Seperti pada penelitian yang dilakukan di Bank Syariah Mandiri (BSM), dinyatakan bahwa jumlah bagi hasil memiliki pengaruh signifikan pada tingkat transaksi atau deposito akad mudharabah (Nisa Lidya Muliawati, 2015). Pengaruh ini disebabkan oleh fluktuasi pada pasar dan siklus bisnis dapat mempengaruhi harga sebuah aset pada pasar finansial secara luas.
Dalam risiko nilai ekuitas, bank syariah menghadapi risiko yang sama dengan bank konvensional walaupun bank konvensional dapat melindungi nilai ekuitas mereka dengan melakukan transaksi forward.Â
Forward memperbolehkan nasabah dan bank melakukan penjualan atau pembelian valuta asing dalam jumlah dan harga tertentu, kemudian penerimaan atau penyerahan dilakukan 2 hari setelah tanggal transaksi yang dijanjikan.Â
Bank syariah tidak bisa melakukan transaksi forward karena adanya unsur riba, sehingga manajemen risiko bank syariah perlu mengelola risiko nilai ekuitas dengan lebih dalam.Â
Saat ini, industri perbankan syariah dihadapkan oleh risiko pasar dari berbagai aspek. Risiko harga komoditas, nilai tukar, dan nilai ekuitas merupakan bagian dari dampak krisis ekonomi global. Kurangnya lindungan nilai dan produk yang terstuktur dengan hukum syariah menjadi tantangan tersendiri bagi bank syariah. Untuk meminimalkan risiko pasar, bank syariah harus bergerak untuk menjadi pembuat pasar yang aktif.
Secara garis besar, risiko pasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Contoh dari risiko murni adalah bencana alam, kerusuhan, atau perang.Â
Risiko murni merupakan risiko yang tidak dapat dihindari dan bank akan mengalami kerugian secara pasti. Sedangkan risiko spekulatif terjadi saat hasil dari kegiatan bank tidak pasti. Bentuk hasil kegiatan dapat berupa keuntungan ataupun kerugian, tergantung kepada aset tertentu yang dimiliki bank.
Manajemen risiko dari bank syariah perlu mengidentifikasi risiko pasar spekulatif sedini mungkin. Ada berbagai pendekatan untuk mengukur risiko pasar, yaitu Mark-to-Market, Mark-to-Model, Value at Risk (VaR), dan Risk-Adjusted Return on Capital (RAROC). Hambatan terbesar dari mengukur risiko pasar bank syariah adalah kurangnya model atau instrumen untuk mengelola risiko sesuai dengan karakteristiknya.Â
Bebagai literatur yang dibuat pada masa lalu hanya mengacu pada model dan instrumen bank konvensional sehingga bank syariah memerlukan beberapa usaha lebih untuk menyusun alat ukur risiko pasar sesuai dengan prinsip syariah. Ditambah lagi dengan ketidakhadiran standarisasi pengukuran risiko pasar bank syariah yang diterima secara global.
Terlepas dari keterbatasan, perbankan syariah masih perlu melakukan identifikasi dan pengukuran risiko pasar. Perhitungan yang dilakukan pihak manajemen risiko dapat membantu bank syariah melakukan proses mitigasi risiko yang sesuai dengan kondisi. Umumnya, bank syariah akan mengimplementasi mitigasi risiko dengan melakukan metode jaringan, mengetatkan sekuritas, Â menerapkan kebijakan batas pemberian dana serta kebijakan batas kerugian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H