Masih jua gemuruh hidup datang dalam rupa gilotin
Meskipun harta tahta sanggup kukangkangi
Sanggup kumaini
Tapi mana bahagia itu Tuhan
Rutinitas absurd, jemu menunggu jemu menggangu
Penyakit keparat, membuat berkarat
Sanggupkah aku menunggu dua tahun lagi,
sementara tiap gerak detik adalah perih
Sementara tiap gerak menit adalah rintih
Aaaargghh aku tak sanggup
Aku tak sanggup menunggu dan menderita
Aku tak sanggup Tuhan!
Wahai kematian
Nampakkan taringmu
Singgah dan tusuklah jantung ini
Lebamkan, remukkan sesukamu
Hai…gagak hitam
Kemarilah…nikmati sepi pucat pasi
Cabut dan bawalah kemana hendak kau bawa
(bahkan burung gagakpun resah dalam menjalankan tugasnya. Manusia –menurutnya- kian lemah dan mudah menyerah. Berharap pada hitam menghapus warna hidupnya.
Bahkan burung gagakpun kadang malu untuk menggenapi tugasnya. Duka-duka manusia seringkali berasal dari tingkah manusia sendiri)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H