.313.829 orang. Jumlah tersebut didapatkan setelah ada penambahan 29.745 kasus dalam sehari.

Kemudian, kasus pasien sembuh dari Covid-19 bertambah 14.416 orang, sehingga totalnya sampai saat ini tercatat 1.942.690 kasus.

Selanjutnya, pasien yang meninggal dunia bertambah 558 orang dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian, total kasus kematian akibat Covid-19 kini berjumlah 60.140 orang.

Pada Sabtu, 3 Juli 2021 pemerintah pusat resmi memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang berlaku di wilayah Jawa dan Bali guna menekan laju penularan Covid-19.

Sejatinya hal tersebut dimaklumi dilakukan karena Jawa dan Bali merupakan tulang punggung bagi ekonomi di Indonesia. Apabila lonjakan kasus Covid-19 terus dibiarkan maka bukan saja memunculkan kekhawatiran akan lumpuhnya perekonomian di Indonesia, melainkan pula ancaman bencana besar datangnya tsunami Covid-19 seperti yang dialami oleh negara India. 

Kesadaran masyarakat untuk patuh kepada protokol kesehatan serta melakukan aktivitas seperlunya menjadi kunci agar pandemi Covid-19 dapat mereda.

Sejak kasus Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan, sorotan masyarakat kini seolah teralihkan oleh pemberitaan akan krisis yang di alami oleh Pemda setempat maupun layanan kesehatan yang nampak mulai kewalahan, seperti antrian ruang perawatan bagi pasien Covid-19, kelangkaan oksigen, keterbatasan lahan makam, dan sebagainya.

Alhasil pemberitaan lain seperti bagaimana nasib pemberantasan korupsi di Indonesia kian terlupakan.

Contoh saja prihal putusan pengurangan masa hukum Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara disunat menjadi 4 tahun penjara.

Menurut informasi beredar, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisanto menyatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan banding tersebut dengan alasan tuntutan jaksa penuntut umum telah dipenuhi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Selain itu, tidak ada alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP prihal Pemeriksaan Kasasi Untuk Menentukan.

Dikutip dalam Pasal 244 KUHAP, menyatakan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. 

Lantas yang menjadi pertanyaannya, mengapa tidak dilakukan? Padahal kita bersama tahu pengurangan masa hukuman Jaksa Pinangki berdampak besar karena tidak hanya mencederai rasa keadilan, merusak citra penegakan dan lembaga hukum di Indonesia, dan menimbulkan keserahan di masyarakat akan masa depan penindakan kasus korupsi berikut menimbulkan meningkatnya antipati masyarakat terhadap pemerintah.

Dalam kaitan kasus diatas, sebagaimana dikutip Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi masa hukuman Pinangki Sirna Malasari (PSM) menjadi empat tahun penjara.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

Ia mengatakan, keputusan ini mengindikasikan adanya persoalan lebih mendalam dalam aspek perspektif kesetaraan dan keadilan gender dan dalam hal sistem pemidanaan secara lebih luas.

Menurut dia, korupsi merupakan kejahatan yang serius pada kemanusiaan karena berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kesejahteraan rakyat yang terkait pemenuhan hak dasar warga.

Ia mengatakan, banyak cara yang bisa ditempuh majelis hakim untuk memenuhi hak Pinangki sebagai perempuan tanpa harus mengurangi hukumannya.

Mengapa hal ini tidak bisa menjadi rujukan agar jaksa penuntut umum mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung?

Kiranya tak hanya Penulis yang bertanya-tanya, masyarakat umum tentu mempertanyakan pula dan membutuhkan penjelasan mengenainya. Orang-orang kelak akan membandingkan kasus Angelina Sondakh dengan Pinangki Sirna Malasari, mengapa berbeda sikap? Apakah karena satu politisi dan satu penegak hukum lantas ada perlakuan khusus dikarenakannya?

Lupakan sejenak akan disunatnya masa hukuman Pinangki Sirna Malasari, lalu bagaimana dengan kelanjutan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada pegawai KPK yang saat ini ditelusuri oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)?

Yang dalam perkembangannya komnas HAM berencana akan memanggil dan memeriksa sejumlah ahli terkait terhadap dugaan adanya pelanggaran HAM dalam tes tersebut. Apakah polemik TWK ini akan menemui titik terang ataukah justru berlarut-larut sehingga masyarakat akan bosan dan teralihkan dengan pemberitaan yang lain? Kita nantikan saja, walau dalam hati kecil Penulis berkata "jangan terlalu berharap".

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun