Mohon tunggu...
Sania Fatihah
Sania Fatihah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa STEI SEBI

Selanjutnya

Tutup

Financial

Krisis Ekonomi Global dan Tantangan Manajemen Risiko Pasar yang Perlu Dihadapi Perbankan Syariah

25 Agustus 2022   20:23 Diperbarui: 25 Agustus 2022   20:41 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Penyebab risiko pasar terbesar adalah terjadinya inflasi. ADB memperkirakan inflasi di Indonesia meningkat dari 3,7% menjadi 4%. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan suku bunga yang naik, yang kemudian membuat hambatan signifikan untuk pertumbuhan ekonomi.

Meningkatnya suku bunga akan mempengaruhi seluruh kegiatan investasi di industri perbankan. Bahkan untuk bank syariah, yang menggunakan sistem bagi hasil, naiknya suku bunga menjadi hambatan tersendiri karena masyarakat akan lebih memilih untuk mengajukan pembiayaan kepada bank konvensional yang menawarkan bunga besar. Sehingga kenaikan inflasi secara langsung berpengaruh signifikan kepada bank-bank syariah di Indonesia.

Pada perbankan syariah, sensitivitas terhadap risiko pasar dapat diukur oleh ketidakstabilan harga komoditas, nilai tukar atau kurs, dan nilai ekuitas. Dari alat-alat ukur tersebut, tantangan bagi manajemen risiko perbankan syariah dapat ditelusuri satu-persatu.

Risiko harga komoditas merupakan faktor yang paling dominan dalam penentuan risiko pasar. Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, beberapa komoditas mengalami lonjakan harga yang signifikan pada 2021. 

Dari cabe rawit yang naik sebesar 39%, sampai minyak goreng yang naik sebesar 34%. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakstabilan bagi nilai asset fisik yang dimiliki oleh bank syariah.

Tidak seperti bank konvensional, beberapa transaksi di bank syariah mengharuskan bank menyimpan aset komoditas di dalam inventaris. Contohnya seperti transaksi akad salam, sukuk, istishna, serta ijarah. 

Perubahan terhadap harga apapun dapat menjadi bagian dari risiko karena selalu hadirnya kemungkinan bahwa harga pasar terhadap aset dapat berubah dari apa yang sudah diperkirakan atau diperhitungkan oleh bank syariah.

Selanjutnya, ada faktor nilai tukar atau kenaikan kurs yang tampaknya tidak jarang menjadi momok ekonomi negara karena gagal dihindari oleh mata uang rupiah. Berdasarkan data Bloomberg pada hari Senin (4/7/2022), nilai rupiah menurun 29 poin atau 0,19%. 

Penurunan ini menjadikan rupiah bernilai Rp.14.972/1 USD.  Risiko nilai tukar kemudian terjadi karena adanya fluktuasi di antara jeda waktu saat melakukan tahapan transaksi, seperti antara waktu pembelian dan penjualan. 

Pada setiap penggunaan akad bank syariah dalam mata uang asing, bank akan terekspos pada risiko nilai tukar. Pada 2017, kurs rupiah belum berpengaruh secara signifikan terhadap transaksi pembiayaan di perbankan syariah Indonesia (Rifai et al., 2017). Namun dengan kenaikan kurs yang terus-menerus, risiko nilai tukar menjadi semakin sulit dihindari.

Faktor lainnya adalah risiko nilai ekuitas, yang dihadapi bank saat nilai pendapatan yang diharapkan dari sebuah investasi menjadi turun. Risiko dapat terjadi baik dalam kontrak bagi hasil ataupun investasi secara tidak langsung di pasar modal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun