Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Atap JPO Dicopot, Pak Anies Sehat?

7 November 2019   09:19 Diperbarui: 7 November 2019   09:18 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (kompas)

Jakarta selalu punya cerita. Setelah RAPBD DKI Jakarta tahun 2020 menuai kontroversi akibat nilai fantastis sub-sub anggaran yang nominalnya tidak masuk akal seperti anggaran untuk influencer sebesar Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,7 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar.

Dikutip dari laman Kompas.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Rapat Pimpinan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di trotoar Thamrin-Sudirman memerintahkan pencopotan atap Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di antara Indofood Tower dan Menara Astra. Anies mengungkapkan pencopotan atap JPO tersebut bertujuan agar menjadi lokasi yang bagus untuk masyarakat berfoto.

Entah apa yang ada dibenak Anies Baswedan, namun jelas prihal pencopotan atap JPO ini menjadi perbincangan publik karena dinilai sesuatu yang tidak lumrah dilakukan. 

Untuk itu kali ini Penulis akan mengkajinya lebih lanjut prihal apa yang jadi pokok permasalahan dari keputusan Anies Baswedan tersebut.

Sebelumnya mari kita bahas apa yang dimaksud dengan JPO. Jembatan Penyeberangan Orang atau JPO adalah salah satu fasilitas umum yang diperuntukkan bagi pejalan kaki umumnya maupun mereka penyandang disabilitas selain 3 fasilitas lainnya yaitu Pelican Cross, Zebra Cross, dan Terowongan.

Secara fungsi keberadaan JPO adalah sebagai fasilitas umum dimana pejalan kaki dapat bertolak dari satu poin ke satu poin lain (menyeberang) dengan aman sehingga tidak mengganggu aktivitas pengguna jalan (kendaraan bermotor).

Untuk mengakomodir hal tersebut maka tidak boleh membangun JPO sembarangan. Dikutip dari Buku "Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan" oleh Departemen Pekerjaan Umum, pembangunan JPO disarankan memenuhi beberapa ketentuan, diantaranya :

1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan Pelikan
Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada.
2. Pada ruas jalan dimana frekuensi terjadinya kecelakaan yang melibatkan
pejalan kaki cukup tinggi.
3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang
tinggi.

Dalam cakupan buku diatas maupun UU no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan setelah Penulis telusuri memang tidak terdapat acuan seperti apa rupa atau wujud pasti sebuah JPO.

Merujuk hal tersebut maka keputusan pencopotan atap JPO oleh Anies Baswedan dapat dikatakan tidak ada peraturan yang dilanggar maupun bukan sesuatu hal yang dilarang. 

Namun secara estetika sebuah JPO pada umumnya, apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan menggambarkan ia mengesampingkan elemen penting dari sebuah fasilitas umum dimana tidak hanya harus mengedepankan keamanan tetapi melingkupi kenyamanan bagi pengguna (pejalan kaki).

Dalam buku Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan prihal keselamatan dan kenyamanan ini pun sebenarnya telah disinggung, dimana fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi dimana pemasangan fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya. Bahkan hal tersebut diperjelas dimana bangunan pelengkap harus cukup kuat sesuai dengan fungsinya memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki.

Secara logis pencopotan atap JPO dapat mengurangi fungsi JPO sehingga tidak maksimal dan mengurangi kenyamanan bahkan keselamatan bagi penggunanya.

Sebagai gambaran jika kondisi cuaca panas maupun turun hujan maka si (pejalan kaki) pengguna JPO akan mengalami kendala. Dengan ditiadakan atap dapat menyebabkan orang enggan menggunakan JPO dan memungkinkan mereka akan memilih resiko menembus keramaian kendaraan bermotor. 

Kemudian dengan ditiadakannya atap maka dengan jelas dapat mengurangi sisi keamanan JPO apabila dihadapkan dengan kondisi hujan dimana jalan tapak pada JPO akan basah dan licin, hal ini tentunya dapat membahayakan bagi si pengguna.

Dari penjabaran diatas maka tidaklah mengherankan bilamana segelintir publik mempertanyakan keputusan Anies mencopot atap JPO tersebut. Mengapa Anies mengedepankan JPO agar lebih instagramable dan mengesampingkan sisi keamanan dan kenyamanannya? 

Penulis pun bertanya-tanya apakah tidak ada lagi spot-spot instagramable yang lain dari kawasan Sudirman? Area Sudirman itu apakah kawasan bisnis atau taman hiburan? Apakah tidak ada permasalahan Jakarta yang lebih penting untuk dicarikan solusinya? Apakah persoalan pencopotan atap JPO ini sekadar pengalihan agar publik tidak terus menerus membahas carut marut anggaran DKI Jakarta?

Penulis berharap Pak Anies Baswedan agar belajarlah berbuat dengan cara mendengarkan opini publik warga Jakarta. Sekiranya pula mohonlah agar jajaran dibawahnya berani bersuara dan jangan berdasarkan ABS (Asal Bos Senang). Jangan hanya berbuat mengedepankan ego semata karena seperti kata Pak Anies bahwa Jakarta milik bersama, bukan malah jadi pelampiasan ego seorang. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun